Love In Japan

200 21 4
                                    

BAB3

'Melihat mu menangis, melihat mu sedih. Hati ini selalu perih. Rasa sesak begitu mendominasi, hanya menyisakan ruang kecil untuk hati yang ingin ku buat bahagia kembali.' -Gavin Nalendra

******

Gavin pov

Melihatnya menangis kenapa hati ku yang serasa ingin meninju si Rizky, sejujurnya aku mengenalnya walau hanya sesekali mengobrol denganya. Saat sampai di apartemen Anin sudah tidak menangis, tidak lagi mengeluarkan air mata. Hanya saja raut wajahnya masih memancarkan rasa sedih dan kecewa.

"Udahlah Nin, ngga usah di tangisin. Cowo brengsek kaya Rizky ngga pantes dapet air mata dari cewe kaya lo, Nin." Aku mengelus puncak kepalnya, ia menoleh mendangak untuk memperhatikan wajahku yang sedang berdiri di samping sofa tempat dia duduk.

Anin menghela nafas, kemudian menghembuskan dengan kasar. "Bukan gitu Vin, aku cuma aneh aja sama sikap dia tadi. Setelah empat hari aku di Jepang dan sekarang ketemu langsung sama dia, dia malah bikin luka, bukan bahagia. Apa cewe yang tadi sama dia itu penyebabnya?" Anin menatap ku, aku duduk disebelahnya.

"Mending lo nanti tanya langsung aja sama orangnya, biar lebih plong. Dari pada ngeduga duga gini, yang ada salah, iya kan?" Ucap ku.

Dia berdehem. "Kalau lo butuh pundak buat nangis, pundak gue selalu siap buat lo." Anin langsung menyenderkan kepalanya pada pundak ku, aku mengelus pucuk kepalanya dengan hangat. Memberi dukungan untuk selalu tabah dengan cobaan cobaan kecil yang Tuhan berikan.

"Vin apa cowo itu emang di takdirkan untuk menyakiti kaya gini?" Ah Anin, dia bertanya seperti itu membuat ku kelimpungan, tidak tau mau menjawab apa.

"Gue ngga tau. Intinya gue ngga kaya gitu, gue selalu berusaha menghormati orang yang juga mengormati gue. Sama kaya cinta, kalau orang itu cinta sama gue, gua juga akan berusaha cinta sama dia. Kalau emang itu ngga bisa, biar gue yang jatuh cinta, dan ngebuat orang itu cinta sama gue. Karena gue tau rasanya disakitin dengan cara sadis kaya gini." Sumpah ini jawaban terabstrak yang pernah aku lontarkan. "Curhat, ah."

Anin segera berdiri, "Vin aku ke kamar dulu ya?!" Tanpa meminta persetujuan dari ku Anin langsung melenggang pergi.

Gadis baik sepertinya tidak pantas di sakiti. Sepertinya ini bukan lagi perasaan iba, namun rasa yang muncul dari hati untuk selalu membuatnya bahagia. Apa iya aku jatuh cinta padanya?

Author pov

Pagi ini tepat lima hari Aninda berada di Jepang, di negeri yang telah menorehkan luka yang berbekas. Gadis ini terbangun setelah tadi kembali tidur sehabis shalat subuh.

"Jam delapan." Anin berdiri mengambil handuk untuk mandi. Saat tubuhnya melintas didepan pintu ia menoleh, memperhatikan sedikit celah. Terlihat Gavin yang sedang menggunakan sepatu dam tas disampingnya.

"Vin? Kamu mau ke kampus?" Tanya Anin. Gavin segera mengalihkan pandangannya, ia tersenyum, "Iya, lo mau dirumah aja atau ikut ke kampus?" Anin terlihat berfikir sejenak, kemudian mengangguk. "Iya, tungguin ya mau mandi dulu."

Sudah tigapuluh menit Aninda mandi, dan belum juga keluar dari dalam kamar. "Ck cewe mandi lama amat ya," Gavin berdecak dan terus memperhatikan jam tangan yang menempel ditangannya.

'Clek'

Pintu terbukan memperlihatkan Aninda dengan leging hitam dan kaos biru muda yang dibalut dengan cardigan panjang hingga di atas lutut. "Ayo Vin, aku udah siap," Ucap Aninda. Masih terpaku dengan paras cantik Aninda, Gavin tidak menggubrisnya. "Vin ayok!!" Desak Aninda, Gavin segera tersadar, "Eh iya ayok."

Love In JapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang