"Mini ...! Bangun, Mini!" Tuan Nico mendekap erat sang putri.
"Sayang ... bangunlah, Nak! Mini, kami sayang kamu." Nyonya Dita mengelus pipi gadis mungil.
Pasangan suami istri itu mendobrak pintu kamar lalu mendapati anaknya pingsan di lantai. Mereka menyiapkan ramuan untuk menyadarkan Mini. Beberapa jam kemudian, mata biru terbuka. Tubuhnya yang sangat lemas sedang sakit. Itu karena ia tidak mau makan selama dua hari.
Mini melihat sekeliling dengan pandangan berkunang-kunang. Tidak ada sosok pangeran tampan di sana. Hanya kedua orang tuanya yang berwajah cemas. Hatinya kembali pilu. Rupanya ia cuma bermimpi. Semua yang telah ia alami seperti tidak nyata. Apalagi pertemuan dengan sang pangeran bagaikan dongeng belaka.
"Ayo ... makanlah, Sayang!" Tuan Nico mengambil semangkuk sup.
"Sini, Ibu suapi ya!" Nyonya Dita menyodorkan sesendok ke mulut putrinya.
Terpaksa Mini membuka mulut karena perutnya perih. Tentu ia kelaparan. Namun, nafsu makannya berkurang. Beberapa sendok kemudian ia berhenti mengunyah. Ditutup mulutnya dan terdiam. Ia melamun di atas ranjang sambil matanya menerawang ke luar jendela.
Sore hari ketika Isda pulang sekolah, ia coba menghibur kakaknya. Tetapi gagal. Mini belum mau tersenyum sama sekali. Duka masih menyelimuti wajahnya.
"Kak Mini, ayo ceria lagi! Nanti bunga-bunganya layu kalau kamu sedih," hibur Isda. Ia meletakkan vas bunga di atas meja kamar.
"Kamu nggak tahu apa-apa, Dik Isda! Aku nggak mau berurusan lagi dengan bunga! Buang aja bunga itu!" bentak Mini lalu melempar vas.
"Pyaaarrr ...!"
Isda terpaku menatap vas yang hancur berkeping-keping di lantai.
"Kak Mini?"
"Kamu ingin tahu perasaanku? Seperti vas yang hancur itu!" Mini kembali menangis. Ia meringkuk di bawah selimut.
Setelah membersihkan pecahan vas bunga, Isda pun pergi dari kamar Mini. Ia tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk mengembalikan kakaknya seperti dulu.
***
Lima hari kemudian, Arga sudah sampai di Istana Stepa. Ia siap bertugas lagi. Meski hatinya kecewa karena lamaran ditolak, ia mengalihkan pikiran untuk fokus pada pekerjaan. Teman-teman pengawal tidak bertanya karena Arga tidak jujur pada mereka. Sebelum berangkat, ia hanya berkata bahwa kepergiannya ke Desa Ravel untuk mengantarkan sahabat. Memang tidak salah. Mini adalah sahabatnya. Namun, ia malu mengakui rasa cinta pada gadis abnormal itu.
Tanpa disangka oleh Arga, seseorang bertanya di taman istana.
"Bagaimana urusanmu dengan Mini?" Pangeran Vrizy--melihat Arga sudah datang di istana--segera menghampirinya.
"Oh, Pangeran?" Arga terkejut sebentar, lalu menenangkan diri. "Saya ... melamar Mini, tapi ditolak oleh orang tuanya."
"Oh ya? Kenapa?" Tatapan Pangeran Vrizy penuh selidik.
"Kata orang tuanya, Mini tidak bisa tumbuh normal jadi dewasa. Dia tidak bisa menikah."
"Sangat disayangkan! Tapi, Arga ... pernahkah kamu melihat wujud dewasa Mini?" bisik Pangeran Vrizy.
Pengawal itu memandang heran pada pangeran. "Apakah ... Pangeran juga pernah melihatnya?"
Pangeran mengangguk.
'Pantas saja! Pangeran Vrizy pasti mencintai Mini!' batin Arga.
"Lalu, kalian tidak jadi menikah kan? Kenapa Mini tidak kembali bekerja ke istana ini?"
![](https://img.wattpad.com/cover/102091496-288-k658378.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mini Princess (Telah Terbit)
FantasíaDi Desa Ravel, hiduplah Mini Vian. Gadis kecil dengan rambut berwarna emas. Wajah cantik dan tubuh mungilnya setara anak usia lima tahun. Siapa sangka, sesungguhnya ia telah berusia dua puluh tahun. Ia sangat disayangi oleh keluarga, serta dua sahab...