1

90 9 4
                                    

"Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung."

|||

Langit mendung makin membuat pemuda yang duduk di pojok belakang kelas mengantuk. Lihat saja ia sudah menjadikan tas ransel tipisnya sebagai bantal. Guru belum datang. Kemungkinan memang tak datang karena semalam penuh hujan melanda Jakarta. Beberapa lokasi terendam banjir hingga menyebabkan macet parah. Bahkan beberapa kendaraan umum tak dapat beroperasi dengan semestinya.

Kembali, pemuda itu menguap. Matanya terbuka sedikit, mengintip langit mendung yang sejuk. Awan kelabu memenuhi langit. Bahkan sesekali terdengar guntur yang cukup keras. Masa bodoh soal itu. Ia tak suka apapun yang ada di sekolah.

Bruk!

Suara buku yang sengaja digebrak dan meja sebelahnya cukup membuatnya tahu siapa pelakunya. Pasti dia.

"Kenapa kau selalu tidur di kelas? Memangnya tak ada kegiatan lainnya?" Suara perempuan itu persis seperti dugaannya.

Pemuda itu mendesah kesal. Gadis itu selalu bisa mengganggunya. Ia menegakkan tubuhnya lalu menatap gadis yang sudah melipat tangannya di dada. "Aku sudah pernah bilang. Aku tak pernah suka sekolah umum seperti ini," jawabnya dengan santai.

"Setidaknya kau bisa bergaul dengan teman sekelasmu, Ivan."

"Tak tertarik."

Gadis itu mendesah kesal. Sikap macam apa itu?! Lihat, pemuda itu bahkan kembali pada posisi nyamannya tadi. Membuatnya jengkel setengah mati.

"IVAN!!"

"Apa lagi?" tanya Ivan dengan malas. Gadis itu selalu mengajaknya berdebat.

"Pernah dengar, kan? Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Setidaknya kau mematuhi dan mengikuti peraturan. Bukannya berlaku seenaknya begitu!"

Ivan hanya memberi gumaman tak jelas sebagai jawaban. Ia malas berdebat dengan gadis keras kepala ini.

"IVAN!!!"

|||


Istirahat kali ini Ivan memilih menuju perpustakaan utama. Sekolahnya merupakan sekolah swasta dengan fasilitas cukup lengkap. SMA Bela Nusa memang tak terlalu terkenal namun cukup nyaman untuk kegiatan belajar-mengajar.

Entah kenapa hari ini Ivan ingin sekali ke perpustakaan. Ia tak pernah ke tempat macam itu selama bersekolah di sini. Tempat itu menurutnya membosankan karena hanya ada buku dimana-mana. Tapi hari ini berbeda.

Seolah ada yang membuatnya tertarik ke tempat penuh buku itu. Bahkan ia mengambil sebuah buku. Buku bersampul coklat tua itu sudah kusam. Kertasnya juga mulai menguning.

Tapi ia tertarik.

Entah kenapa ia begitu tertarik pada buku itu. Seolah ia begitu penasaran dengan isi bukunya. Tapi, ia malas. Ia tak suka sesuatu yang berat seperti buku besar itu. Jadi ia hanya membaca sampulnya lalu melihatnya sekilas dan mengembalikannya. Ia memutuskan pergi ke kantin untuk menenangkan pikirannya.

Sekolah itu membosankan, pikirnya. Namun entah kenapa pikirannya selalu tertuju pada buku tua itu. Kenapa juga dirinya yang menemukannya?

Ah, masa bodoh. Toh ia tak akan kenapa-kenapa hanya karena menemukannya, kan?

"Alur takdirmu sudah mulai terukir sejak kau menyentuhnya."

|||

Bersambung....

PentalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang