MERENUNGKAN KEMBALI HIDUP INI
Lahir dan hidup sebagai manusia itu, bisa diibaratkan seperti seekor kelinci yang terjepit jerat pemburu di tengah hutan. Persoalan waktu sang pemburu datang dan kita ditembak. Dengan kata lain, sangat-sangat mendesak bagi kita sebagai manusia untuk segera "sadar", karena kita semua kelinci yang terjepit.
Coba kita renungkan kembali hidup ini : pagi-pagi mesra sama istri, siangnya istri ngomel-ngomel menyakitkan, malamnya kita kena sakit flu. Pagi-pagi pekerjaan kita dipuji-puji sama boss, siangnya klien complain, sorenya pas mau pulang ban kendaraan kita pecah. Dll-nya. Yang jelas setiap hari yang datang itu macam-macam, dengan berbagai dualitas kebahagiaan-kesengsaraan. Hanya persoalan waktu kita "kena tembak". Kita yang sudah menikah kemudian cari istri lagi, itu kena tembak. Kita tidak puas dengan gaji kemudian kita korupsi, itu kena tembak. Kita tidak puas dengan suami / istri kemudian minta cerai, itu kena tembak. Dll-nya. Kita akan menyakiti dan melukai baik diri kita sendiri maupun orang lain. Ujung-ujungnya kita sendiri akan terjerumus ke dalam jurang kegelapan dan kesengsaraan.
Kalau setuju dan yakin, bahwa hidup sebagai manusia itu ibarat kelinci yang terjepit dan salah-salah kita bisa kena tembak. Segeralah mengembangkan badan-badan pikiran kita. Karena hanya dengan begitu seluruh kesengsaraan bisa lenyap, kita bisa terbebaskan dan menemukan hakikat diri dalam kedamaian / kebahagiaan sejati.
Badan-badan pikiran kita berada di lapisan alam yang lebih halus, tidak bisa kita lihat dan rasakan dengan indriya kita, sehingga seringkali kita tidak memperhatikannya. Kita asik dan sibuk dalam keseharian kita di lapisan alam kasar ini, untuk sekedar bertahan hidup atau sebaliknya untuk menikmati hidup [bersenang-senang]. Munculah keterikatan kita yang kuat dengan kehidupan, dengan ahamkara [ke-aku-an], sibuk memenuhi berbagai keinginan kita, mengidentikkan diri dengan badan fisik kita, kita lupa mengembangkan badan-badan pikiran kita yang berada pada tataran lapisan [dimensi] alam yang lebih halus. Kita bahkan hilang ingatan tentang realitas siapa kita sebenarnya, realitas absolut.
Ketujuh lapisan badan ini tidak terpisahkan dan saling terkait satu sama lain. Bila kita mengabaikan dan tidak mengembangkan badan pikiran kita, eksistensi kita di lapisan alam-alam halus, yaitu badan pikiran kita menjadi suram dan cenderung rusak. Bahkan ketika semua keinginan dan kebutuhan materi kita terpenuhi kita masih saja tidak puas, terus mencari "sesuatu yang hilang" yang tidak sepenuhnya kita mengerti, merasa hampa, takut atau tanpa arah tujuan. Bahkan ada stress, depresi, marah, benci, iri hati, rasa takut, rasa khawatir, rasa curiga, dll. Inilah sinyal-sinyal dari semesta bahwa kita telah mengabaikan badan pikiran kita.
MANUSIA SEBAGAI MAHLUK
Purusha dan Prakriti ada bersama-sama sebagai satu kesatuan dalam Brahman. Berbagai dimensi alam semesta dan pengalaman kita sebagai mahluk adalah perwujudan dari dinamika Prakriti [fenomena alam materi], termasuk pengalaman kita di berbagai dimensi alam kematian.
Pengalaman kita sebagai "sang aku" atau mahluk adalah sebagai akibat pengaruh ahamkara [ke-aku-an], tri guna [tiga sifat alam] dan manas [pikiran]. "Sang aku" tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk membedakan antara Purusha dan Prakriti. Atau tidak "sadar" [avidya], sehingga diri kita salah paham akan identitas diri yang sejati, mengidentikkan diri sebagai mahluk, sebagai badan dan pikiran, sebagai "aku", yang sebenarnya hanyalah bagian dari dinamika Prakriti [fenomena alam materi].
Keseluruhan lapisan badan yang membungkus kesadaran murni terdiri dari dua type badan, yaitu badan fisik dan badan pikiran.
Ketika seluruh lapisan badan ini semuanya bisa kita "lampaui", di-titik itulah kita "sadar" dengan realitas absolut. Sering di-istilahkan dengan istilah "MANUNGGAL", sebab di titik itulah kita "sadar" bahwa sebenarnya semuanya satu adanya, trillyunan trillyunan trillyunan [tak terhingga] bentuk itu sejatinya adalah satu : Brahman. Inilah yang disebut sebagai Moksha [pembebasan sempurna] atau Atma Jnana, bebas dari avidya [kebodohan /etidaktahuan].
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagai Kisah Buddhis dan lain-lain (Complete)
EspiritualBerbagai kisah, cerita, renungan dan lain-lain. SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA (semoga semua makhluk hidup bahagia) Semoga cerita ini bermanfaat