Chapter 38

18.8K 1.4K 83
                                    

"Mau kemana lagi, Ma?" tanya Ali pada Prilly sebelum ia menjalankan mobilnya.

"Jalan aja dulu, Pa. Nanti kalau ada yang pengen Mama makan kita berhenti ya?" jawab Prilly tersenyum sangat manis.

Ali ikut tersenyum, "Iya," jawabnya sambil menyalakan mesin mobil lalu menjalankannya.

"Tadi Zei gimana, Pa?" tanya Prilly sambil mengelus rambut Zei yang duduk di pangkuannya.

"Pinter. Tadi dia ikut Papa rapat."

"Nggak nangis?"

"Enggak, Zei kan pinter," sahut Ali membuat Zei yang mendengar itu tersenyum.

"Oh ya? Pinter anak Mama." Prilly beralih pada Zei yang terus tersenyum, "Tau dia lagi di omongin," kekeh Prilly nencium pipi Zei gemas.

Ali ikut tertawa melihat Zei. Mobil Ali berhenti saat rambu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Zei yang tak lagi di cium Prilly berusaha berdiri lalu tangannya menggapai Ali.

"Tir Pa," ucapnya yang langsung Ali mengerti.

Ali mengambil tubuh Zei lalu mendudukkannya di pangkuannya.

"Zei, pelan-pelan ya Sayang bawa mobilnya," ucap Prilly saat mobil Ali mulai kembali berjalan.

Zei tersenyum tak jelas membuat Prilly yang terus memperhatikan wajah anaknya tertawa kecil, "Hati-hati Zei. Jangan ngebut," ucap Prilly sekali lagi memberi peringatan pada Zei, seolah benar-benar Zei-lah yang mengendarai mobil yang mereka naiki.

"Belok Zei," seru Ali sambil memutar stir, Zei pun bertingkah layaknya ia yang mengarahkan stir itu.

"Anak Mama pinter," ucap Prilly sambil tertawa.

Zei pun tertawa senang. Bahagia itu memang sederhana, menurut Ali bahagia yang sempurna adalah saat ia bisa tertawa lepas bersama keluarganya. Bukan tertawa karena banyak uang atau banyak proyek.

"Pa, kita langsung pulang aja deh. Mama capek," ucap Prilly sambil menyandarkan punggungnya.

"Iya," jawab Ali.

Tak lama kemudian mobil Ali sudah terparkir rapi di garasi yang ada di rumahnya. Ia menunduk menatap Zei yang tertidur lalu beralih pada Prilly yang juga tertidur.

Dengan gerakan pelan Ali mengambil handphone miliknya lalu mencari kontak Tia.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam. Tia dimana?"

"Di rumah Bang. Kenapa?"

"Ke garasi ya. Kamu ambil Zei, dia tidur. Abang mau gendong Kak Prilly."

"Oke bentar."

Ali memutuskan sambungan telpon lebih dulu. Tangannya terulur mengusap rambut Prilly saat istri cantiknya itu sedikit mengeliat.

Ketukan di kaca mobil membuat Ali menghentikan gerakannya. Ia membukakan pintu untuk Tia dan membiarkan adiknya itu membawa anaknya.

"Langsung ke kamar," titah Ali di angguki paham oleh Tia.

Setelah Tia berlalu, Ali keluar dari mobil lalu membuka pintu mobil di samping Prilly agar ia bisa dengan mudah meraih tubuh istrinya. Dengan gerakan sangat pelan Ali menggendong tubuh Prilly.

Walaupun tubuh Prilly semakin berat tapi Ali sama sekali tak peduli. Toh yang membuat istri cantiknya gendut adalah anaknya sendiri bukan anak orang lain. Lagi pula Ali pun tak peduli mau bagaimana pun bentuk tubuh Prilly.

Tak butuh waktu lama Ali sudah sampai di kamar mereka yang kini sudah tak lagi di lantai atas karena Ali tak ingin istrinya kelelahan saat menaiki tangga dengan keadaan yang sudah tidak memungkinkan. Ali mengucap terima kasih tanpa suara pada Tia yang baru saja selesai menyelimuti tubuh Zei.

My Boy 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang