12. Flashback(3)

37 9 0
                                    

November, 2016.

"Aku pulang!" suara gadis remaja menggema di sebuah rumah.

Brak! Seorang wanita paruh baya melempar tumpukkan kertas di depan gadis itu. "Jelaskan ini!"

Gadis itu terdiam, raut wajahnya berubah datar. Dia tidak menjawab perkataan wanita itu.

"Karina! Tolong jelaskan maksud semua ini pada Ibu!"

Dia menatap wanita yang menyebut diri sebagai Ibu, "Cita-cita ku," jawabnya.

"Kau! Ibu tak habis pikir denganmu Karina!" sang Ibu mengeram marah.

"Ini bukti, bahwa aku berbeda dari yang lain."

"Apa maksudmu?"

"Ibu ingat? Dulu, orang-orang meremehkanku. Bahkan Ibu juga seperti itu," jawabnya.

"Tidak seperti ini caranya!" satu tetes air mata keluar dari pelupuk mata Ibu.

"Aku bisa mengurusnya, bu."

"Apa?! Kau buronan! Pembunuh bayaran!" Ibunya berteriak kesal.

"Tak apa. Maki saja aku."

Gadis itu beranjak pergi ke kamar nya.

"Karina! Kembali ke sini! Ibu belum selesai berbicara!"

Gadis itu tetap berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Dia membuka pintu kamarnya yang berwarna hitam, lalu masuk ke dalamnya. Kamar berwarna hitam dan putih, ia melemparkan tas sekolahnya lalu membanting pintu hingga terdengar debuman keras. Ia lantas mengunci pintu kamarnya dari dalam.

Gadis itu berjalan ke tengah ruangan, jatuh terduduk di lantai.

"Aaaah!" jeritnya.

Dia meluapkan segala amarahnya di kamar ini.

Ibu nya yang mendengar jeritan anaknya pun segera naik ke lantai atas ke kamar anaknya. Dia mencoba membuka pintu, namun sayang pintu itu sudah dikunci.

"Karina! Keluar, nak! Ya tuhan, hentikan!"

Gadis itu mendengar kalimat yang diucapkan ibunya dari dalam kamar. Ia menghentikan aksinya, lalu berjalan ke arah pintu. Membuka kuncinya lalu kemudian membuka pintu kamar itu.

Dia memandang ibunya datar. "Mengapa?"

Ibunya nampak bingung dengan perkataan anaknya. Sehingga ia hanya diam tak menjawab pertanyaan anaknya itu.

"Mengapa?" tanyanya lagi.

"Apa maksudmu?"

"Mengapa, Ibu? Kau dulu menganggapku sama dengan anak-anak bodoh di luar sana. Dan sekarang aku sudah buktikan, Bu! Aku tidak bodoh!" jeritnya.

"Maafkan ibumu ini, nak."

"Aku tak pernah marah padamu, Bu. Aku hanya kecewa dulu kau pernah memandangku sebelah mata."

"Maaf."

"Harusnya Ibu tau, aku tidak suka dibandingkan." gadis itu terus melanjutkan perkataannya.

Ibunya pun langsung memeluk anak gadisnya dengan erat. Ia merasa bersalah dulu pernah menganggap anaknya bodoh. Hingga inilah yang terjadi. Pembuktiannya.

"Keluar dari sana, Nak," ucap Ibu sambil tetap memeluk anaknya.

Gadis itu menggeleng. "Tidak bisa, Bu. Sudah terlambat."

Unlimited ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang