Chapter 1

43K 1.8K 234
                                    

Suara mobil memasuki halaman rumah terdengar. Prilly dengan bayi dalam gendongannya berjalan santai menuju pintu utama, menyambut suami tercinta.

Putra Zeindra Syarief atau sering dipanggil baby Zei, bayi mungil nan tampan yang Prilly lahirkan delapan bulan yang lalu. Kehadiran buah hati mereka membuat hubungan Ali dan Prilly semakin erat, rumah tangga mereka terasa semakin sempurna.

Zei, dengan pipi chubby-nya mampu menarik perhatian setiap orang yang melihatnya apalagi bulu mata yang lentik dan hidung yang mancung benar-benar mirip dengan Ali menambah nilai plus untuknya. Tak jarang saat jalan keluar, banyak ibu-ibu bahkan gadis remaja gemas melihat wajahnya. Tak terkecuali Devia dan Azel. Tak ada hari tanpa memainkan wajah Zei.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Prilly dengan senyum di wajahnya menyambut Ali yang terlihat lelah, namun pria itu tetap tersenyum tulusnya.

Prilly mencium punggung tangan Ali dan mendapat kecupan sayang di keningnya. Ali mengambil alih jagoan kecilnya dalam dekapan Prilly, sedangkan Prilly mengambil tas kerja Ali. Ketiganya melangkah dengan salah satu tangan Ali merangkul pundak Prilly.

"Kita kapan ke Bali, Pa?" tanya Prilly saat mereka menaiki tangga menuju lantai atas.

"Besok pagi jam tujuh. Aku udah pesen tiket. Devia sama Nio gimana?" Ali membuka pintu kamar mereka.

"Hari ini mereka udah berangkat, kata Nio, Devia udah gak sabar ketemu Arka," jawab Prilly terkekeh kecil. "Sini sama Mama dulu." Prilly mengambil jagoannya dan membaringkannya di atas kasur, membiarkan bayi tampan itu sibuk dengan mainannya.

"Bukannya dua hari yang lalu mereka ketemu disini ya?" tanya Ali mengerutkan keningnya heran.

"Ya emang. Kamu tau lah mereka gimana." Prilly tertawa kecil mengingat tingkah sahabatnya yang tak pernah berubah walaupun sudah menikah.

"Sama kayak kamu." Ali menarik hidung Prilly yang tengah membantunya melepas baju kerja.

"Nggak ya. Aku gak segila mereka..." sangkal Prilly membuat Ali mencibir. "Aku siapin air buat kamu mandi dulu." Prilly melenggang pergi ke kamar mandi.

Ali melangkah menghampiri anaknya. Menciumi pipi gembul itu membuat bayi tampan yang asik memainkan mainannya mengeliat dan menggeleng-ngelengkan kepalanya menghindari ciuman Ali.

"Papaaa belom mandi ih main cium-cium sembarangan." Prilly yang baru saja keluar dari kamar mandi berseru gemas melihat suaminya.

Ali hanya tersenyum tanpa dosa. Ia bangun dari rebahannya namun sebelum itu ia menggigit pipi anaknya membuat Zei menangis kencang.

"Iiiih Aliii...." Prilly berdecak kesal. Ia langsung meraih Zei dan menggendongnya. Sedangkan Ali langsung berlalu ke kamar mandi begitu saja.

"Cup cup Sayang..." Prilly duduk di tepi kasur, membuka kancing bajunya agar lebih mudah menyusui Zei.

Tangis Zei reda saat sudah menemukan sumber kehidupannya. Tanganya terangkat menepuk-nepuk wajah Prilly. Sesekali Prilly memasukkan jari mungil itu ke dalam mulutnya dan menjepitnya di sela bibirnya.

Setelah selesai menyusui anaknya, Prilly berdiri dengan Zei yang tenang di gendongannya. Berjalan menuju lemari, mengambil baju dan celana untuk Ali. Prilly menyimpan baju dan celana Ali di atas kasur, bertepatan dengan pintu kamar mandi terbuka.

Ali melangkah menghampiri Prilly. Menatap lekat wajah anaknya yang sangat menggemaskan. Ali tersenyum, rasanya baru kemarin ia menyatakan cintanya pada Prilly dan kini sudah ada bayi mungil nan tampan sebagai bukti cinta mereka.

"Kenapa liat Papa gitu?" Ali mencolek-colek pipi Zei yang menatapnya sedari tadi.

"Iya Sayang Mama tau Papa jelek. Udah ya Papa mau pakek baju, kita main aja." Prilly menyahut tanpa merasa bersalah sedikit pun. Wanita itu langsung melangkah meninggalkan Ali yang terdiam bengong.

"Pa, nggak usah nguji iman." ketus Prilly yang melihat Ali masih bertahan dengan hanya handuk yang melilit pinggangnya.

"Kenapa?" tanya Ali dengan wajah menggodanya, pria itu tersenyum sangat manis.

"Tau ah," Prilly memalingkan wajahnya, ia tak sanggup melihat Ali tanpa baju dengan air yang mengaliri tubuhnya.

Ali terkekeh melihat tingkah istrinya. Ia dengan cepat memakai bajunya sambil terus memperhatikan Prilly yang asik mengajak anak mereka berbicara. Sesekali Zei tertawa karena Prilly meniup pelan matanya atau menyusupkan wajahya di perutnya.

Pemandangan seperti ini yang selalu berhasil menghilangkan kelelahan Ali sepulang bekerja. Ia bahagia mendapat istri seperti Prilly. Kadang ia masih merasa tak percaya, gadis yang sering membuat onar kini menjadi seorang ibu yang sangat penyayang.

"Makasih udah jadi bagian dari hidup aku." Ali memeluk tubuh Prilly dari belakang dan mengecup pipi wanitanya mesra.

Prilly tersenyum, tanganya terangkat mengelus rambut Ali. "Makasih juga udah milih aku jadi pendamping kamu."

*****

"Udah sampe Pril?"

"Udah, kalian dimana sih? Bilangnya mau jemput tapi gak muncul-muncul."

"Hehe maaf. Biasalah tadi gue kepengen makan sesuatu jadi mampir dulu." terdengar kekehan menyebalkan di seberang sana membuat Prilly mendengus.

"Yaudah cepetan. Dasar bumil."

"Iya iya. Sabar dong, udah sampe ini."

"Oke."

Prilly mematikan sambungan telpon sepihak. Ia menyimpan handphone-nya ke dalam tas.

"Gimana?" tanya Ali yang duduk di samping Prilly dengan Zei yang tertidur di gendongannya.

"Tu mereka." Prilly mengarahkan dagunya ke arah sepasang suami istri yang berjalan ke arah mereka.

"Maaf lama." Nio menyalami Ali sambil tersenyum tak enak.

"Iya, nggak masalah."

"Yah tidur." Devia yang sudah siap menciumi Zei mengurungkan niatnya saat melihat mata bayi itu tertutup.

"Nanti ya Tante." ejek Prilly sambil mengambil Zei dari gendongan Ali.

"Udah lama tidurnya?" tanya Devia saat mereka melangkah menuju mobil.

"Lumayan. Tapi yang jelas gak boleh di ganggu." sahut Prilly membuat Devia mencibir.

"Iya iya..."

Mereka masuk ke dalam mobil Nio, meninggalkan bandara, menuju hotel yang dulu pernah mereka sewa saat liburan bersama temen SMA Prilly.

Selama perjalanan Devia dan Prilly yang duduk di belakang sibuk membahas masa hamil sedangkan Ali dan Nio membahas pekerjaan mereka.

"Gimana udah tau belum cewek apa cowok?" tanya Prilly pada Devia.

Sahabat gila Prilly itu tengah hamil dan sudah memasuki bulan ke enam. Setelah hampir satu tahun yang lalu ia dan Nio memutuskan untuk membawa hubungan mereka ke tahap yang lebih lanjut yaitu pernikahan.

"Ceweek hihi..iii seru kali ya entar anak gue pakek baju pink abis itu di kasi pita, ih pasti cantik kayak gue." seru Devia tersenyum sumringah.

"Iya cantik kayak lo. Asal gak somplak aja." balas Prilly tertawa kecil karena tak ingin mengganggu anaknya yang masih terlelap di pelukannya.

"Eh enak aja lo ngomong." sahut Devia sedikit kencang sambil memukul bahu Prilly kesal.

"Buset dah suara lo woi. Anak gue elah." Prilly menepuk-nepuk pantat Zei agar anaknya itu kembali tenang.

"Hehe maaf. Lo juga sih." Devia menatap Prilly yang dengan begitu telaten menenangkan anaknya yang tadi menangis kini sudah kembali tenang.

********

Uhuks uhuks yeeeaayyyy ketemu lagi sama pacar ajaib. Eh sekarang ganti dong ya. Bukan lagi pacar ajaib tapi Papa ajaib 😂😂😂😂😂
Chapter 1 singkat dulu hihi
Suka? Votment yaaaa tunggu kelanjutannya 😉😉😉

My Boy 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang