Part 28

326 18 15
                                    

***

Aluna mengerjap matanya secara perlahan. Menyesuaikan matanya dengan cahaya lampu yang bersinar terang sebelum akhirnya berhasil terbuka lebar. Awalnya buram kemudian cewek itu hanya bisa melihat langit-langit kamarnya yang bertabur bintang. Lalu Aluna mulai mengedarkan pandangannya saat tatapannya jatuh pada sepasang tangan yang menggenggam tangannya erat. Pemilik tangan itu tampak tertidur di posisinya kini. Tangan kanan menggenggam tangan Aluna erat, sedangkan tangan kirinya digunakan untuk menumpukkan kepalanya untuk sandaran tidur. Tampak sekali bahwa hal tersebut tidak membuatnya begitu nyaman, saat kerutan beberapa kali terlihat di keningnya.

Dia Dika. Sahabatnya itu yang sedang menggenggam tangannya erat, padahal di lain sisi juga sedang tertidur. Aluna tidak tau, apa dia harus senang atau sedih saat menemukan bahwa Dika lah yang kini berada di sisinya.

Aluna lalu membalas genggaman tangan Dika sama eratnya. Saat tiba-tiba cowok itu terduduk dengan tegak. Mengerjapkan matanya lalu menajamkan tatapannya sebentar sebelum tersenyum lebar.

"Lo bangun," ujar Dika. Riang sekali. Senyum lebar cowok itu tidak terlihat sinkron dengan penampilannya saat ini. Rambut mencuat ke sana ke mari, lalu matanya yang merah dan pakaian yang masih dipakainya sejak sore tadi.

"Hm. Jam berapa sekarang?" tanya Aluna sambil melepaskan pegangan tangannya dengan Dika.

Dika menengok ke arah jam dinding yang digantung. "Jam 11 malem. Waw lo ini pingsan atau tidur sebenarnya?"

"Tidur. Lo belum pulang dari tadi? Kerajinan amat nungguin gue tidur," jawab Aluna sambil mendudukan dirinya lalu bersender di ranjang.

"Heh gue ini khawatir tau! Lo dateng-dateng nangis, terus tiba-tiba aja gue lo tinggal tidur. Lo kira gue nggak kepikiran apa!"

Aluna melirik Dika skeptis. Lalu mengibaskan tangannya. Tak peduli. "Inget ya! Gue masih marah sama lo," kata Aluna. Membuat Dika kembali teringat akan kesalahannya siang tadi dan juga teringat bahwa tujuan dirinya--berjongkok--di depan rumah Aluna saat cewek itu pulang adalah untuk menjelaskan semuanya dan memohon maaf.

"Ah itu. Engg--gue minta maaf ya Lun? Sumpah! Gue bener-bener nggak sengaja. Gue--"

"Gue maafin."

Kalimat itu membungkam Dika yang masih ingin melontarkan kata-kata maaf dan kalimat penyesalannya. Cowok itu kebingungan. Aluna yang dikenalnya tidak semudah ini.

Perlahan, Dika mengangkat dagu Aluna yang tertunduk sambil memilin kedua tangannya. "You okay?" Tanya Dika.

Aluna tersenyum sendu menatap kekhawatiran yang terpancar dari kedua bola mata hitam milik Dika. Harusnya gadis itu senang saat menemukan Dika menjaga, mengkhawatirkannya dan menggenggam tangannya erat. Tapi kenapa rasanya tetap kosong? Hatinya tetap merindukan sesuatu. Meneriakkan satu nama yang bergema di hatinya, tapi tercekat di tenggorokan.

Ini Dika lho. Sahabatnya, laki-laki yang dicintainya. Tapi kenapa hati Aluna menginginkan yang lain?

"Lun?" Panggil Dika. Menarik kembali kesadaran Aluna. Gadis itu hanya mengangguk kecil.

"Nggak apa." Sahut Aluna sambil tersenyum tenang. Mengundang Dika untuk memberikan tatapan bertanya sebelum akhirnya menghela nafas. Memilih mengalah.

"Siapa yang dirawat di rumah sakit?" Tanya Dika mengalihkan topik pembicaraan. Membuat wajah Aluna kembali murung dan senyumnya hilang. Mengingatkannya pada kejadian di rumah sakit. Mengingatkannya pada perasaannya yang mendadak bergetar aneh.

"Hobi banget bengong lo ya, sekarang?" Nada sarkas sangat kentara dalam pertanyaan yang dilontarkan oleh Dika, membuat Aluna tertawa kecil. Walau matanya tidak memancarkan aura apapun. Rasanya kosong. Hampa.

"Alang."

"Hah?" Dika langsung menegakkan punggungnya. Matanya membulat. Mengundang tawa Aluna yang berbunyi gemrincing. "Kenapa kaget gitu sih?"

"Alang masuk rumah sakit? Autisnya kambuh?"

Pertanyaan ngaco itu lalu dibalas pukulan kencang di belakang kepala Dika oleh Aluna. Membuat si empunya kepala menjerit tak terima. "Nggak lucu," sentak Aluna.

"Nggak pake mukul kepala juga njir!" Sahut Dika sambil mengusap-usap kepalanya. "Sakit nih! Tenaga badak banget sih."

Aluna mendesis. Cewek itu sudah akan kembali melayangkan tangannya, siap melakukan pukulan keduanya saat Dika sudah terlebih dahulu berdiri dan bergerak menjauh. "Nggak kena wlek."

Aluna tertawa terbahak lalu cewek itu memilih bangkit dari ranjangnya dan berdiri. Gadis itu sudah berhasil berdiri saat kepalanya berputar dan tubuhnya terasa akan jatuh.

"Eh eh kenapa? Masih pusing?" Tanya Dika khawatir sambil berlari menghampiri Aluna, lalu melingkarkan tangannya di bahu sahabatnya tersebut.

"Dika.." Panggil Aluna.

"Ya ya. Mana yang sakit?" Tanya Dika lagi. Cowok itu meneliti tubuh Aluna dari atas sampai bawah, mencoba menemukan asal rasa sakit Aluna. Karena lengah, Dika tidak menyadari saat tangan kanan Aluna yang terbebas tiba-tiba terangkat. Sebelum kembali memukul kepala belakang Dika. Kali ini lebih keras. Sama kerasnya dengan tawa yang Aluna dengungkan. Sama kerasnya dengan teriakan kesakitan Dika dan rasa tidak terimanya karena Aluna telah berhasil menipunya. Tidak peduli apabila harus membangunkan orang-orang seisi rumah maupun tetangga. Karena melihat tawa Aluna saja sudah sedikit melegakan hati Dika yang berhasil menyimpulkan bahwa kesedihan yang sahabatnya rasakan itu adalah karena masuknya Alang ke rumah sakit. Dan cukup membuat Aluna bersyukur ada Dika yang menemaninya malam ini dan berhasil membuatnya tertawa. Melupakan sedikit saja masalah yang baru saja membebani hati Aluna.

"Alunaaaa!"

***

HAI! INI PENDEK? IYA MAAFIN.

Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang