Kemarahan Budiman

684 55 0
                                    

Setelah malam itu, Budiman tidak mau berbicara kepadaku. Dia masih marah karena aku memeluk laki-laki lain. Sudah seminggu aku tidak bisa kemana-mana. Dengan marahnya Budiman maka hancurlah harapanku untuk pergi keluar bersama teman-temanku.

Ayah tidak akan mengizinkanku pergi sendirian, dan abang-abangku juga sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Jika, mengharapkan mereka bisa menunggu sampai kiamat!

Misalnya sekarang, aku ingin ke Mall untuk mencari gaun untuk pesta ulang tahunku yang ke-22. Dan aku tidak bisa pergi karena Ayah sama sekali tidak mengizinkan. Padahal, aku tidak mengendarai mobil sendirian, ada Pak Satria yang menyupiriku.

Aku mencoba menghubungi Abdul, karena dia yang paling bisa diandalkan dan juga mempunyai waktu yang banyak. Dia adalah bos di perusahaannya sendiri. Perusahaannya menjual belikan mobil bekas, jadi bahasa kasarnya dia adalah agen mobil bekas.

"Bang, lo dimana? Temenin gue ke Sun dong? Budi masi marah sama gue," kataku setelah panggilan ke Abdul tersambung.

"Aduh Dee, gue gak bisa. Lagi makan sama cewek gue," kata Abdul sambil meringis.

Sialan!

"Coba deh, lo telepon Anwar. Ini kan jam makan siang," katanya memberi saran.

"Ah! ogah gue, gila aja bawa polisi ke Mall. Mendingan gue sama Norman," protesku. Jujur, aku memang tidak terlalu dekat dengan Anwar. Dia adalah abang paling dingin dan kaku. Pekerjaannya yang sekarang sangat tepat untuknya.

"Yaudah, coba deh lo telepon Norman. Semoga dia enggak ada jadwal operasi sekarang," kata Abdul ikut frustasi.

"Elo aja gak bisa bang? gak bisa apa urusin adik lo ini dari pada cewek lo itu?" aku berusaha memohon dengan suara memelas.

Aku mendengar dia menghela frustasi, "yaudah, tunggu gue dirumah."

Senyumku langsung mengembang, dan aku menjadi semangat kembali. "Oke!"

----

Sekarang aku sudah dibutik langgananku, Abdul terpaksa menemaniku dan membawa kak Gita, pacar baru Abdul. Kebetulan, abang-abangku belum ada yang menikah, walaupun mereka masing-masing memiliki pasangan, kecuali Anwar.

Sebenarnya Anwar pernah hampir menikah dengan Kak Shandi. Namun, nasib Anwar yang tidak ditakdirkan melangkahi abang pertamaku Norman, dia tidak jadi menikah karena, Kak Shandi ketahuan selingkuh dengan sahabat bang Anwar sendiri. Maka dari itu, bang Anwar sampai sekarang masih menjomblo.

"Acaranya minggu depan ya, Dee?" tanya kak Gita yang membantuku memilihkan gaun. Sedangkan Abdul duduk disofa sambil bermain ponsel untuk hiburannya.

"Iya, Kak. Kak Gita dateng ya?" kataku ramah. Sebenarnya Gita itu dibawahku satu tahun. Tapi, karena dia adalah pacar abangku jadi aku wajib memanggilnya dengan sebutan kakak.

"Duh, berasa tua banget gue. Panggil aja Gita, Dee," ucapnya mengkoreksi. Aku membalasnya dengan senyuman geli.

Tidak terasa sudah dua jam memilih gaun, akhirnya keputusan jatuh kepada gaun hitam backless yang jatuh sampai kaki dengan manik-manik disekitar dada. Aku tau ini sangat terbuka dibagian belakang, tapi ini adalah pestaku dan akulah ratunya.

Dan akhirnya Abdul bisa melepaskan nafas lega karena sudah lepas dari menunggu para perempuan belanja.

"Abis ini lo mau kemana bang?" tanyaku ketika sudah keluar dari butik.

Abdul menatapku sinis, dia tau aku belum mau pulang dan masih ingin jalan-jalan.

"Yah, ngantarin lo pulang terus gue mau jumpa client," ucapnya sinis.

Dia adalah Budimanku (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang