2

67 8 5
                                    

"Lain padang, lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya."

|||

Ivan terbangun dengan peluh yang mengucur deras. Napasnya memburu. Mimpi mengerikan itu terus berulang belakangan ini.

"Bumi hancur oleh letusan hebat sebuah gunung. Langit yang cerah seketika kelam. Petir bergemuruh memenuhi cakrawala. Hujan abu menutupi seluruh daratan. Gelombang laut setinggi Monas meluluh lantakan para pencakar langit."

Ivan berusaha mengatur napasnya. Kembali ia teringat buku tua yang seminggu lalu ia temukan di perpustakaan sekolahnya. Apa sebaiknya ia membacanya? Kenapa buku itu bisa begitu menarik? Padahal ia tak suka buku. Belajar juga hanya membuat rangkuman yang lebih banyak gambarnya.

Ya, mungkin memang harus begitu.

Ia harus menemukan buku tua itu.

|||

"Tidak ada?"

Alis Ivan berkerut dalam. Ia yakin buku tua itu ada di sini. Teori di rak buku paling ujung yang jarang dijamah. Letaknya juga sulit dijangkau. Tingkat ke dua dari enam tingkat yang hanya bisa dicapai dengan naik kursi. Bahkan debu seminggu lalu juga masih ada.

Lalu ke mana buku itu pergi?

"Tumben kau datang ke perpustakaan."

Suara gadis itu mengagetkannya. Ia melirik sumber suara itu. Benar, dia adalah gadis yang selalu saja menginterupsi kegiatannya di sekolah.

"Kenapa? Masalah?" tanya Ivan. Ia turun dari kursi dan mengembalikan posisinya.

"Aneh. Kau tak suka tempat macam ini."

"Ya. Karena aku bukan kutu buku seperti kau, Marie."

"Apa salahnya jadi kutu buku?"

Pemuda itu menatap lekat Marie. Tatapannya yang polos membuatnya terlihat berbeda. Alisnya berkerut, seolah ingin marah namun kebingungan. Ivan hanya menghela napas lalu meninggalkan gadis yang masih bingung itu. Namun tak lama kemudian gadis itu menyusulnya, lengkap dengan serentetan ocehan.

"Hei, jawab! Apa salahnya jadi kutu buku? Seperti pepatah. Lain padang, lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya. Lain orang lain kesukaannya, kan?"

"Ya, ya. Terserah kau."

"Ivan!"

|||

Sepulang sekolah ia malah merasa sangat lelah. Ia sudah mengelilingi satu sekolahan hingga ke gudang hanya untuk sebuah buku. Ia penasaran. Ke mana buku itu pergi? Memangnya ada orang lain yang menemukannya?

Rasanya ia kesal sendiri. Hingga setibanya di kamar ia melempar tasnya ke lantai. Tak peduli akan isinya yang tumpah begitu saja. Beberapa buku bahkan sampai keluar dan masuk ke kolong. Entah kolong kasur atau pun kolong meja.

"Aduh!"

Tunggu. Apa ia baru saja berhalusinasi? Mungkin saja karena kelelahan mencari buku itu telinganya jadi tak beres. Ya. Bisa sa--

"Sial. Buku ini besar sekali!"

Siapa itu? Ivan seketika was-was setelah sadar bahwa itu bukan halusinasi. Jangan-jangan ada pencuri. Ia mengambil benda panjang apa pun yang ada di dekatnya. Ah, dapat. Raket bulu tangkis. Lumayan untuk memukul.

Di saat yang sama ia takut. Bagaimana jika itu penjahat bersenjata?

"Kau ini tak bisa mengatur emosimu dengan baik, ya?!"

Tak lama muncullah sesosok makhluk mungil dari kolong meja. Wujudnya mirip manusia. Ia kecil, mungkin hanya sebesar  kepalan tangan. Daun telinganya runcing. Untungnya ia tak terbang.

Argh, apa pun itu, nyatanya ini masih lebih masuk akal jika hanya sebuah halusinasi. Tak mungkin makhluk sekecil itu nyata, 'kan? Memangnya ini negeri dongeng yang punya sihir?

"Hei, kau! Tidak sopan menatap orang tua seperti itu!" ucapnya dengan ketus.

Suara itu menyadarkannya bahwa ini bukan halusinasi. Tapi tunggu. Orang tua dia bilang? Ia tak yakin. Wajahnya seperti anak-anak. Apa lagi suaranya yang agak cempreng membuat Ivan sulit mengenali jenis kelaminnya.

"Aku laki-laki tahu!"

Sepertinya ia akan terlibat masalah. Wajah makhluk itu merah, tanda ia kesal setengah mati. Ia berlari dengan cepat dan melompat ke sana-kemari menuju meja belajarnya dengan lincah. Wow, tubuh mungil itu sangat lentur dan lincah.

"Namaku Kun. Aku diutus untuk mendampingimu."

Apa lagi ini?!

|||

Bersambung....

|||

Pesan Author: maaf jika dua bab ini sedikit sekali. Aku belum punya banyak waktu untuk mengetik panjang. Jadi, ya seperti ini. Tolong maklumi, ya.

PentalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang