Dia, Bumiku - Bagian Kelima

87 5 0
                                    

  Asap putih memenuhi seluruh ruangan ini, cowok itu, berada di sudut ruangan, duduk. Dengan sepuntung rokok yang diapit oleh telunjuk dan jari tengahnya. Nafasnya terasa berat, seakan beban hidup yang dia alami sudah tidak dapat ia pikul lagi. Akhirnya dia memejamkan mata. Di lirik jam yang berada di atas tempat tidurnya.

  Pukul tiga dini hari.

  Kantuk tak kunjung menghampirinya. Padahal besok ada ulangan harian Pak Muda.

  Akhirnya dia mematikan rokok yang ia hisap. Dan memasukkannya ke dalam asbak yang, bisa kau bayangkan berapa batang rokok yang ia habiskan malam ini , hingga tidak ada lagi ruang untuk membuang puntung rokok selanjutnya.

  Cowok itu naik ke tempat tidur, dan memaksakan matanya untuk terpejam. Berharap, esok akan lebih baik dari hari ini.

****

  Pagi ini, kelas seperti pasar. Ada yang bernyanyi, teriak – teriak, mengaum, dan beberapa gerakan lain yang bisa membuat apa yang mereka hafal melekat pada otak mereka. Hari ini ulangan Pak Muda, Pak Muda ini punya jurus jitu tersendiri yang bikin anak – anaknya yang suka bermalas – malasan untuk belajar, menjadi anak yang sangat di idamkan oleh semua orang tua di seluruh nusantara. Ya, anak yang rajin belajar. Sangking rajinnya ada yang sampai kelewat bolot, alias jadi sedikit geser otaknya, karena stres mungkin. Kenapa? Karena setiap ulangan Pak Muda, hanya di beri waktu setengah jam saja. Lalu 1 jam terakhir akan Pak Muda bahas! Dengan cara menunjuk murid – muridnya satu per satu, dan saat maju tidak boleh membawa buku, catatan, atau contekan apapun. Jadi mau tidak mau, mereka harus setidaknya menghafal apa yang menjadi bahan untuk ulangan.

  "Aduh Del, kepala gua pusing banget!" Dengan lemas, Kejora memijit – mijit bagian kepalanya. Dari dahi hingga tempurung.

  "Lagi elu sih Ra, udah tau hari ini bakalan ada ulangan Pak Muda, masih aja begadang." Delia pun membantu Kejora dengan memijit bagian lengan.

  "Gua juga pengen tidur cepet kali Del, tapi insom gua gak tau akhir – akhir ini sering kambuh."

  "Iya Ra keliatan, mata lo tuh udah mirip panda banget. Item!" Sahut Delia dengan menunjuk mata Kejora.

  "Emang keliatan yah?" Kejora membuka resleting tasnya, dan mengambil sebuah cermin. Dia meperhatikan matanya dari pantulan cermin.

  "Oh my god. Jadi mirip zombi deh gua. Bodo ah!" Kejora tidak peduli, hari ini ada hal yang lebih penting dari kehitaman matanya. Dia pun memasukkan cermin itu ke dalam tas ranselnya.

  Gdebuk – gdebuk!

  Suara hentakan kaki seseorang terdengar seperti buru – buru.

  Suara itu mengalihkan fokus para murid yang ada di dalam kelas. Lalu sebuah kepala muncul dari balik pintu. Dengan nafas yang masih terengah – engah, orang itu menunduk. Berusaha menghilangkan kelelahannya.

  "Dod, lo kenapa Dod?" Saut Bumi dari meja belakang.

  "Pak... Pak Muda..... udah... udah di koridor atas!" Serunya.

  "Ah seriusan lo? Kan pelajarannya baru dimulai limabelas menit lagi." Faris yang tidak percaya, menghampiri Dodi.

  "Seriusan gua! Dia jam setengah sembilan ada acara, jadi pelajarannya di majuin 15 menit!" Dengan sisa energinya, Dodi mengatakan dengan penuh rasa kecewa hingga tangannya membentuk angka dua.

  "Wahhh mampus aja gua, bakalan jadi mangsa si bapak nih!" Dengan panik, Didit, si jenius yang katanya gak belajar apa – apa tapi selalu dapet lima besar dikelas, membolak balikan halaman buku pelajaran Pak Muda, yaitu Fisika.

Dia, Bumiku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang