Bagian 6

12.8K 1K 42
                                    

Sorry for typo 😧

Happy reading 💕


Altan kembali terbagun dari tidurnya dengan nafas terengah-engah, mimpi itu kembali datang bahkan lebih sering datang akhir-akhir ini. Altan masih diam di atas peraduannya dengan tatapan sulit diartikan, entahlah akhir-akhir ia ia sering bertemu dengan Zaina dan kadang memikirkannya padahal dirinya sudah berusaha agar tak bertemu dengan istrinya itu.

Ia hanya tak ingin masa lalu yang coba ia kubur dalam-dalam kembali menyeruak ke permukaan jika dirinya beretmu dengan Zaina.

Pagi itu persia nampak sibuk, para pelayan terlihat hilir mudik menata ruang makan, aula istana dan taman-taman yang berada di lingkungan istana. Hari besar akan segera mereka rayakan, penobatan sang permaisuri Persia siapa lagi jika bukan Zaina.

Altan tampak duduk bosan di singasananya sambil mendengarkan ocehanSutan tentang peraturan penobatan permaisuri di Persia, padahal Sutan sedari dirinya bangun tidur sudah berbicara mengenai hal yang sama tapi sepertinya mulutnya tak pernah bisa berhenti. Alatn berdecak kesal

Altan menyoba mengabaikan Sutan dengan menyibukan diri melihat ke sekelilingnya, dirinya menyeringai senang saat netranya tak sengaja melihat seorang pelayan berbaju merah yang nampak sibuk dengan porselen-poreselen yang di lapnya.

“Kau!” Altan sedikit berteriak memanggil si pelayan yang masih setia melap porselen tanpa menghiraukan terikan si majikan

“Ckk.. Hey baju merah” dan si pelayan masih diam tak mengubris panggilan pria di belakangnya

“Ayse Selma, kemari kau”

Ayse menghembuskan nafas kasar, percuma dirinya mati-matian mengabaikan panggilan si Raja gila itu jika akhirya dirinya harus kembali berhadapan dengan nya.

Ia lupa jika si ‘Gila’ itu selain berlaku semena-mena, dirinya juga punya seribu akal, licik lebih tepatnya.

“Hormat hamba Yang Mulia” Ayse membungkuk hormat didepan Altan yang masih mneyeringai menjengkelkan di singasananya.

“Kau tuli? Aku sudah memanggilmu berkali-kali”

“Hamba pantas mati Yang Mulia, mohon ampun”

“Sudahlah, sekarang ikut aku”

Ayse pasrah ketika Altan berdiri dari singsananya dan berlalu pergi diikuti dirinya dengan perasaan jengkel.

Sutan masih berdiri di tempatnya menyaksikan apa yang dilakukan majikannya, ‘Selma’ nama yang tak asing baginya.

Padangannya berubah menjadi tajam pada punggung pelayan yang mengikuti majikannya, ia tak mau kejadian bertahun-tahun lalu kembali terulang di Persia.

Dirinya harus segera menyingkirkan perempuan itu jika masih ingin Persia damai.

.......................................

Zaina tampak diam di peraduannya dengan pikiran menerawang kemana-mana. Batinnya berperang sangat keras, tidak tahu apa yang diinginkan.

Lima bulan lamanya dirinya berada di Istana megah Persia, Zaina nyaris tak pernah tahu apa perbedaanya setelah menikah. Kecuali kepindahannya ke Persia dan menyandang gelar Permaisuri Raja.

Altan tak pernah bisa ia gapai, Zaina tak ingin membohongi dirinya jika dia harus di suruh menganggap bahwa dia bisa berada di samping Altan sebagai istri, bisa mengembalikan Altan seperti semula. Nyatanya itu hanya bualan omong kosong kelekarnya dulu

Haruskah Zaina diingatkan jika tidak karna pernikahan, mungkin Altan tak akan pernah mengenalinya lagi, dan itu menyakitkan.

Sudah waktunya sadar dari mimpinya, bahwa selamnya Altan tak pernah bisa ia gapai. Pria itu telah memebri pertanda besar jika pernikahan ini memang tidak berati apa-apa selain mengamankan tahtanya mungkin. Tidak pernah ada kesempatan membuat Altan jatuh cinta padanya.

Harusnya ia sadar

Ia tahu

Dan ia tak usah berharap lagi

“Yang Muia”

Zaina tak ingin beranjak dari pikirannya, suara pelayan juga tak membuatnya terusik dari lamunannya.

“Yang Mulia Raja datang”

Zaina merasa aliran darahnya bekerja dengan cepat memompa jantungnya, yang sekarang suda bekerja tak karuan. Pria yang sejak tadi sudah berada di lamunanya membuat Zaian mau tak mau melirik ke arah segerombolan pelayan dan pria yang sejak tadi menjadi pusatnya. Hanya Tuhan dan dirinya yang tahu bhwa Altan begitu berdampak besar pada kehidupannya

Zaina seakan tak bisa mengendalikan bagian tubuh yang menghianatinya, dirinya beranjak. Bahkan dirinya tak sadar dengan gaun tidur tipis yang saat ini ia gunakan sedari pagi. Pikirannya berubah tumpul jika berhadapan dengan prianya

Zaina kembali berharap.

Gumapalan yang sejak tadi menyesakan dadanya kini hilang entah kemana, bahkan dengan bodohnya dirinya menarik segaris senyuamn di hadapan Altan. Zaina lagi-lagi di hianati tubuhnya yang kini telah bersorak bahagia

Demi Tuhan, Zaina merindukannya

“Altan”

Zaina tak bisa menahan perasaanya, semua orang tahu dirinya wanita bodoh dan keras kepala. Tapi sebentar saja dirinya ingin menjadi egois terhadap prianya, ia ingin memilikinya.

.........................

Altan terdiam merasakan sesuatu yag aneh pada dirinya, lebih tepatnya pada ego jantungnya yang sekarang sedang bertalu-talu setelah mendengar suara lirih wanita yang dihindarinya. Altan bisa merasakan pelukan erat Zaina pada pingangnya yang seakan mengisyaratkan bahwa dirinya tak di perbolehkan pergi.

Altan membenci isyarat itu, Altan juga membenci pikiran dan tubuhnya yang lagi-lagi tak sejalan bila berhadapan dengan Zaina. Altan ingin menghindar sekarang, tapi tubuhnya diam membiarkan pakainnya basah oleh isak tangis Zaina pada bagian dadanya.

Altan tak bisa seperti ini, dirinya tak boleh membiarkan Zaina terus terlarut. Atan melepaskan pelukan Zaina dan beranjak pergi keluar dari peraduan istrinya.

Di saat pikirannya menentapkan bahwa perempuan Turki itu yang telah membuat dirinya jatuh, membuat hidupnya kembali di isi tawa dengan kecerobohan dan ucapanya yang tajam.

Setidaknya saat ini hdiupnya sudah berwarna dengan kehadiran Ayse dan ia tak ingin warna itu kembali pudar jika ia terus berdekatan dengan Zaina.

Dirinya labil, ia tahu itu. Tapi pikirannya hanya untuk Ayse dan tubuh yang selalu menghiantainya juga ia akan usahakan hanya untuk Ayse, perempuan ketus yang selalu mewarnai harinya.

“Yang Mulia”

“Thabit kau sudah pulang, ayo kita keruanganku”

Dan Altan berlalu diikuti Thabit yang setia mengekorinya.

...................................

Kathab melihat kesekilingnya dengan pandangan waspada, setelah dirinya berhasil bebas berkat bantuan seorang kasim tua yang terus merecokinya tentang Ayse akhirnya ia di bebaskan juga.
Setelah berbualan-bulan lamanya tak menghirup udra luar akhirnya Kathab bisa meghirupnya. 

Kembali pandangannya mengitari sekitar pintu utara yang di tujukan oleh si kasim tua untuk kabur, dan setelah di rasanya aman Kathab segera beralari keluar istana dengan pakain pelayan yang di berikan si kasim tua.

Ia akan kembali kesini untuk menyelamtakan Ayse, tapi untuk saat ini ia harus kembali ke Turki untuk memberi tahu ayahnya bahwa Ayse sedang di sekap oleh par iblis Persia.

Kathab segera berlari sekencangnya menuju pelabuahn yang akan membawanya ke daerah Libya yang berbatasan langsung dengan Turki.

Kathab harus segera sampai sesegera mungkin ke tanah kelahiranya, Turki. Bahkan persia mengutus Sparta untuk membumi hanguskan Turki, dari yang ia dengar saat prajurit Persia birbincang bincang sambil melewati tahannya.

Persia memang kejam, mereka tak perah pandang bulu pada siapapun yang menjadi incarannya.

Dan ia harus segera bertemu dan membicarakan semua itu pada ayahnya, Panglima Jallen.

*****

Beautiful cover from @raadheya 💕

DETERMINATION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang