Chapter 11: Penculikan Viral

170 47 12
                                    

Hai...
Cerita ini sudah dicetak menjadi buku. Segera dapatkan ya...

Bis yang mengantar rombongan The Scout menuju perkemahan begitu padat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bis yang mengantar rombongan The Scout menuju perkemahan begitu padat. Terdapat lima bis yang mengantar kepergian mereka. Rhean sengaja memilih duduk di sebelah Riki guna menghindari pertengkaran dengan Atlanta. Sementara Atlanta duduk di belakang bersama Callista. Terlihat dari jendela, Nia berada di bis sebelah. Ia mengibas-ngibaskan tangannya kepada Riki dan Rhean begitu riang. Ia duduk bersama kakak pembina yang tak lain adalah Theodore. Wajah Nia tampak berseri-seri menimbulkan kecemburuan pada raut wajah Callista. Sebelah tangan gadis lugu itu mengangkat tinggi sebuah ponsel. Tunai sudah keinginannya berfoto bersama sang peri yang dikaguminya.
"Menurutmu, apakah Atlanta adalah ksatria bintang yang sedang kita cari?" bisik Rhean di telinga Riki.
Riki mengedikkan bahu. Ia tidak yakin akan hal itu. Dunia terasa begitu sempit seandainya Atlanta adalah benar-benar seorang ksatria bintang. Sejenak kemudian pikirannya teralih kepada Alan. Remaja itu, apakah dia juga murid di sekolah yang sama dengan Riki? Melihatnya bersama Theodore, bisa dipastikan kalau ia memang teman satu sekolahnya. Tetapi apakah ia mengenalnya selama ini?
Akhirnya mereka tiba di perkemahan. Theodore segera mengerahkan semua peserta untuk berbagi tugas mendirikan tenda, mengumpulkan kayu bakar, menyiapkan makan siang, menimba air untuk mencuci, dan lain sebagainya. Semua peserta tampak sangat bersemangat. Riki, Rhean, dan Atlanta mendirikan tenda mereka bersama dua orang teman lainnya yang satu kelompok dengan mereka. Di kejauhan seseorang terlihat sedang mengamati mereka. Kalau tidak tertangkap mata oleh Rhean, orang itu tidak akan berhenti mengawasi mereka.
"Hai. Kau juga mengikuti perkemahan ini?" sapanya mengajak berjabat tangan.
"Siapa kau? Aku tidak mengenalmu!" ucap laki-laki itu dingin.
"Sudahlah, jangan berpura-pura! Kau Alan kan? Mau bergabung di kelompokku?" tawar Rhean.
Alan mendengus seraya memalingkan tubuhnya. Ia menolak tawaran Rhean dengan mengatakan bahwa dirinya adalah ketua kelompok lain yang sangat diperlukan oleh anak buahnya. Alan memang cowok populer. Ia dicalonkan menjadi ketua Majelis Perwakilan Kelas-sebuah organisasi pelantik anggota OSIS sekaligus pengawas kegiatan OSIS di sekolah-untuk periode mendatang.
Langkah Alan terhenti saat Theodore memanggilnya. "Kau kupindahkan ke kelompok Riki karena jumlah peserta di kelompokmu melampaui kapasitas!" terang sang pembina seraya menyerahkan barang-barang bawaan pemuda congkak itu. Alan belum sempat menyatakan gugatan protesnya karena tidak ingin bergabung dengan Riki, semua barang itu sudah dibawa masuk oleh Rhean lebih dulu ke dalam tendanya. Riki tersenyum memberikan sambutan selamat datang kepada Alan. Atlanta tersenyum sumringah karena tidak menyangka kalau mereka akan satu kelompok dengan seorang calon ketua MPK.
Di dapur umum Nia baru saja selesai memasak bersama Callista. Gadis lembut itu tak kunjung henti menanyakan apa saja mengenai Theodore, makanan apa yang disukainya dan yang tidak disukainya. Sungguh membuat Callista jengkel. "Elo kalo naksir kakak pembina, gak usah tanya macem-macem sama gue! Bisa kan tanya langsung sama orangnya?" sungutnya sebal.
Nia tercengang melihat reaksi peri cantik itu. Ia tidak ingat selama ini Callista sangat jutek padanya. Tapi Nia menganggap mungkin Callista bereaksi seperti itu karena Callista tidak ingin Nia menjadi dekat dengan Theodore. Hihi... Nia tersenyum sendiri. Ia yakin Callista sedang cemburu padanya.
"Nia, elo tahu gak sayur apa yang sering dimasakin sama Ibu Fatmawati selama hidupnya buat Presiden Soekarno?" entah sejak kapan Atlanta sudah berdiri di dekatnya. Kontan suaranya yang muncul tiba-tiba membuat Nia kaget setengah mati. Hampir saja ia menumpahkan kuah panas dari centong sayur yang baru saja diciduknya.
"JUPRIII..." teriak Nia melengking histeris membuat seisi perkemahan melirik ke arahnya. "Bisa nggak, kalo nanya tuh bukan soal kebiasaan orang-orang zaman dulu? Kita ini hidup di zaman sekarang! Bukan zaman purba kala, zaman sejarah, zaman Belanda, atau Romawi kuno!" imbuhnya lagi mencak-mencak membuat Atlanta bergidik ketakutan. "Jupri harus move on dong!" nasihatnya bijak.
"Oke deh, gue gak akan nanya-nanya lo lagi!" timpal Atlanta segera berbalik meninggalkannya.
"Tunggu!" cegah Nia sebelum langkah remaja usil itu semakin jauh. "Jawab dulu pertanyaan Nia sebelum Jupri pergi!"
Atlanta tercengang mendengar permintaan Nia. "Permen apa yang sering dimakan Ratu Elizabeth? Jupri nggak tahu kan? Silakan cari jawabannya! Kalo nggak ketemu, Jupri nggak bakal dapat jatah makan siang!"
Di kejauhan Rhean tertawa cekikikan bersama Riki setelah melihat Atlanta terbengong-bengong mendapat pertanyaan dari Nia. Mereka baru saja selesai merapikan parit buatan dan rak sepatu yang terbuat dari ranting-ranting kayu. Atlanta memelas kepada mereka agar membantunya mencarikan jawabannya.
"No way!" tolak Rhean mantap.

==**_00_**==

Malam api unggun berlangsung meriah. Semua anak menampilkan pertunjukan yang menarik. Tidak terkecuali kelompok Riki. Beberapa menit lalu Riki dan Rhean tampil duet memainkan gitar diiringi lagu yang sedang hits di sekolah mereka. Para gadis terpesona melihat penampilan mereka berdua. Sorakan dan elu-elu pujian tak kunjung henti menuntut keduanya untuk terus bernyanyi. Atlanta masih memberengut karena tadi siang ia gagal mendapatkan jatah makan siang dari Nia. Meskipun sebenarnya Riki sudah berbaik hati membagi kotak bekal yang dibuatkan Bunda Marina untuknya.
Suasana keriuhan api unggun semakin menjadi tatkala seorang remaja dari kelompok lain yang bernama Viral tiba-tiba maju ke tengah arena perapian. Semua orang mengenalnya sebagai kapten tim basket yang tidak lama lagi kedudukannya akan digeser oleh Riki. Beberapa waktu lalu ia telah mengundurkan diri dari klub basket karena mengalami cedera pada pergelangan tangannya. Semua orang amat menyayangkan keputusannya. Riki dan teman-temannya bahkan memberinya saran untuk beristirahat sementara waktu hingga luka di pergelangan tangannya sembuh.
"Wah, gue beruntung masuk sekolah ini. Di sekolah kita banyak banget cowok gantengnya. Gue ngerasa hidup di dalam Webtoon!" celetuk salah seorang gadis ketika melihat Viral maju mendekati perapian. "Tapi apa yang mau dilakuin Viral ya? Kayanya gak mungkin dia main instrumen. Tangannya kan belum sembuh total!" timpal Nia yang duduk di sebelah gadis tadi. Kedua bola matanya sempat terbelalak tatkala melihat sebuah cahaya berbentuk bintang pada dada remaja yang sedang berdiri di dekat perapian.
Remaja berperawakan tinggi proporsional itu mulai mengeluarkan suara. "Mungkin kalian semua bertanya-tanya, kenapa gue tiba-tiba maju ke tengah arena. Apakah gue akan menampilkan suatu pertunjukan seperti menari, menyanyi, berpuisi, atau bermain musik di sini. Jawabannya adalah enggak!"
Remaja itu terlihat mendadak gugup. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya entah karena kepanasan terlalu dekat dengan api unggun atau karena hal lain. "Pada malam yang istimewa ini, gue mau ngungkapin perasaan gue yang amat dalam sama cewek pujaan gue!" ungkapnya sedikit gemetar. Sepertinya ia sangat grogi dan sedikit malu.
Callista memerhatikannya sangat lekat. Tiba-tiba saja sejumlah gadis berseru kepada pemuda berwajah alim itu. "Tembak gue, Viral! Tembak gue!"
Viral tertawa renyah. Gaya tertawa yang terdengar sangat keren di telinga para gadis. "Cewek yang mau gue tembak buat jadi satu-satunya pacar dan calon istri masa depan gue adalah..." kalimat yang dilontarkannya mendadak terputus. Kerongkongannya tercekat. Lalu ia memandang sekeliling. Yang ia dapati hanya suara sorak-sorai para gadis yang meminta ditembaknya. Viral tampak kebingungan.
"Apakah kalian mendengar suara itu?" desisnya pelan menghentikan kegaduhan. Sejumlah orang berusaha memahami maksud perkataannya. "Suara aneh dari langit!" ia menengadah ke atas. Suasana mendadak hening. Semua orang turut mendongakkan kepala, mencoba menangkap suara yang dimaksud olehnya.
"Elo siapa? Elo di atas pohon ya? Turun dong! Please, jangan kacauin rencana gue!" teriak Viral memancing suara gaib yang telah mengganggunya.
"Viral, lo mesti cepet tidur! Lo mesti balik ke dunia mimpi buat ngelawan Darkus si ksatria kegelapan!" ucap suara misterius itu menggema di langit.
Tubuh Viral gemetar ketakutan. Tetapi semua orang yang berusaha menangkap suara misterius itu sama sekali tak mendengar apa pun. Hanya Riki dan Rhean yang berhasil menangkapnya. Pandangan Riki menoleh tertuju kepada Callista. Benar saja, gadis itu bangkit berdiri menghampiri Viral. "Elo udah gak punya waktu lagi!" Callista menarik tangannya keluar meninggalkan arena. Viral sedikit mengaduh kesakitan karena Callista menggenggam lingkar tangannya yang cedera.
"Hey, elo mau nyerobot Viral dari kita ya?" protes sekelompok gadis yang kesal melihat tindakan Callista.
Nia berdiri mematung begitu melihat Callista dan Viral berlalu di sampingnya. Riki dan Rhean berusaha mencegah karena acara belum usai. Sementara Alan melemparkan pandangan pada Theodore yang duduk beberapa meter di belakang kerumunan para gadis yang tadi memprotes aksi tindakan Callista. Peri sibar-sibar itu mengeluarkan sesuatu dari sebuah kantung. Segenggam butir-butir halus berkilauan yang kemudian di tebarnya ke seluruh penjuru. Seketika semua orang menguap terkantuk-kantuk. Tidak lama setelah itu mereka semua tertidur pulas. Sunyi. Hening.

Ksatria BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang