10

1K 61 51
                                    







"Al, kamu ada disini?"

"Asistenmu bilang jika kamu sudah datang. Jadi aku langsung masuk kesini. Apa kamu suka bunganya?"

"Iya. Terima kasih bunganya."

"Apa kamu sudah dari tadi?"

"Tidak. Baru saja."

Jalal melangkah mendekati Jodha, membuat gadis itu salah tingkah. Tangan kanan Jalal terangkat menyentuh pipi Jodha dan membelainya. Jodha menahan nafas merasakan sentuhan Jalal.

"Wajahmu terlihat lelah. Kamu baik-baik saja?" Jalal menatap intens wajah Jodha dengan rasa khawatir.

Jodha menghembuskan nafasnya. "Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit lelah karena persidangan tadi."

"Mau kubantu untuk menghilangkan rasa lelahmu?"

"Apa?"

"Kemarilah."

Jalal menarik tubuh Jodha lalu memeluknya. Dia melingkarkan tangannya di pinggang kekasihnya. Jodha sedikit terkejut, tapi tak lama dia membalas pelukan Jalal. Dia hirup wangi tubuh pria itu yang seakan menjadi aromaterapi baginya dengan memejamkan matanya. Dan benar saja, setelah itu dia merasa tenang. Seakan beban yang ada dipundaknya berkurang. Apalagi Jalal mencium puncak kepalanya dengan sayang.

"Sudah baikan?" Jodha mengangguk. Jalal tersenyum dan melepaskan pelukannya.

"Mau makan siang denganku?"

"Tentu."

"Ayo."

Jalal menggandeng tangan Jodha dan mengajaknya keluar untuk makan siang.

🌀

Mereka berdua makan siang di sebuah cafe tak jauh dari kantor Jodha. Selama menunggu pesanan, mereka berbincang.

"Jalal, boleh aku bertanya sesuatu?"

"Katakan saja?"

"Apa yang menulis kata-kata di note itu kamu?" Jalal terdiam sebentar.

"Bukan."

Wajah Jodha yang tadinya berbinar kini berubah kecewa. Dia kira Jalal yang menulis kata-kata Indah itu. Karena jika iya, berarti Jalal tipe pria yang romantis. Melihat wajah Jodha yang berubah murung membuat Jalal menyunggingkan senyum jahilnya.

"Kenapa memangnya?"

"Ah ... tidak. Aku kira kamu yang menulis itu," jawab Jodha dengan suara lirih.

"Memang bukan aku yang menulisnya, tapi si penjual bunganya. Aku yang mendikte kata-kata itu dan dia yang menulisnya."

Wajah Jodha berubah merah karena malu. Apalagi Jalal tersenyum menyeringai seakan mengejeknya. Untung saja pelayan datang mengantarkan pesanan mereka sehingga Jodha tak harus terus malu. Mereka mulai menyantap makanan.

"Apa sidangmu tadi bermasalah?"

"Ada sedikit masalah yang membuat kasus ini agak sulit, tapi aku akan berusaha sekuat tenagaku agar klienku mendapat keadilan."

"Aku yakin pengacara handal sepertimu pasti bisa memenangkan kasus ini."

"Dari tadi kita membicarakan tentang aku. Lalu kamu sendiri bagaimana? Apa berhasil dengan klien barumu?"

"Ya. Karena itulah aku mengajakmu makan siang sekaligus merayakan keberhasilanku. Dan tentu saja membagi rasa bahagiaku denganku."

Jodha tersenyum sumringah.

Mafia HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang