Apa yang harus kita lakukan terhadap semua problem ciptaan dari pikiran kita?
Ketika kita mengalami penderitaan, akan sangat beguna untuk berusaha menganalisa hakekat-dasar dari penderitaan tersebut. Penderitaan dapat hadir dalam bentuk ketamakan, kemarahan, kebodohan (ketidak-tahuan), arogansi, atau keragu-raguan.
Bila kita dapat merenungkan hakekat dari penderitaan kita, kita bisa sangat mengurangi intensitasnya. Perhatikan bahwa Buddhisme tidak peduli pada asal sebab-musabab dari delusi dan penderitaan seseorang . Buddhisme hanya fokus pada pengenalan serta pengeliminasiannya. Kekuatan untuk melakukan itu ada di dalam pikiran seseorang.Ketamakan
Ketamakan adalah hasrat untuk mendapatkan apa yang kita maui. Sebuah contoh dari ketamakan adalah dorongan untuk menaklukkan. Orang yang menderita keinginan ini ingin meningkatkan apa yang mereka miliki dan memperluas pengaruhnya. Sebagian berusaha menjadi terkenal sementara sebagian lainnya memakai kekuasaan untuk menaklukkan secara langsung mereka-mereka yang menentangnya. Pertarungan kekuasaan yang disebabkan oleh hasrat ini bisa terjadi di antara negara ataupun di dalam keluarga. Seorang istri bisa berusaha menaklukkan suaminya atau sebaliknya. Hasrat untuk menguasai orang lain semacam ini, sesungguhnya, hanyalah berpusat-diri (self-centered).
Bilamana ketamakan menyebabkan kita menderita, kita harus berefleksi, melihat ke dalam diri sendiri: “Aku tamak. Hasratku menggebu. Inilah sumber penderitaanku”. Maka kekesalan tamak tersebut akan menyusut.Kemarahan
Bila kita menderita karena kemarahan, kita bisa berefleksi: “Mengapa aku sedemikian marah? Kesusahanku terkait langsung dengan kemarahanku”. Dengan cara ini kemarahan dan kesusahan tersebut akan mulai surut. Lihatlah ke-dalam, bukan ke-luar. Bukan “problem”-nya, tetapi pikiran anda sendirilah yang harus anda periksa.Ketidak-tahuan
Bila telah berbuat sesuatu yang bodoh, akan sangat membantu meringankan penderitaan dan kekesalan kita, kalau kita mengakui kesalahan kita. Kebodohan mencakup ketidak-pahaman serta tak menerima akan ketidak-permanenan (fana). Atau dengan kata lain, menyangka bahwa kita bisa bergantung pada benda-benda.Arogansi
Arogansi timbul karena menganggap bahwa pencapaian kita seluruhnya merupakan hasil dari kemampuan serta kehebatan kita sendiri, dan bukan dari sebab dan kondisi. Sikap ini jelas berpusat pada ‘diri’ yang kuat. Arogansi dapat menjadikan kita tak berperasaan dan tidak menghargai orang lain. Seseorang yang arogan bisa percaya bahwa ia mempunyai hak untuk menyakiti orang lain atau menyingkirkan mereka dengan sesuka hati.
Keputus-asaan yang disebabkan oleh kegagalan untuk mencapai sasaran-sasaran yang diingini adalah kebalikan dari arogansi. Seseorang yang mengalami gangguan ini akan kehilangan semua kepercayaan pada dirinya sendiri dan juga kerap kali akan menyalahkan orang lain.
Mengenali gangguan arogansi, keputus-asaan, dan sumbernya yakni keberpusat-dirian, serta awas akan penderitaan yang disebabkannya tatkala kita mengalaminya, bakal membantu kita mengatasinya.Keragu-raguan
Keragu-raguan adalah juga suatu tipe kekesalan dan penyebab penderitaan. Keragu-raguan menghalangi kita membuat keputusan. Keragu-raguan membuat diri mustahil untuk mempercayai orang lain dan mempercayai diri sendiri. Ini sungguh merupakan penderitaan!
Jikalau anda tahu bahwa anda menderita karena keragu-raguan, anda harus berpikir sebagai berikut: “Aku ingin melaksanakan tugas ini, jadi lebih baik aku percaya bahwa aku punya kemampuan dan bahwa inilah hal benar yang harus dikerjakan”. Kalau anda bisa percaya hal ini, anda akan mampu mencurahkan diri pada apa yang ingin anda kerjakan.
Keragu-raguan dapat mempunyai pengaruh yang mengerikan pada hidup kita. Bayangkan bahwa anda telah memutuskan untuk menikah, tetapi anda dilanda keragu-raguan. Anda bertanya-tanya apakah pernikahan tersebut akan berakhir dengan perceraian. Akankah pasangan anda meninggalkan anda setelah menikah? Apakah pasangan anda bohong, atau apakah ia menyembunyikan sesuatu yang penting dari anda? Jika kesangsian anda tak terkendali, anda akan sengsara saat anda bersiap untuk pernikahan dan sengsara di dalam pernikahan tersebut. Bahkan jika tidak ada alasan nyata bagi anda dan pasangan anda untuk berpisah, kesangsian itu sendiri dapat memberi alasan.
Jika anda menderita karena kesangsian semacam ini, anda bisa bilang kepada diri sendiri, “Jika aku punya sedemikian banyak kesangsian, tolol jika aku menikah. Jika aku ingin menikah, aku harus menerima pasanganku sebagaimana adanya dan mempercayainya secara mutlak“. Jika anda tidak bisa memelihara sikap semacam itu, pernikahan hanya akan mendatangkan kesengsaraan bagi anda.Adakah di antara kalian yang tidak punya kesangsian? Saya belum pernah berjumpa seseorang yang sama sekali tidak punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagai Kisah Buddhis dan lain-lain (Complete)
SpiritualeBerbagai kisah, cerita, renungan dan lain-lain. SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA (semoga semua makhluk hidup bahagia) Semoga cerita ini bermanfaat