Santai, Rileks, Tersenyum, dan Tetap Ceria

26 2 0
                                    

Kebahagiaan adalah harapan dan tujuan dari setiap orang, namun sering kali terlihat banyak orang dalam hidupnya sering menunda dalam menikmati rasa bahagia ini. Setiap orang menyukai sarana, menyukai pencapaian-pencapaian untuk dapat bahagia. Ada orang yang berpendapat bahwa ia harus memiliki setumpuk uang di tangan ia baru bahagia, ada orang yang beranggapan setelah memiliki pasangan, atau buah hati ia baru bisa mengerti apa itu bahagia.

Namun dalam kenyataannya banyak orang yang telah menjadi kaya, merasa kurang bahagia ada saja kekurangan dan hal-hal yang membuat dia menderita. Mungkin kita terlalu larut dalam mengejar bayang-bayang. Hingga lupa bahwa kebahagiaan itu, sumbernya berada dari diri kita sendiri.

Kebahagiaan dan penderitaan bagaikan siang dan malam, ia tidak bisa berada pada saat yang bersamaan. Penderitaan hanya bisa dihilangkan dengan cara menghadirkan rasa bahagia di dalam diri. Namun kita pun juga sering menjumpai orang yang awalnya bahagia kini terlihat sedih dan menderita.Ya. Hal itu pasti, sering dan akan selalu terjadi karena kita mendapat rasa bahagia dari sumber yang berasal dari luar diri. Ya kita menjadi bahagia karena sesuatu yang datang dari luar kemudian masuk dalam diri kita dan mempengaruhi pikiran kita. Kita menjadi obyek bagi sesuatu di luar diri. Karena terlanjur jadi obyek, kita menjadi tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima setiap rasa yang dihasilkan oleh suatu keadaan yang berasal dari luar diri. Di luar tenang di dalam tenang, di luar kacau di dalam kacau, di luar menangis di dalam menangis, di luar tertawa di dalam tertawa, di luar dompet kering di dalam hati merinding. Demikianlah yang sering terjadi kita di permainkan oleh situasi di luar diri yang selalu mencoba menguasai pikiran kita.

Namun manakala kita berkenan untuk menoleh kedalam diri, meniti lebih jauh kedalam hati sanubari kita. Dan menata ulang semua konsep yang kurang menguntungkan tadi, kita akan menjumpai bahwa sumber dari penerimaan rasa bahagia itu berasal dari diri kita sendiri.

Para suci yang telah berkenan membimbing umat manusia, sering menyampaikan bahwa kita hendaknya menjadi pengendali, menjadi raja bagi setiap tindakan kita. Menjadi pengendali bagi sesuatu yang terjadi di dalam diri. Dan dapat lebih menggali kedalaman diri yang merupakan sumber mata air kebahagiaan, kita akan mengenali kitalah kebahagiaan itu.

Kitalah subyek dari segala sesuatu, ketika kita mampu dan senantiasa berkenan berada di level ini, kita akan melihat bahwa sesuatu yang terjadi di luar diri, tidak akan mampu mempengaruhi diri kita. Kita akan teguh dalam identitas kita.

Dalam bait syair-Nya Guru Shankaracharya disampaikan :

“Abadi, senantiasa murni, senantiasa bebas adalah Sang Aku, tak berwujud adalah wujud-Ku semata, Aku bersifat Maha Hadir, Kebahagiaan kekal abadi Karunia Ilahi dalam kesatuan yang tak ter hingga; Aku adalah satu-satunya; Itu adalah Aku, yang tak terkurangkan, abadi tak terbinasakan, unsur yang tak pernah berakhir.”

Aku bersifat cahaya murni dan Aku menikmati di dalam (melalui) Jati Diriku sendiri; Aku adalah kebahagiaan kekal abadi yang tak pernah terpecah-pecah; Aku adalah satu-satunya. Itu adalah Aku, yang tak terkurangkan, abadi tak terbinasakan,unsur yang tak pernah berakhir.”

Aku bersifat Cahaya Abadi Intelegensia yang paling dalam; Aku Adalah kedamaian yang berada jauh di atas Semesta; Aku bersifat kebahagiaan kekal abadi yang hadir senantiasa; Aku adalah Yang Satu. Itu adalah Aku, yang tak terkurangkan, abadi tak ter binasakan, dan unsur abadi yang tak pernah berakhir.

Aku adalah Kesatuan dari Kesadaran; Akupun adalah Kesatuan dari Pengetahuan; Aku senantiasa bukanlah sang pelaku; Aku bukanlah sang penikmat; Aku adalah Yang Satu-satunya. Itu adalah Aku, yang tidak dapat di kurangi, abadi tak terbinasakan dan unsur abadi yang tak pernah berakhir.

Dalam sifatKu Yang Sejati, Aku tidak memerlukan dasar, penunjang maupun sarana dari semua benda dan makluk, bagi semua nama dan rupa; sifatKu serba mandiri, serba berkecukupan, Aku adalah Yang Satu-satunya, yang tdak berkurang, abadi tak terbinasakan dan unsur yang tak pernah berakhir.”

Wow. Ternyata kita adalah kesadaran yang maha luas yang berkenan hadir dalam bingkai tubuh fisik yang terbatas. Menyanyikan dan mendalami kidung-kidung illahi ternyata akan mampu membangkitkan kembali keillahian didalam diri. Namaste, aku bersujud pada permata kesadaran yang berada dalam diriku.

Demikianlah yang terjadi ketika pengetahuan hasil pengalaman pribadi para suci, para suci berkenan membimbing kita untuk mengantar kita memahami kebenaran diri, dan bila tindakan kita selaras dengan apa yang disampaikan para suci maka kita pun akan ikut terbawa menggapai ketinggian, rasa kebahagiaan yang sejati yang sesungguhnya berada di dalam diri kita. Terimakasih para suci, terimakasih guru.

Sekarang marilah kita sejenak diam, dan memejamkan mata, menata pikiran kita, memfokuskan kesadaran kita sambil menarik nafas dengan santai. Tarik nafas pelaaannn keluarkan dengan pelan dan lembut, rasakan setiap kesegaran, kehangatan yang terjadi. Mari sejenak kita santai, saaannntaaaaiiii riiiiileeekssss, terseeennyummm. Mari kita rasakan kebahagiaan ini dengan sebuah keceriaan.

Berbagai Kisah Buddhis dan lain-lain (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang