Love In Japan

93 19 0
                                    

'Disaat semua yang sudah ku tata, kau hancurkan tanpa sisa. Apa bisa ku sebut kau sebagai pembuat luka?'

***

Lelaki itu, masih saja dia mengikuti ku. Aku memberhentikan langkahku, "bisa kamu gak usah ikutin aku?" Aku berucap tanpa menoleh ke arahnya.

"Nin kasih aku kesempatan, aku.."

"Hati aku udah mati, aku rasa kamu paham apa maksudnya." Aku memotong ucapannya kemudia berjalan cepat langsung menuju lobi rumahsakit mencari Gavin.

Aku melangkah menuju lobi, Gavin duduk sambil memainkan ponselnya.
"Vin? Ayo pulang, aku cape."

Gavin menatap ke arah belakang, "mana cowo lo?" Katanya datar.
"Gatau, ayo pulang aku cape."

-Admin POV on-

Tadi sampai di rumah minimalis milik Anin, Gavin turun lalu menurunkan koper pink serta menggendong tasnya.

"Im home!!" Anin membuka pintu, dari arah ruang tamu seorang gadis kecil menghampiri Anin dengan berlari.

"Aaaaaaaaaaa kak Zaza pulangggggg," bagitu serunya sambil berhambur memeluk Anin kuat-kuat.

Anin membalas pelukan Hadi kecil yang bernama Rachel. "Iya dong, Rara kangen ga sama Zaza?" Rara, gadis kecil itu mengangguk kuat-kuat.

Kemudian dia memperhatikan Gavin, "Dia siapa kak?" Rara memperhatikan Gavin lekat. Gavin tersenyum hangat, berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan Rara.

"Halo? Nama kakak Gavin." Salam perkenalan Gavin dengan mengulurkan tangan.

Di raihnya tangan Gavin malu malu, "nama aku Rara." Rara membalas uluran tangan Gavin, sambil tersenyum malu.

"Ayo kak Zaza, Rara punya mainan baru. Kemaren ayah Rara kesini, dia beliin mainan buat Rara." Rara bersemangat menarik Anin ke ruang tamu, Anin hanya tersenyum gemas sembari menatap Gavin.

-Gavin POV on-

Gatau kenapa, cewe ini selalu bisa bikin gua ngerasa keluar dari dunia abu-abu. Gua juga gatau kenapa bisa nemu dia di bandara, mungkin kalau waktu itu gua ga jemput Zeevana gua gabakal ketemu dia.

Astaga, kok gua bisa lupa sama si Zee. Aduh.. tu anak gimana sekarang. Gua lupa ngasih tau dia kalau gua balik ke Jakarta.

"Nin, gua keluar bentar ya?"
"Kamu mau kemana?"
"Nelpon temen."

Gua keluar rumah Anin, terus gua langsung nelpon si Zee bisa gawat kalau dia marah. Ancur apartemen gua. Buset ini anak kenapa lama amat ya ngangkat telpon gua.

"Halo Zee?!"
"Pipin bego, lu ke Jakarta ga bilang bilang. Gua di apartemen lu sekarang, bodo gua balik ke Jakarta malem ini juga, gamau tau jemput gua harus!!"

Gua jauhin hape dari kuping, berisik banget suaranya aseli.
"Gua gabisa jemput lu, sumpah gua gak inget sama lu Zee.."
"Ish, jahat amat."

'tut.. tut.. tut..'

Gila, langsung di matiin. Sumpah ya kalau dia bukan sosok Zeevana, gua udah gabakalan betah lama lama dengarin dia ngoceh, mana manggil gua  'Pipin.' lagi.

-admin POV on-

"Kamu nelpon siapa sih? Mukanya kenapa sawan gitu?" Anin menghampiri Gavin di teras rumahnya.

Gavin membalik badannya, "oh ini, temen gua. Gua lupa kalo ada dia, tadi ya dia mau ikut balik ke Jakarta juga, eh malah gua udah duluan sama Lo."

Alis gadis ini berkerut, "maaf, gara-gara aku jadi gini," katanya sendu.

Gavin tersenyum, "yaelah gapapa kali, gua bersyukur malah gak jadi balik bareng sama dia."

"Gavin!!"

Keduanya tertawa bersama, hanyut dengan canda setelah perdebatan dengan rasa di rumah sakit tadi. Hanya menghitung waktu saja, semua bisa terjadi.

Tanpa ada aba-aba tanpa ada tanda-tanda, semua terjadi tanpa rencana. Takdir, dan kebetulan yang sulit di cerna. Sebab, sendu datang bersamaan dengan hati merona bahagia.

Tidak peduli dia dari mana, dia siapa, tetapi rasa yang tumbuh semakin menjelma menjadi bagian manis dalam lengkap cerita. Sebagai bagian yang selalu di kenang walau, hati sering kali di patahkan.

-tbc

Haloha, semakin kesini kenapa alurnya makin ngaco gini ya? Wkwk, aduh...
Hayo, Zee itu siapa hayo?? :"v

Buat kalian semua, jangan lupa vote dan komen yaa, terimakasih buat yang berkenaan untuk membaca🖤

Love In JapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang