Verona

490 30 9
                                    

CHAPTER 2

Dua orang laki-laki tampak keluar dari bandara kota Verona sambil menenteng koper mereka.

"Waaaa~ Zen.. indah sekali !" seorang pria berambut kuning dengan iris ungu nya tampak memandang sekelilingnya dengan takjub.

"Sudah kuduga kau akan syok saat sudah sampai di sini,Yoosung. Tunggu saja sampai kau melihat San Fermo Maggiore. " jawab pria tinggi dengan ketampanannya yang sempurna,Zen.

"Hehe.. tidak rugi ternyata aku bolos kuliah untuk ikut denganmu ke sini."

"Itu daripada aku pergi sendiri,kan lebih baik aku ajak kau saja." jawab Zen

"Tapi,kau belum memberitahuku kenapa kau pergi jauh-jauh ke Verona,Zen."

Zen tertawa. "Well.. sebenarnya memang tidak murah untuk pergi ke sini. Tapi aku harus mendalami peranku sebagai Romeo yang akan datang di kota yang indah ini. Kau sudah tau kan kalau Verona identik dengan cerita Romeo Juliet?"

Yoosung tampak menggaruk-garuk kepalanya. "Um- kok aku belum tahu ya Hyung. Lagian bukankah kapan hari kau bilang bahwa kau akan bermain sebagai Othello?"

Zen menepuk pundak Yoosung. "Dasar kau ini. Apa sih yang kau pelajari selama ini. Iya aku akan bermain sebagai othello, lalu berperan sebagai Romeo tahun depan. Aah rasanya aku tak sabar berperan sebagai Romeo."

"Hey! Aku kan mahasiswa kedokteran hewan,mana tau soal sejarah semacam itu." balas Yoosung sambil cemberut.

"Ah sudahlah. Eh itu ada taksi, ayo kita naik. Aku tak sabar beristirahat di hotel." ajak Zen sambil menunjuk salah satu taksi yang berhenti.

"Eh,tapi apa mereka mengerti bahasa kita?"

"Maka dari itu kita harus menggunakan bahasa inggris,Yoosung. Huh bocah ini,ayolah kalau begitu."

ーーーーーーーーーーーーー

Dua orang pasangan tengah terlihat bergandengam tangan saat memasuki salah satu kamar hotel di Verona. Keduanya nampak lelah karena perjalanan dengan pesawat yang memakan waktu lumayan lama.

Jumin membukakan pintu dan mempersilahkan MC untuk masuk ke kamar itu duluan.

"Oh ya ampun,Jumin!" MC membelakkan mata ketika memasuki kamar hotel itu.

Tempat itu di hiasi oleh kelopak bunga mawar merah di lantainya, beberapa lilin menyala di beberapa tempat. Tepat di atas ranjang tidur yang super lebar itu terdapat tulisan yang di bentuk dengan benang merah.

'I love you, My Wife.'

Begitulah tulisan itu berbunyi.

"Ju-jumin.. ini.."

"Aku sudah memesan semua ini sebelumnya kepada petugas hotel. Apa kau menyukainya,nae sarang?"

MC berbalik dan memeluk Jumin dengan erat. Matanya berkaca-kaca.

"Aku selalu menyukai apapun yang kau lakukan untukku,Honey. Terimakasih.. aku- aku senang sekali."

"Prego,il mio amore." jawab Jumin.

MC mengerucutkan bibirnya. "Jangan mencibirku,Honey. Aku tidak tau artinya.."

Jumin tertawa. "Artinya, sama-sama cintaku. Jadi, bagaimana kalau kita anggap ini bulan madu kedua kita?" tanyanya dengan senyum seringainya.

Sinar matahari pagi masuk melalui jendela kamar hotel itu, MC membuka matanya perlahan dan mengerjapkannya beberapa kali. Sebuah nafas yang terasa hangat ia rasakan tepat di belakang telinganya, MC menoleh dan tersenyum ketika melihat wajah pulas Jumin yang masih tertidur.

"Tidur nyenyak,my love?" bisik Jumin namun dengan mata yang masih tertutup.

MC sempat terhenyak mendengar suara Jumin yang tiba-tiba. "Jumin.. kupikir kau masih tidur. Mmm iya tidurku nyenyak,bagaimana denganmu?"

"Tidurku selalu nyenyak kalau bersama denganmu."

Kedua pipi MC bersemu merah.

"Nae sarang, kau pernah berjanji padaku akan bercerita soal masa kecilmu. Bagaimana kalau sekarang?"

"Umm.. kenapa kau ingin tau soal masa kecilku,Honey? Tidak ada yang spesial.." jawab MC.

Jumin tertawa pendek, masih memeluk MC dari belakang.

"Aku hanya ingin mendengarnya. Aku akan ceritakan sebagian kisah masa kecilku juga kalau kau mau bercerita." tawar Jumin.

"Benarkah?"

"Hmm."

MC memutar tubuhnya, kini ia berbaring menghadap Jumin. Jumin masih menutup kedua matanya, namun bibirnya sedang tersenyum. Menunggu suara MC terdengar lagi.

"Dulu aku tinggal di Incheon saat aku masih kecil, aku lahir di sana..  Dan setelah ibuku meninggal karena penyakit jantung. Ayah membawaku ke Seoul untuk tinggal sekaligus kerja di sana."

Kini Jumin membuka kedua matanya, ia mengelus pipi MC dengan wajah sedih.

"Maafkan aku sayang, aku tidak bermaksud mengingatkanmu tentang orangtuamu.."

"Tidak apa-apa,Honey. Aku ingin mengingat mereka, tapi aku tidak percaya.. Ayah juga ikut meninggal tiga tahun lalu. Aku seharusnya menjaganya dengan baik."

Air mata mulai menetes dari pelupuk mata MC, Jumin memeluknya dan mencium dahinya dengan pelan.

"Itu bukan salahmu,Nae sarang. Jaagan bersedih, kau tidak sendirian. Aku akan selalu ada di sampingmu, juga ayahku dan keluargaku. Mereka sekarang juga keluargamu."

MC tersenyum, lalu mengusap air matanya. "Aku sungguh mencintaimu.. Jumin,jangan pernah tinggalkan aku."

"Aku lebih mencintaimu,MC. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."

"Bagaimana soal cerita masa kecilmu,Hun?" tanya MC.

Kedua mata Jumin nampak menerawang, sinar matahari yang masuk melalui gorden seakan terpantul di iris abu-abunya.

"Masa kecilku.. hmm. Semua terasa sangat biasa-biasa saja, namun ada satu orang yang membuat masa kecilku jadi luar biasa." ujar Jumin, seberkas senyuman terbentuk di bibirnya.

" Siapa?" tanya MC dengan cepat.

"V. Jihyun Kim, dia hampir setiap hari datang kerumah dan mencariku. Ia mengajakku keluar dan menikmati dunia luar. Ia selalu memotret hal yang di sukainya, dan selalu menunjukkannya kepadaku."

"V sudah suka memotret sejak dia masih kecil?" tanya MC sambil mengelus kedua pipi Jumin.

Jumin mengangguk. "Benar. Ah, aku tak percaya kita membicarakan V. Kurasa dia sudah lebih bahagia di sana."

Kepergian V, sahabat Jumin satu-satunya enam bulan yang lalu menyisakan kepedihan yang mendalam di hati Jumin. Ia sangat sedih, tapi ia tak bisa mengekspresikannya kepada orang-orang di sekelilingnya.

MC tersenyum dan mengecup ujung hidung suaminya. Ia berusaha mencarikan suasana.  "Honey,kemana rencana kita hari ini?"

"Lake Garda. Aku akan membawamu ke sana." jawab Jumin.

She Belongs To Me [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang