15 menit kemudian, bu Lili datang ke kelas diikuti seorang laki-laki asing, tapi ganteng.
Bu Lili menggebrak mejanya sendiri memakai eraser papan tulis. Semua yang tadinya memiliki aktivitas masing-masing, seketika menghentikan aktivitas itu dan menatap bu Lili dan laki-laki asing itu dengan bergantian.
Dan ketika semuanya diam, barulah bu Lili berkata, “Hari ini, ada teman baru kalian yang akan gabung belajar dikelas kita,” kata bu Lili sambil tersenyum tipis, “Ibu harap kalian dapat berteman dengannya.”
Setelah itu, laki-laki itu berkata, “Perkenalkan nama saya Ardan Gamaliel. Bisa dipanggil Ardan.”
Sementara Marsha dan Fingka menatap tanpa kedip cowok itu. “Ah! Harus gue jadiin pacar tuh, cogan!” Ucap Marsha menggebu-gebu.
Fingka mendelik tak mau kalah. “Enak aja lo! Gue juga mau kecengin tuh, cowok!”
Marsha melirik sewot pada Fingka yang kembali menatap cowok itu yang sedang bercengkrama ringan pada bu Lili. “Inget Akmal, napa sih? Dia itu cowok lo.” ucap Marsha memberi pengertian pada Fingka.
Seketika tubuh Fingka melemas, melupakan fakta itu. “Gue lupa.”
Bu Lili menyuruh si anak baru itu duduk tepat dibelakang bangku Marsha dan Fingka. Dan itu membuat Marsha kegirangan dapat cogan bisa dijadiin cowok.
Marsha berbalik ke belakang, tepatnya didepan cowok itu. Marsha mengulurkan tangannya berniat berkenalan singkat namun alhasil Marsha di cuekin.
Anjirr! Gue ditolak sebelum berjuang. Marsha mendengus lalu dalam hati berkata akan gjat mengejar Ardan dan menjadikan pacarnya.
***
Kringggg!!!
Bunyi bel tanda jam istirahat telah tiba. Marsha segera membereskan benda-benda yang ada diatas mejanya lalu memasukkan benda itu didalam tasnya.
Marsha keluar dari bangkunya dan menghadap ke Fingka. “Bra gue keliatan gak, sih?” Tanya Marsha sambil menatap Fingka yang saat ini meneliti baju sekolah Marsha.
Fingka menggeleng. “Gak,” balasnya, “Itu baju lo dijangkis lagi?.”
Cewek yang ditanya itu mengangguk sambil berjalan keluar kelas. “Iya. Gue jangkis sekitar 5cm aja.”
Fingka mengangguk-angguk mengerti.
“Ka,” panggil Marsha.Fingka menoleh dengan satu alis terangkat. “Apa?”
Marsha berlari kecil ke arah Fingka yang tadinya berjalan duluan, lalu membisikkan sesuatu disana. “Lo diliatin tuh sama murid disini. Bra lo keliatan bego!”
Perempuan itu terkekeh lalu berkata, “Kenapa? Bra gue keliatan?,” Fingka berteriak kencang sambil melihat ke arah murid yang sejak tadi membicarakan kejelekannya, “Emang kenapa, sih? Mau bra gue keliatan kek, sempak gue keliatan kek, itu bukan urusan lo semua! Tapi ya terserah sih lo mau bicara apa. Yang panting gue gak peduli.”
Setelah mengatakan itu, segera saja tangan Fingka menarik tangan kanan Marsha untuk berjalan cepat dan menghiraukan tatapan sinis dari kaum hawa.
Marsha berdecak kesal lalu menghempaskan tangannya dari tarikan Fingka dan menatap tajam Fingka yang masih saja santai. “Baju lo boleh pendek kayak baju gue! Asalkan lo pakai tanktop! Bukan cuma bra doang!” ucap Marsha marah.
Dia marah karena Fingka selalu saja begini. Walaupun baju mereka berdua sangat pendek. Karena dipendekin.
“Bacot!” komentar Fingka lalu kembali menarik tangan Marsha agar cepat sampai ke kantin.
Tatapan mata Marsha akhirnya berbinar kala ia melihat seorang cowok sedang memakan makanannya diujung kantin tersebut. Tanpa memperdulikan kesinisan Fingka, ia berlari kecil ke meja itu dan duduk disamping cowok itu.
“Hai!” sapa Marsha sokab.
Namun yang di say hi malah pura-pura gak dengar. Dan bersikap cuek.
Tapi tanpa dirasa, malah Marsha gencar mendekati cowok itu. “Pindahan darimana?” Tanya Marsha lagi.
Cowok itu tetap diam.
“ID LINE lo bagi dong ke gue,”
Diam.
Marsha mengerang kecil dan tanpa sengaja ponsel cowok itu terlihat diatas meja itu, Marsha merampasnya lalu berlari menjaug dari cowok itu. Dan tentu saja cowok itu menahan amarahnya ketika ponselnya diambil tanpa seizinnya terlebih dahulu.
Cowok itu pun mengejar Marsha yang masih berkeliling kantin.
Ardan mendengus mempercepat larinya, Si anjirr cepet juga larinya.
“Apasih?! Gue belum masukin ID LINE gue anjing!” seru Marsha bercampur marah karena ia lupa-lupa ingat apa idnya.
Marsha meronta meminta dilepaskan dari kuncian tangan Ardan dan hal itu tak luput dari pandangan anak-anak yang sedang memakan ataupun yang baru masuk dikantin.
“Hape gue!” bentak Ardan menahan amarah.
Marsha menggeleng tegas. “GAK AKAN!!!”
Cepat-cepat Marsha mengetikkan idnya di ponsel Ardan kala ia sudah ingat.
“YESSS!” Seru Marsha bercampur kegirangan.
Ardan merampas ponselnya lalu tanpa banyak kata ia meninggalkan Marsha dan seluruh murid yang melihat kejadian itu.
“AAAAA!!! I LOVE YOU ARDAN!” pekik Marsha tidak tau malu.
Dan hal itu membuat kaum hawa menatap jijik pada Marsha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piece Of My Heart
Teen FictionJika aku berharap padanya, kenapa harus ada rasa suka, cinta, sayang, lalu sakit hati?