KECERDASAN Bintang merupakan laut luas yang sambung-menyambungi meliputi permukaan bumi. Pengetahuannya melompat-lompat sepanjang garis khatulistiwa; mengitari kutub utara dan selatan yang paralel terhadap poros rotasi planet. Matanya menyala-nyala terang memancarkan intelektualitas, tiap kata yang diucapnya bertumpah ruah informasi. Ilmu nya tak mengenal zaman, ruang dan waktu. Aku dapat menyimpulkan dari pertemuan kami yang baru beberapa kali ini; ia adalah manusia 'serba-tahu'.
Bak Thales of Miletus, ia mampu menjelaskan fenomena alam tanpa mengacu pada mitologi, membuat siapapun yang mendengarnya percaya dan paham bahwa fenomena tersebut nyata. Bintang, seperti cendikiawan-cendikiawan di masa lampau, tenggelam dalam ke-geniusan nya sendiri. Imajinasi berbentuk serdadu berbaris berhimpit di tempurung kepalanya yang agak kecil itu melahirkan ide-ide mahadewa tentang filsafat dan kosmologi. Ia bak Democritus jika membahas kosmos, bak Aristotles jika membahas seni. Hal itu yang membuatku sungguh, sungguh takjub.
Sejak hari pertama aku bertemu dengannya, entah mengapa aku tahu dia seorang yang 'spesial'. Sikapnya yang eksentrik sekaligus menyebalkan mirip dengan orang-orang pintar di masa lampau, gaya bicaranya yang sangat fasih, baku, dan formal menggambarkan kecerdasan yang bersemayam di otaknya – ia betul-betul berbeda dari semua pria yang pernah kukenal."Katakanlah, tata surya kita memiliki VY Cannis Majoris; bintang maha raksasa dengan jari-jari 1800 sampai 2100 kali radius matahari, cahaya nya indah, terang tidak terkira. Apakah kamu masih juga menyukai senja?" Ia bertanya padaku dengan gaya bicara yang 'lurus tabung' ditengah satu perbincangan sore kami tentang alam semesta. Bintang, tampaknya ingin menguji kegemaranku pada senja. Aku tersenyum,
"Bukan terang redupnya cahaya saat senja, bukan juga besar kecilnya matahari saat terbenam yang buat gue kagum, tapi moment yang diciptakan saat itu yang buat gue kagum. Moment"
Bintang, saat itu tersenyum simpul padaku lalu mengangguk. Ia mungkin menyadari bahwa kami layaknya kutub utara dan selatan- benar-benar berbeda dalam cara berpikir. Jika bintang lebih mengemukakan kecerdasan dan rasio, aku lebih mengemukakan perasaan dan emosi. Namun hal itu yang membuat kami 'nyaman' satu sama lain. Memang ini agak aneh, namun... i found that he's quite interesting.
Di siang yang panas menggelegak ini, Bandung diguyur hujan lebat. Ganjil rasanya ketika cuaca tidak mendukung udara. Aku pun saat ini merasa ganjil, bukan karena cuaca dan udara yang tidak sinkron melainkan berdiri ditengah-tengah kerangka fosil dinosaurus Tyrannosaurus Rex Osborn yang besarnya bukan main. This is not my thing, really. Aku bukan gadis pecinta museum kerangka tulang, kalo bukan karena ingin berteduh, aku tidak akan pernah mampir kesini.
Semakin gempar guruh menggelegar, semakin pula kesalku menjadi. Bintang terlihat mondar-mandir memotret fosil-fosil yang diletakkan dibalik kaca, wajahnya berseri-seri. Sudah seharusnya tadi aku menolak ketika diajaknya makan jagung bakar di Dago kalau tahu akan berujung ke museum Geologi.
"Gemma, kamu harus lihat ini"
Bintang memanggilku dari kejauhan, tangannya melambai-lambai. Aku memotar bola mataku kesal.
"Kenapa?"
"Kamu tahu ini apa?"
"Belut? Lele?" tanyaku konyol. Bintang menghela nafas sambil membersihkan lensa kamera.
"Bodoh kamu. Ini fosil ular purba, beda sekali dengan belut atau lele." Jelas Bintang agaknya kesal. Aku mengangguk malas, "Oh."
Seperti orang lupa diri, mata Bintang mencalang seakan haus ilmu ditengah-tengah museum yang besar itu. Semua pajangan dihampiri, di potret, dibaca dengan teliti. Aku bak guru yang bosan menemani murid-murid rekreasi sekolah, Bintang layaknya anak SD pecicilan yang penuh dengan keingin-tahuan. Aku jadi terbayang betapa bosan dan muak nya bunda waktu dulu menemani kami pergi rekreasi Einstein - begitu kami menyebutnya. Rekreasi dimana menstimulasi dan merangsang kecerdasan otak menjadi tujuan utama. Jika dirasakan sekarang, rekreasi Einstein tak ada bedanya dengan rekreasi neraka – sungguh tidak menyenangkan. Terbesit sejenak di benak, aku seakan sedang bermain peran saat ini; aku adalah ibu dan Bintang adalah anak. Bintang; tingkahnya seperti seorang anak kecil yang terperangkap dalam tubuh manusia dewasa - begitu aku melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Mata Bintang
Genç Kız EdebiyatıApa salahnya dicintai seseorang? Tidak, tidak ada yang salah. Bersyukurlah ketika ada orang yang mencintaimu, atau menyayangimu, karena jika begitu, seperti apapun buruknya dirimu, dia akan rela memberikan mu sepenuh raga, cinta dan jiwanya. Kak B...