Part 6

2.5K 137 9
                                    

"Tawamu lebih berarti jika aku yang ciptakan. Tapi hidupku tanpa tawamu lebih tak berarti. Jadi ku biarkan dia menciptakan tawa untukmu, agar setidaknya hidupku lebih berarti," -ameliarwnd.

***

Setelah bel tanda pulang berbunyi, Aldric buru-buru membereskan peralatan belajarnya dan memasukkan ke dalam tas dengan asal. Ia merasa harus menemui Lexa sekarang juga.

Perasaannya tidak enak sejak tadi. Firasatnya mengatakan kalau telah terjadi sesuatu antara Lexa dan Alang selepas istirahat siang tadi. Sesuatu yang cukup besar karena telah berhasil membuat Lexa terlihat kacau.

Aldric membungkukkan badan mengambil pensilnya yang terjatuh sebelum mendongak dan mendapati Ana dan Dika berjalan beriringan keluar kelas sambil tertawa. Tawa yang biasanya hanya Aldric yang bisa ciptakan, kini ada cowok lain yang menciptakannya. Apa posisi Aldric di hati Ana sudah tergeser dan digantikan Dika?

Sudut mata Aldric terus mengikuti keduanya sebelum hilang di balik pintu. Cowok itu berdiri dengan kedua tangan mengepal. Harusnya Aldric kan yang berdiri di sana? Harusnya Aldric kan yang berjalan beriringan bersama Ana? Mengantar pulang Ana dan menciptakan tawa cewek itu seperti biasa.

Tiba-tiba ucapan Lexa kemarin siang terngiang di telinganya. Namun buru-buru Aldric menggeleng dan menepis pikiran negatifnya.

Cowok itu lalu menggendong tasnya dan berjalan menuju meja Lexa. Cewek itu tengah menelungkupkan wajahnya di atas lengannya yang tertekuk. Nafasnya tampak tidak teratur yang menandakan bahwa cewek itu tidak tidur.

"Lex, lo nggak apa-apa?" Tanya Aldric khawatir. Lexa bergeming. Aldric lalu mencoba mengguncang bahu cewek itu pelan.

"Lex?" Dengan pelan Lexa menegakkan badannya dan menatap Aldric sayu.

"Gue m-mau pulang," ujar Lexa dengan suara parau. Matanya memerah dan ada sisa-sisa air mata yang mengering di sekitar pipi.

"Gue anter."

"Briana?" Tak mengacuhkan pertanyaan Lexa, Aldric membantu Lexa membereskan peralatan belajar cewek itu dan memasukannya ke dalam tas. Lalu tas itu di sampirkan di bahu kirinya dan mulai membimbing Lexa berjalan.

***

Aluna mengedarkan pandangan dan menemukan Alang tengah berjalan sendirian di ujung koridor kelas XII menuju parkiran sekolahnya. Membuat cewek itu buru-buru berlari untuk menyusul Alang dan menarik tangan besar cowok itu untuk berhenti berjalan.

Alang berbalik dan menatap Aluna. "Apa sih?" Tanya Alang sambil memandang Aluna malas.

"Apa sih? Lo bilang apa sih?" Ujar Aluna sarkartis sambil membeo ucapan cowok di depannya.

"Apa yang terjadi sama Lexa?" Tanya Aluna. Alang memandang Aluna dengan mata menyipit lalu mengalihkan pandangannya sambil membuang nafas jengah.

"Bukan urusan lo kan?" Tanya Alang balik.

"Gue tau lo pasti abis ngapa-ngapain Lexa kan?" Alang menangkap tangan Aluna yang menunjuk-nunjuk dirinya. Ia tidak suka pada siapapun yang melakukan hal ini padanya, termasuk cewek yang ia suka sekalipun.

"Jadi menurut lo gitu?" Tanya Alang tajam, tangannya menggenggam lengan Aluna terlalu keras. Gigi-gigi cowok itu bergemeletukkan menahan amarahnya di depan Aluna.

"Lang sakit!" Jerit Aluna membuat Alang terkesiap dan melepaskan tangan Aluna.

"Lun sori," ucap cowok itu penuh sesal. Alang kembali mengambil tangan kanan Aluna lalu mengusap-usapnya. Dengan wajah penuh penyesalan cowok itu terus meniup-niup lengan Aluna.

"It's okay Lang," jawab Aluna tak enak juga. Cewek itu mencoba menarik tangannya dari genggaman tangan besar milik Alang. Namun ditahan cowok itu.

"I know you not, lo baru aja teriak kesakitan gara-gara gue."

Mereka sekarang sedang berdiri berhadap-hadapan di koridor sekolah yang cukup ramai karena bel pulang baru berbunyi beberapa menit yang lalu. Semua orang memandang mereka ingin tahu, ada juga yang bersiul melihat adegan yang biasanya hanya bisa dilihat di sinetron.

"Lang kita jadi tontonan asal lo tahu," bahkan suara Aluna pun teredam oleh suara riuh anak-anak yang melihat mereka.

Alang mengedarkan pandangannya lalu terkekeh, cowok itu lalu membawa tangan Aluna ke dalam genggamannya. Hangat. Itu yang Aluna rasakan. Padahal ini bukan kali pertama Alang menggenggam tangannya seperti ini.

"Sama gue ini nggak usah malu. Untung kan gue ganteng, coba kalo lo berdiri sama Dika baru lo boleh malu," ujar Alang. Mau tak mau membuat sudut bibir Aluna tertarik, namun tak urung tangan kiri cewek itu memukul lengan berotot milik Alang.

Tiba-tiba Aldric dan Lexa berjalan sambil bergandengan tangan melewati Alang dan Aluna.

Alang bisa merasakan tatapan sengit yang Aldric lemparkan padanya. Saat kemudian Aldric kembali mengalihkan pandangannya ke arah Lexa yang berjalan sambil menunduk.

"Lang?" Panggil Aluna. Cewek itu memiringkan kepalanya menatap Alang yang masih memandangi punggung Aldric dan Lexa yang mulai hilang di balik koridor.

"Ya?" Kini Alang memandang Aluna sepenuhnya. Membuat Aluna mendadak salah tingkah. Ternyata selama ini Aluna salah, kalau dilihat dari dekat mata Alang ternyata berwarna abu-abu tua bukan hitam.

"Nggak apa-apa kok kalo lo nggak mau cerita, itu kan privasi lo," ujar Aluna setelah menenangkan degub jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Alang terdiam lalu mengangguk.

"Lain kali gue pasti cerita."

***

Dika menghentikan motor besarnya di depan gerbang rumah Ana. Setelah melepas helmnya, ia menerima helm yang Ana angsurkan padanya.

"Thanks ya Dik. Gue jadi ngerepotin lo lagi," ujar Ana tak enak. Cewek itu kini berdiri di sebelah motor besar Dika.

Dika mengibaskan tangannya lalu berujar santai. "Halah apasih, santai aja. Gue seneng kok."

Mendengarnya membuat Ana tersenyum. Ia menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan pipinya yang memerah.

"Mampir dulu Dik?" Tawar Ana. Dika mengerutkan dahinya, berpikir sebentar sebelum menggeleng dan mengusap tengkuknya malu.

"Lain kali aja ya Na," Ana mengangguk mengerti.

"Kalo gitu gue masuk ya?" Sebelum Ana benar-benar masuk rumahnya, Dika turun dari motornya lalu berdiri di depan Ana yang hanya setinggi dadanya.

"Eh Na, eemm..." Dika bingung harus memulai dari mana. Ia hanya menggaruk pipinya yang tak gatal.

"Kenapa?" Tanya Ana dengan dahi berkerut. Ia masih memandangi Dika sebelum pertanyaan yang tak pernah Ana pikirkan terlontar dari mulut cowok itu.

"Eh, jalan yuk?"

***

Part 6!! Pendek ya? Sori deh. Thanks yaa yang udah mau baca dan ngevoment;;)) yang di mulmed itu Briana.

Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang