Chapter 28

19.8K 1.3K 98
                                    

Begitu sampai di ruangan Ali, Prilly langsung membawa Zei ke kamar karena bayi tampan itu sudah terlelap sejak di mobil. Sedangkan Ali langsung menemui sekretarisnya, Erick. Entah apa yang akan mereka lakukan.

Prilly berbaring di samping Zei yang tidur dengan posisi telentang. Ia beberapa kali menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Keadaan tadi masih terus berputar di ingatannya dan berhasil membuatnya kembali emosi.

Prilly memutar tubuhnya membelakangi Zei, air matanya keluar tanpa permisi, ia tak sanggup lagi menahan gejolak di dirinya. Hatinya sakit melihat kondisi Azel, hatinya marah bahkan kecewa melihat tingkah Arka. Masalah yang terjadi di rumah tangga Arka dan Azel sungguh menguras emosinya dan menjadi beban tersendiri untuknya.

Sejak kemarin Prilly berusaha terlihat biasa saja di depan Ali. Tapi kini rasanya ia sudah tak bisa lagi berpura-pura tegar. Ia ingin menumpahkan segala kegundahan hatinya. Prilly menggigit bibir bawahnya agar isakannya tak mengusik tidur Zei. Tapi tubuhnya bergetar hebat dan hal itu membuat kasur bergerak. Akhirnya Prilly memilih turun dari kasur dan berdiri di dekat jendela besar, ia membuka tirainya agar bisa melihat gedung-gedung tinggi di sekitar kantor Ali.

Prilly mengusap wajahnya, menghapus air matanya yang terus saja keluar tanpa mampu ia tahan sama sekali. Ia perlu sandaran tapi ia tak ingin Ali melihatnya menangis seperti sekarang. Prilly tak ingin suaminya itu khawatir dengan keadaannya.

Ali yang sudah menyelesaikan urusannya dengan Erick terpaku di pintu kamar, melihat istrinya menangis. Ia tentu tau apa yang membuat Prilly sampai seperti itu. Perlahan Ali mendekati Prilly, di peluknya tubuh bergetar Prilly dari belakang. Bisa Ali rasakan tubuh Prilly menegang, tapi kembali santai.

Prilly dengan cepat menghapus air matanya. Namun percuma karena air mata itu kembali menetes tanpa permisi. Pelukan Ali yang semakin erat membuat Prilly semakin tak sanggup menahan isakannya.

"Lepaskan semuanya," bisik Ali memutar tubuh Prilly menghadapnya.

Prilly langsung menyusupkan wajahnya di dada Ali. Menangis kencang disana, menumpahkan segala kegundahan di hatinya. Ali tetap diam, ia tak ingin menyuruh Prilly berhenti menangis karena ia ingin istrinya itu melepaskan semua sesak di dadanya.

"Mama sedih, Pa liat mereka kayak gitu," ucap Prilly disela tangisnya, Ali langsung mengerti siapa yang tengah Prilly bahas.

"Itu ujian buat mereka, Ma." Ali mengecup pucuk kepala Prilly dengan penuh kasih sayang.

"Tapi kenapa Arka bersikap kayak gitu?" nada bicara Prilly seolah tengah menahan kesal.

"Mungkin dia khilaf, siapa tau aja dia gak enak sama Nana karena Mama ngusir Nana gitu aja padahal Nana cuman mau minta maaf sama Azel," sahut Ali yang sebenarnya sama kesalnya dengan Prilly. Tapi Ali tak ingin mengompori Prilly, ia ingin menjadi penengah bukan malah memihak salah satu.

"Tapi kenapa kayak gitu di depan Azel? Kan kasian Azel-nya, Pa." Prilly mendongak memandang Ali dengan wajah yang masih basah oleh air mata.

"Ih itu ingusnya," celutuk Ali membuat Prilly refleks menyentuh bawah hidungnya.

"Ih namanya juga nangis ya pasti ada ingusnya." Prilly bersungut kesal. Ia menggosokkan wajahnya di jas Ali. Tak peduli jas mewah suaminya itu kotor karena ingusnya.

"Joroook...." Ali berseru, ia berusaha menghindar tapi Prilly semakin erat memeluk tubuhnya dan semakin menggesek-gesekkan wajahnya di jas Ali.

"Tu ingus tu...ih ngeselin," seru Prilly membuat Ali tertawa lepas. Ia mendekap kepala Prilly erat.

"Biar jorok tetep cinta kok." Ali memindahkan tangannya ke pinggang Prilly dan mengangkat tubuh istrinya itu membuat Prilly lebih tinggi darinya. "Love you."

My Boy 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang