°°°
Tempat ini tidak banyak berubah, semenjak aku terakhir kali kemari bersama seseorang yang begitu aku rindukan saat ini. Tempat ini tetap terlihat menyenangkan, dengan luasnya padang rumput yang mulai ditumbuhi ilalang setinggi lututku. Bahkan, air sungai di depanku masih tetap mengalir jernih, meskipun tidak sejernih sebelumnya. Dan tentu saja, pohon rindang yang menjadi tempat ternyaman untuk menikmati senja masih setia pada tempatnya pula. Dan satu hal yang begitu terlihat berbeda, tempat ini lebih tampak berwarna. Siapa yang membuatnya seperti ini? Penuh dengan bunga warna-warni yang mengelilingi sebagian kecil tempat ini. Mungkin Tuhan. Atau tentu saja Tuhan.
Dan bodohnya, tidak banyak yang tau keberadaan tempat mengesankan sekaligus menenangkan bagi jiwa yang sendiri ini. Tapi tidak apa, akan lebih menyenangkan jika kita bisa menikmati tempat ini sendirian. Menikmati setiap detail keindahannya. Itu kata seseorang yang aku rindukan dulu. Dan aku membenarkannya.
Aku begitu merindukannya. Dia yang tidak melepaskan senyumnya untukku. Serta dia yang berbaik hati membuatku selalu bahagia, tanpa aku tau bahwa dia sangat sakit saat itu. Aku benar-benar tidak dapat melupakannya. Karena kini, dia hanya sebatas kenangan dan ingatan untukku atau dunia.
Mama.
Aku kembali pada titik yang sama layaknya dua belas tahun yang lalu. Aku kembali pada titik dimana mama pada awalnya terlihat sendu, lalu mencoba tampak bahagia, dan akhirnya mama menjadi sebuah objek dari sebuah benda istimewa sekaligus ajaib pemberiannya untukku.
Polaroid.
.
.
"Ini adalah benda ajaib dan istimewa. Karena, dengan benda ini kamu bisa menyimpan banyak hal termasuk kenangan, kebahagiaan, hal-hal yang menyenangkan, atau bahkan mama. Tidak hanya itu, tiap kali kamu menyimpannya, kamu akan merasa mengulangi hal yang sama seperti apa yang kamu simpan, setelah melihat hasilnya. Bagaimana? Kamu suka?"
.
.
Aku yang kecil atau aku yang kini beranjak dewasa, mungkin tampak begitu bodoh dengan benda yang tetap aku anggap istimewa serta ajaib ini. Siapa yang peduli? Tidak akan ada. Karena hanya aku yang tau bahwa aku menganggapnya sebuah keajaiban. Dan tentu saja, mama juga.Aku melihat kembali foto mama yang aku abadikan dengan kepolosanku atau tidak kemengertianku dua belas tahun lalu. Tepat di sini. Dengan latar sungai yang masih sangat jernih.
.
.
"Sekarang, arahkan lensanya pada mama. Lihatlah melalui apa yang mama sebut kaca kecil."Aku menempatkan kaca kecil yang disebut mama di depan mataku. Aku sungguh terkejut sekaligus terkesan. Mama terlihat jelas dari kaca penembus yang begitu kecil ini. Aku tersenyum, kemudian mengingat apa yang seharusnya aku lakukan selanjutnya. Aku menekan tombol. Hingga terdengar suara dari benda ini.
Mama cukup terkejut. Aku tertawa menertawakan ekspresi mama yang terkejut. Kemudian, aku ikut terkejut, menyadari benda ini bergetar kecil lalu menampakkan sebuah kertas putih.
Mama menghampiriku, mengambil kertas itu, lalu mengibaskannya pada udara dengan pelan dalam beberapa saat. Lalu menghentikan tindakannya itu, dan mulai melihat kembali pada kertas. Mama tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLAROID (Kim Min Seok)
Fanfiction"Kau itu seorang pria sederhana. Menangis bukanlah pilihan terbaik dalam masalahmu, kecuali kau merasakan bagaimana itu sakit hati. Kau mungkin hebat dalam banyak hal, tapi kau tidak pernah hebat atau bahkan bisa dalam mengatur dan memercayai apa ya...