Part 25

652 49 15
                                    

You - Ten 2 Five.

You, did it again.

You did hurt my heart.

I don't know how many times.

***

Lexa memandang kepergian Aluna dan Aldric dengan pandangan datar. Tangisnya tak lagi tersisa, hanya tinggal bekasnya saja yang mengering di pipi.

Cewek itu lalu berbalik dan berjalan menuju kamar mandi sebelum menyuci mukanya di wastafel. Lexa mendongak, memandang dirinya sendiri di kaca. Seorang cewek dengan ikatan rambut berantakan, mata bengkak karena terlalu banyak menangis, tapi terlihat bahwa bibirnya tertarik ke sudut pipinya, tersenyum kecut.

Lexa berusaha mati-matian untuk tidak menertawai dirinya sendiri, berusaha untuk tidak mengasihani dirinya sendiri. Dirinya, demi cintanya pada Alang, rela memohon kepada Aluna. Bahkan di saat Alang tidak pernah lagi menganggapnya ada.

Tapi Lexa tidak akan peduli lagi. Lexa benar-bener lelah. Lelah membiarkan hatinya lemah. Lelah membiarkan dirinya tak berdaya. Kalau Alang berusaha keras untuk mendapatkan cinta Aluna, kemudian Aldric yang berulang kali berusaha menghubunginya untuk memperbaiki keadaan, lalu kenapa Lexa tidak boleh memperjuangkan perasaannya?

Lexa lalu menenangkan dirinya dahulu sebelum membenahi ikatan rambutnya dan sweaternya yang sedikit melorot sebelum kembali ke kamar rawat Alang. Sebelumnya, cewek itu meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini akan mudah. Alang tidak benar-benar membencinya kan? Seperti yang cowok itu katakan beberapa minggu yang lalu, jadi ini pasti akan mudah. Semoga saja.

"Ngapain balik lagi?"

Lexa baru saja menutup pintu ruang kamar rawat Alang saat cowok itu menyambutnya dengan pertanyaan yang tidak mengenakan, dengan suara serak khas orang sakit.

"Lo belum tidur? Udah diminum obatnya?" tanya Lexa, tak mengacuhkan pertanyaan Alang.

"Lo mending balik aja. Gue nggak papa," ujar Alang. Mata cowok itu menatap nyalang ponsel di genggamannya, menunggu seseorang menghubunginya.

"Lo sakit Lang."

"Hanya karena gue tiduran di sini, di kasur rumah sakit ini, nggak berarti gue sakit."

Lexa hanya menggelengkan kepalanya, masih tak mengerti dengan sifat keras kepala Alang.

"Lo mending istirahat sekarang Lang. Ponsel lo taroh, nunggu chat dari siapa sih?" tanya Lexa, mulai jengah dengan sikap Alang yang terus memandangi ponselnya, seakan jika cowok itu mengalihkan pandangan, ponsel tersebut akan hilang.

"Bukan urusan lo," jawab Alang dingin.

"Luna? Udahlah, Luna tuh nggak peduli sama lo Lang. Kalo dia peduli pasti dia dateng atau seenggaknya nanyain kondisi lo. Tapi lo liat sendiri kan sekarang?"

Alang menatap pintu kamar di belakang punggung Lexa sebelum akhirnya mata cowok itu beralih ke mata coklat bening milik Lexa, menatapnya dengan tatapan tajam. "I told you. It is not your bussines."

Alang lalu tiduran dengan memberikan Lexa punggung. Ponselnya masih berada dalam genggamannya dan cowok itu masih setia menatapnya. Bahkan sampai Alang jatuh tertidur pun tidak ada notifikasi dari orang yang ditunggunya.

***

"Lun? Lo nggak apa-apa?" tanya Aldric memecah keheningan di mobil. Cowok itu memutuskan mengantar Aluna.

Aluna hanya menggigiti jari kukunya sambil memandang ke luar jendela dengan tatapan menerawang.

"Lun?"

Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang