Menanti Dirimu - Gabriel Stevent
Seakan rasaku
Semua penantianku
Hanya berlalu
Kau pergi tinggalkanku
Meski ku disini masih menanti mu
***
Aluna mengetuk-ngetukan jarinya di meja kantin dengan bosan. Makanan yang tadi dipesannya sudah habis tak tersisa. 2 jam pelajaran akuntansi sukses membuatnya kehilangan banyak energi.
Cewek itu lalu melirik Dika yang duduk di sebelahnya kemudian mencebik saat mendapati cowok itu tengah tersenyum sendiri. Mata Dika tak henti-hentinya menatap cewek yang duduk bersama teman-temannya di meja seberang, yang membalas Dika dengan tatapan malu-malu. Are you serious? Kayak pasangan baru jadian aja benak Aluna mendesis kesal. Lalu Aluna menjatuhkan pandangannya pada segerombolan cowok--Alang dan teman-temannya--yang duduk di pojok kantin, saling bergurau dan gelak tawa mereka menambah hiruk pikuk suasana kantin.
Ah, tiba-tiba ingatan Aluna terbawa pada kejadian semalam.
"Hai Lun! Ah hai Lang!"
Aluna dan Alang sama-sama mendongak. Mereka lalu mendapati Dika--masih dengan seragam putih abu-abunya--menjatuhkan diri di sofa, di hadapan Alang dan Aluna.
"Hm" balas Alang dengan kedua alis terangkat tinggi-tinggi mendengar sapaan Dika. Seriously? Seorang Dika menyapanya? Bahkan sepanjang eksistensi Alang, Dika selalu menganggap keberadaannya tak ada.
Masih dengan senyum sejuta wattnya, Dika menyenderkan badannya di sofa panjang milik Aluna. "Gue ada kabar gembira Lun," ucap Dika. Tak menghiraukan Alang yang tak mengerti arah pembicaraannya.
"Apaan?" Tanya Aluna masih dengan sedikit ketercengangan karena sapaan yang dilakukan Dika pada Alang.
"Gue baru aja nurutin perintah lo semalam" jawab Dika. Mengusap tengkuk tak enak, Aluna lalu melirik Alang yang duduk di sebelahnya.
"So-al apa?"
"Soal gue yang harus memperjuangkan Ana, memperjuangkan cinta gue buat Ana."
Oh, tentu saja. Aluna tak akan pernah lupa soal itu. Ucapan bodohnya malah menjadi bumerang sendiri bagi Aluna.
"Ah. Brengsek juga lo ternyata," nyinyiran Alang membuat Dika tertawa terbahak-bahak.
"Kalo gue brengsek, trus lo apa?" Tanya Dika. Senyumnya masih tersemat di bibirnya yang tipis. Dika itu bukan tipe cowok pengintimidasi yang di setiap pertanyaannya diselipi nada dingin.
"Gue mungkin bejat, tapi gue nggak pernah mencoba ngerebut pacar orang. Kelakuan gue mungkin nggak baik, tapi seenggaknya nggak ada perasaan orang lain yang gue sakiti."
Bullshit. Alang tertawa sinis dalam hati. Benarkah tak ada yang tersakiti? Lalu bagaimana dengan Lexa? Bagaimana dengan cewek itu dan hatinya? Bagaimana dengan kelakuan brengsek yang ia akui membuat Lexa menangis berkali-kali? Memikirkannya membuat Alang mendengus pelan.
Tak urung ucapan Alang membuat Dika bungkam. Melirik cewek di sampingnya yang terdiam dan menunduk, tiba-tiba sebuah ide untuk 'menyelamatkan' hati Aluna terlintas di otaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati
Fiksi RemajaBiarkan aku bercerita pada angin Untuk rasa yang tak akan pernah kau mengerti Biarkan aku bercerita pada hujan Tentang definisi jatuh yang tak akan pernah kau pahami * Ini kisah tentang semesta yang mempermainkan cinta ke-3 sepasang sejoli. Saling b...