Dia adalah Suamiku

772 51 6
                                    


Satu tahun kemudian...

"Mi...Mi..." suara celat anak lelaki menarik perhatianku dari ponselku. Aku melihat wajah gembul anak laki-laki itu. Gemas.

"Eh, ada anak Mami," aku langsung menggendongnya ke pangkuanku kemudian mengecupi pipi gembilnya. Dia tertawa karena aku dengan gemas menciumi pipinya.

Kemudian, ponselku berdering, aku melihat nama Norman dilayar. Aku menyambungkan panggilannya.

"Assalamualaikum, Javi anteng kan sama kamu?" tanya Norman begitu panggilan tersambung.

"Ya, anteng lah sama Maminya. Hamil lagi?" balasku kepada Norman.

"Alhamdulillah Javi bakalan punya adik," jawab Norman terdengar sumringah. Selama dua tahun menikah, Norman akan mendapatkan anak keduanya saja. Sedangkan aku?

"Semoga anak cewek ya," kataku berharap yang kemudian disambut ketawa oleh Norman dia juga mengharapkan anak perempuan.

Setelah panggilan terputus. Fokusku kembali terpusat kepada Javi. Dia adalah anak pertama Norman. Aku sangat menyayanginya seperti anakku sendiri. Dan juga semoga saja aku akan segera dititipkan satu seperti Javi dari tuhan.

Aku menggendong Javi turun kebawah menuju ruang dapur, menemukan Ibuku yang sedang memasak dibantu oleh Buk Wen.

"Masak apa Bu?" tanyaku saat sudah duduk dimeja makan dan bermain-main dengan Javi dipangkuanku.

"Masak rendang jengkol, kesukaan kamu," kata Ibuku yang membuat mataku langsung berbinar. Aku ingin mendekat, tapi langsung di larang oleh Ibu. Karena aku sedang menggendong Javi.

"Dee itu enak ya Bu, enggak perlu masak untuk Mas-nya," kata Buk Wen mengadu kepada Ibuku. Aku berdecih kepada Buk Wen yang membuatnya tersenyum genit.

"Gimana mau masakin, toh orangnya enggak ada disini!" protesku gemas.

"Oh, Mas kamu itu kapan pulangnya?" sekarang Ibu yang menanyakanku.

"Kata dia sih hari ini, makanya Dee ambil cuti karena mau jemput dia," jelasku yang membuat Ibu dan Buk Wen manggut-manggut.

"Nah, urusan makan malam biar aku aja yang tanganin," kataku lagi yang membuat Ibu dan Buk Wen menatapku.

"Enggak usah!" tolak mereka berbarengan yang membuat aku kesal.

"Kenapa? tadi aku diejek karena enggak pernah masak buat Masku?" gerutuku kepada mereka berdua.

"Nanti ada waktunya Dee. Iya, kan Bu?" kata Buk Wen meminta persetujuan Ibuku.

"Yaudah, kamu main-main aja sama Javi didepan sana," usir Ibuku saat aku ingin protes kepada Buk Wen. Mendengar itu aku mendengus kesal dan berbalik membawa Javi ke ruang tengah.

Di ruang tengah aku mendapati Chairul sedang menonton TV. Dia sedang menikmati masa liburannya dengan bermalas-malasan.

"Bang, lo enggak pergi keluar? gue liat lo dirumah terus," kataku saat meletakkan Javi di atas karpet lantai dekat dengan Chairul yang berbaring.

"Semenjak nikah, lo suka banget ngusir gue," katanya sarkastik.

"Bukan gitu, ya lo kan lagi masa liburan. Keluar kek, cari jodoh kek. Ini apa, mendem aja dirumah," omelku yang membuat dia memajukan mulutnya untuk mengejekku.

"Lagi enggak mood, Dee." Kata Chairul kemudian mengajak Javi berbaring disebelahnya.

Diantara semua abangku, cuma Chairul yang masih sama saja. Tidak ada perubahan. Suka berganti mobil, apalagi pacar. Masih ingat dengan Mira? iya dia sekarang sudah menjadi tunangan Anwar. Tiga bulan lagi mereka akan menikah. Kalau Abdul masih betah dengan putus-nyambung dengan Olla.

Dia adalah Budimanku (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang