9.Holla Indonesia!

66 10 0
                                    

Bandar Udara Soekarno-Hatta. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya mereka sampai. Tempat ini terlihat semakin sibuk saja, dan semakin canggih. Namun tetap masih kalah saing dengan Inggris.

Mereka berjalan keluar bandara dan langsung menuju area parkir dimana di sana telah di sediakan dua mobil untuk mereka. Sekarang pukul 5.20, mereka menghabiskan waktu dua puluh menit sejak turun pesawat hingga sampai ke parkiran. Perjalanan ke Bogor kira-kira dua hingga tiga jam. Masih lama untuk mereka beristirahat santai di ranjang.

Udara tidak terlalu panas, terlihat banyak pepohonan di pinggir jalan. Bogor. Kota yang memiliki wilayah kabupaten terluas. Masih banyaknya pegunungan dan hutan di sini. Jarak untuk ke ibukota pun tidak jauh. Hanya menempuh 1-2 jam melalui tol. Tempat terbaik yang dipilih.

Merek sudah sampai di rumah. Rumah ini memiliki halaman yang luas, asri, dan nyaman untuk di tinggali. Terletak di jalan Tangkuban Perahu, Bogor. Letak rumah ini pun strategis. Tepat di sebuah pertigaan.

"Rumah ini milik pamanku, dia sedang pergi ke Jakarta," jelas Fanya.

"Sudah lama pamanmu pergi?" Aretta bertanya sambil menurunkan kopernya dari bagasi.

"Semalam mereka pergi," jelas Fanya.

"Ayo masuk, kita butuh istirahat,"lanjutnya.

Rumah ini memiliki empat kamar. Mereka tidur berdua. Rumah ini sangat nyaman untuk ditinggali. Arsitektur yang mengedepankan nuansa klasik dengan bahan dasar kayu. Bahkan lantai rumah ini pun dari kayu. Rumah ini dominasi dari rumah adat jawa dan sunda. Sungguh menarik.

Elena kini tengah merapikan pakaiannya, bersama dengan Neera. Iya, mereka satu kamar.

"Pablo tidak menghubungi lagi, E?" tanya Neera selagi tangannya menyimpan pakaian ke lemari.

"Belum. Mungkin nanti siang," jawab Elena.

"Rumah ini memiliki cctv. Bagus bukan, E? Mempermudah untuk memantau keadaan." Neera berkata sambil melihat ke arah luar jendela.

"Iya, aku yakin Badan Intelejen Negara sudah mengetahui nya. Cepat atau lambat, kita akan berurusan dengan aparat lagi," jelas Elena.

"Permainan yang sesungguhnya. Mereka akan tau siapan kita, E," ucap Neera sambil tersenyum miring.

"Tentu saja," Elena menjawab dengan dingin.

Gerogia masuk ke kamar mereka lalu bersandar di dinding, "Nick sudah membelikan makan siang, kalian cepatlah turun."

"Oke."

Mereka turun ke lantai bawah untuk makan siang. Di sana semua sudah berkumpul, hanya Elena dan Neera saja yang belum datang. Setelah semua sudah duduk di kursi, Nicholas membuka kotak pizzanya. Dan ada satu mangkuk lasagna untuk Elena.

Usai makan, mereka belum beranjak dari ruangan itu. Semua masih duduk di kursi masing-masing.

"Keberadaan kita lambat laun akan diketahui oleh Badan Intelejen." Elena mulai membuka suara.

"Kita harus segera membuat rencana," tambah Neera.

"Sekarang, kita harus menunggu kabar selanjutnya dari Pablo," jelas Geovani.

"Sebenarnya, tugas ini tidak sulit. Hanya mengawasi mereka yang sedang mengirim." Elena membuka suara lagi.

"Namun, kau borunan dunia. Khususnya di negara ini," balas Arlene.

"Knife. Buat gebrakan. Sebelum mereka mengejutkan kita dengan mengepung secara tiba-tiba, kita beri mereka kejutan lebih awal. Bagaimana?" Aretta akhirnya memberi saran.

Unlimited ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang