"Kebahagiaan yang sempurna adalah ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan tetapi tanpa melukai orang lain."
|||
Marie mulai terbiasa bergerak dalam air untuk menghindari serangan buaya putih itu. Berulang kali ia menggerutu. Semakin jauh menyusuri sungai, semakin keruh airnya. Kotor, berbau tak sedap, dan ada sampah di mana-mana.Pecutan air melesat kearahnya. Kembali ia menghindar dengan cepat. Disusul Kun yang melancarkan serangan beruntun pada buaya putih. Lagi-lagi buaya itu dapat menghindari dengan mudah. Tubuhnya benar-benar menguntungkan makhluk besar itu.
Marie dan Jun menyerang bergantian dan beruntun. Bahkan hingga tenaga mereka hampir habis pun tubuh buaya itu masih tak tergores sama sekali. Keras sekali kulitnya. Apa-apaan makhluk itu?
"Menyerah, hah?" ejek reptil raksasa itu.
Reptil itu masih menyerang dengan peluru-peluru air. Tanpa sadar Marie dan Kun dibawa menuju hulu sungai yang makin kotor. Marie tak suka pemandangan ini. Kenapa manusia begitu tega mengotori bumi?
Kemarahan Marie menyulut kekuatannya untuk bangkit. Tanpa Marie sadari, ketika ia mengayun tombak untuk menyerang reptil itu hempasan airnya berubah. Seolah airnya merupakan bilah pisau melengkung yang tajam dan banyak. Kabar baiknya itu bisa melukai si reptil. Tepat ketika lengah, Marie kembali mengayunkan tombaknya untuk membentuk jeruji dari es yang begitu keras untuk mengurung buaya itu.
Akhirnya si reptil tak dapat bergerak lagi.
Marie dan Kun segera menghampirinya.
"Kejadian bagus," puji Kun.
"Kenapa kau tidak membunuhku saja? Seperti yang manusia-manusia itu ingin lakukan!" seru buaya itu.
"Kau tahu? Kebahagiaan yang sempurna adalah ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan tetapi tanpa melukai orang lain. Maaf aku melukaimu."
Si reptil terdiam. Apalagi ketika Marie membuat air yang sudah tersaring bersih menutupi seluruh luka. Setelahnya, luka itu lenyap.
"Kenapa kau menyembuhkanku?" tanya si Buaya.
"Kau makhluk hidup yang juga ingin hidup, kan?"
Stelah terdiam cukup lama, tubuh reptil itu bercahaya terang. Kemudian sosoknya berubah jadi wanita yang begitu cantik. Tubuhnya berbalut sutra berwarna gading yang indah.
"Aku tak punya nama. Kalian bisa memanggilku apa saja. Akan aku antar klaian mengambil relik selanjutnya."
"Um ... Bati?" usual Marie.
"Apa pun maumu, Mungil."
Mereka menyusuri sungai hingga sampai di titik paling ujung dan sepi. Perlahan mereka keluar dari air. Di salah satu sudut tepian sungai terdapat batu kali pipih dengan ukiran lingkaran. Mirip yang ada di tepi Danau Toba dan Gunung Krakatau. Tapi yang ini terdapat gambar-gambar hewan lucu.
"Ini akses teleportasiku," ucap Bati. Ia meminta Marie dan Kun untuk berpegangan tangan dan membentuk lingkaran kecil dengan batu tadi sebagai pusatnya. "Bersiaplah."
Wrerttt!
Mereka menghilang.
|||
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Pentalik
Fantasy"Kamu sudah terpilih. Kamu tidak bisa menolak!" Ivan, siswa pemalas yang tinggal di ibu kota merasa hidupnya tak akan sama lagi. Sejak makhluk kecil itu muncul di kamarnya, ia sudah terhubung otomatis dengan garis takdir luar biasa untuk menyelamatk...