Chapter 8: Terbukanya Corundum

209 51 7
                                    

Waktu kian bergeser. Petang telah diseret malam yang menggantikannya. Langit begitu murung seakan sedang bersedih. Tak lama kemudian hujan pun mengirimkan pasukannya menyerang kota. Seluruh kota dikuasai serdadu air yang membasahi atap-atap rumah, dedaunan, rerumputan, aspal jalan, dinding-dinding beton, gang-gang sempit, hingga lorong-lorong gelap yang tak terjangkau sekali pun. Kaca-kaca jendela rumah Riki dipenuhi titik-titik air. Bunda tengah membereskan piring-piring kotor bekas makan malam. Om Dony segera mengajak Riki ke kamar.

Sepulang bermain tadi Riki sempat mengemasi peralatan kemahnya ke dalam tas ranselnya untuk besok pagi. Rencananya ia akan berkemah di Cibodas bersama rombongan ekskul The Scout, gerakan kepanduan yang diikutinya di sekolah. Atlanta, Rhean, dan Nia juga ikut serta dalam rombongan itu. Atlanta dan Rhean memang dua sahabat yang tak terpisahkan baginya sejak ia masuk SMA. Apa lagi Nia. Gadis lugu itu sudah sangat dekat dengannya sejak mereka masih TK.

“Elo udah siap?” Om Dony mengeluarkan batu pusaka hitam dari kantung celananya.

Riki langsung duduk bersila di atas karpet kamarnya. Om Dony segera mengikutinya. Mereka duduk tegak saling berhadapan. Telapak tangan kanan Riki merapat dengan telapak kiri Om Dony. Di sela-sela kedua telapak tangan itu terdapat batu emerald milik Riki yang mereka himpit. Sementara telapak tangan kiri Riki dirapatkan dengan telapak tangan kanan Om Dony, di mana batu black oval milik Om Dony dihimpit. Keduanya segera memejamkan mata mereka. Riki memusatkan pikirannya ke alam dunia mimpi. Seketika muncullah pusaran gelombang yang membawa mereka berputar-putar.

“Om, pegangan!” tangan Riki menggapai-gapai tangan omnya.

“Aaa…” Om Dony tampak kesulitan meraih tangan Riki. “Susah banget, Rik!” teriaknya.

“Raih tangan gue, Om!” Riki mencoba agar tidak terseret pusaran gelombang.

“Rik, kepala gue pusing!” Om Dony memegangi kepalanya dengan sebelah tangannya. Sementara tangannya yang lain masih berusaha meraih uluran tangan Riki.

“Ayo Om, tinggal sedikit lagi!” Riki masih menggapai-gapai tangan Om Dony.

“Eergh…” Om Dony kepayahan meraih tangannya.

“Sedikit lagi!” Riki terus berusaha. Tetapi pusaran gelombang itu semakin dahsyat. Riki terbawa jauh ke dalam pusaran. Sedangkan Om Dony tertinggal di belakang.

“Om Dony…!” panggilan Riki semakin samar.

BRUGH!

Terdengar suara berdebum saat tubuh Riki terjatuh ke tanah. Hanya dalam sekejap begitu ia tersadar, pakaiannya telah berganti menjadi jubah hijau ksatria bintang. Cahaya matahari membelai lembut wajahnya. Kelopak matanya segera terbuka perlahan. Kepalanya sedikit pusing, tetapi batu emerald di tangannya membantu memulihkan keadaannya. Ia terjaga di tengah tanah lapang yang dipenuhi rerumputan ungu. Apakah itu sebuah sabana?

Callista dan Badudu sedang duduk mengamati keadaan di sekitar mereka. Kelihatannya mereka juga baru saja siuman sama halnya dengan dirinya. Ini pasti lanjutan kejadian di mana Riki, Callista, Badudu, dan juga Putri Gardenia berhasil memasuki Zona Arteal Corundum yang dibukakan oleh Zid. Tetapi di manakah Putri Gardenia dan dua ekor pegasus mereka? Zid dan Thor tidak ada bersama siapa pun. Hey, lalu ke mana Om Dony? Bukankah baru saja Riki kembali ke dunia mimpi membawa omnya itu?

“Ini… Ini dunia mimpi kan? Lihat langit di sana itu! Itu adalah langit dunia mimpi sebelum dikuasai kegelapan!” Badudu berdiri berputar-putar memandang sekelilingnya penuh takjub. Dikuceknya kedua matanya tidak percaya. Rasa gembiranya meluap-luap melepas kerinduan.

“Itu aurora borealis kan? Apakah ini di kutub utara?” pikir Riki.

“Ini adalah dunia mimpi sebelum diserang oleh Darkus!” Callista membenarkan perkataan Badudu.

Ksatria BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang