Dva suparna sayuja sakhaya
samanam vrksam pari sasvajate
Tayor anyah pippalam svadu-atti
anasnan anyo abhi cakasitiTerjemahan :
Ada dua ekor burung yang dipersatukan dengan ikatan persahabatan, bertempat tinggal di atas pohon yang sama. Salah satu dari mereka menikmati buah matang yang manis, sedangkan yang lainnya memperhatikan tanpa menikmati buah-buahnya.
Interpretasi :
Ada dua tipe kesadaran [dua ekor burung] yang tinggal di tubuh yang sama [pohon yang sama]. Salah satu kesadaran ini atau “sang aku” menikmati kehidupan duniawi [buah matang yang manis] melalui badan dan pikiran [identik dengan produk dari prakriti atau realitas material, atau tipe kesadaran pada realitas material], sedangkan satu kesadaran yang lainnya hanya menjadi saksi [identik dengan purusha atau realitas absolut, atau tipe kesadaran pada realitas absolut].
PENJELASAN
Manusia dan sebagian besar mahluk lainnya membawa manas [pikiran] ke dalam kelahirannya ke dunia. Bagi manusia, manas atau pikiran menduduki posisi sentral bagi esensi keberadaannya. Maharsi Chanakya dalam Upanishad menuliskan : “mana eva manushyãnam kãranam bandha mokshayoh” [manas-lah yang menyebabkan manusia terpenjara dalam kehidupan maupun sebaliknya : mencapai moksha atau pembebasan].
Dalam Samkhya Darsana, manas [pikiran] menduduki posisi kunci di bawah ahamkara [ke-aku-an], sebagai penyebab utama kelahiran kita ke dunia. Buddhi [kecerdasan bathin] berada pada tataran yang lebih tinggi dari pikiran, sejajar dengan ahamkara [ke-aku-an]. Sedangkan citta [kesadaran atau batin jernih murni] berada di atas buddhi dan ahamkara. Citta inilah turunan langsung dari Purusha yang ada di dalam diri kita sendiri.
Sayangnya banyak manusia larut dalam avidya [kebodohan], mengidentikkan dirinya sebagai pikiran [manas] atau pemikiran-pemikiran [vritti sarupya] atau kecenderungan pikiran [vasana]. Hanya ketika dominasi ahamkara [ke-aku-an] terhadap pikiran dapat direbut oleh buddhi [kecerdasan bathin], kondisi sattvam atau daiwa sampad mulai menerangi bathin. Dan buddhi inilah yang membuat kita semakin dekat dengan kondisi citta, turunan langsung dari Purusha yang ada di dalam diri kita sendiri.
MEMAHAMI SIFAT ALAMIAH DARI RIAK-RIAK PIKIRAN
Mari kita coba telusuri sifat alamiah dari pikiran kita sendiri. Coba kita tanyakan apa arti “cinta” kepada 50 orang yang berbeda, kita akan menemukan beragam jawaban. Ada yang menjawab kasih sayang, ada yang menjawab keindahan, ada yang menjawab kebahagiaan, ada yang menjawab sakit hati dan bahkan ada yang menjawab dengan nafsu, dll. Lalu mengapa bisa muncul berbagai pendapat dan pandangan yang berbeda ? Karena pemikiran kita, apa yang kita pikirkan dibentuk dan dipengaruhi oleh vasana [kecenderungan pikiran] atau pemikiran-pemikiran [vritti sarupya] kita sendiri. Vasana atau Vritti Sarupya ini sendiri dibentuk oleh memory [ingatan] melalui pengalaman hidup, pola pemikiran umum [norma-norma, adat, aturan, sopan-santun], nafsu-nafsu indriya, perasaan kita sendiri, dll.
Jadi sifat alamiah pertama dari pikiran kita adalah dia adalah hasil bentukan, bukan sesuatu yang sejati.
Sekarang coba kita tanyakan apa arti “cinta” kepada 50 orang tadi, 6 bulan dari saat kita pertama bertanya. Apa yang terjadi ? Beberapa orang menjawab berbeda dari apa yang mereka jawab sebelumnya.
Karena sifat alamiah kedua dari pikiran kita adalah dia selalu berubah. Apa yang kita pikirkan tentang sesuatu hal di hari ini akan berubah disuatu hari nanti.
Semua konsep yang muncul dari pikiran kita adalah hasil dari identifikasi indriya, perasaan, memory, doktrin, dll, terhadap obyek luar. Ketika kita menjaga jarak dengan semua konsep-konsep pikiran tadi, pikiran kita akan merealisasi keheningan bathin. Disana pikiran kita dimurnikan dan dibebaskan, menuju realitas diri yang sejati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagai Kisah Buddhis dan lain-lain (Complete)
SpiritualBerbagai kisah, cerita, renungan dan lain-lain. SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA (semoga semua makhluk hidup bahagia) Semoga cerita ini bermanfaat