Jagad
Aku menutup lalu menaruh sebuah buku yang tadi kubaca, di atas meja kecil di samping single sofa warna hijau. Novel berjudul Beautiful Disaster karya Jamie McGuire. Lalu menarik nafas dan mengusap kasar wajahku.
Mrs. Gad.
Seandainya dia tahu, dia sudah begitu mempengaruhi hidupku. Aku baru saja kembali dari wisata kapal pesiar, dan yang pertama kulakukan saat kembali ke apartemen adalah melangkah menuju rak buku. Mencari buku itu lagi. Membaca ulang lagi.
Kenapa?
Mrs. Gad melakukannya, dan aku penasaran. Tergelitik untuk mencari tahu, kenapa? Apa yang menarik dari buku itu hingga dia membacanya untuk ketiga kalinya.
Setiap hari selama berpesiar, kami bertukar surat elektronik. Seperti biasa, Mrs. Gad yang memunculkan topik pembicaraan, aku mengikuti. Selalu seperti itu.
Selama beberapa hari terakhir, bahasan seputar Abby Abernathy dan Travis Maddox, tokoh utama dari nover bergenre contemporary romance itu selalu menjadi pembahasan kami.
Huh.
Aku kembali menarik nafas panjang lalu mengembuskannya sebelum kemudian menggelengkan kepala dan beranjak dari single sofa, yang kubeli setahun silam untuk kufungsikan sebagaik kursi baca. Warnanya hijau.
Coba tebak kenapa?
Hijau adalah warna kesukaan Mrs. Gad.
Go figure.
Aku berjalan ke pintu kaca menuju balkon, membukanya lalu berjalan dan berdiri di teras balkon.
Dua tahun.
Selama itu, Mrs. Gad telah banyak mempengaruhi hidupku.
Pilihan buku untuk dibeli dan dibaca.
Musik untuk didengar.
Film untuk ditonton.
Bahkan pakaian untuk dikenakan.
"Tomorrow is my birthday. I always wear green on that day. Green dress, green bag, green shoes, doesn't matter, as long as I wear something green. Mr. Gad would you be kindly wearing something green tomorrow on behalf of me? Please..." Begitu suatu hari email yang dia kirim.
Keesokan harinya aku mengenakan kaos hijau.
Go figure.
Aku tertawa kering mengingat hal itu.
Ini tidak benar.
Hubungan kami sudah tidak sehat.
Dia terang-terangan telah mendeklarasikam cintanya kepadaku. Enggan membuka hati untuk siapa pun, sebab hatinya sudah menjadi milikku, itu katanya.
Awalnya kutanggapi itu dengan gurauan. Tak kuanggap penting.
Sampai...
Keputusannya menyerahkan hatinya kepadaku, tanpa dia sadari telah mengganggu kenyamanan hidupku.
Aku tiba-tiba tak merasa tertarik untuk dekat dengan wanita. Malas untuk berkencan. Hanya one-night stands, sekali dalam beberapa minggu, bahkan beberapa bulan.
Setiap kalinya, selalu diakhiri dengan perasaan bersalah. Merasa menjadi seorang... pengkhianat.
Pengkhianat!
Ini gila.
Bertemu dengan Mrs. Gad pun aku belum pernah.
Bagaimana jika dia gendut, pendek, berjerawat, berkaca mata tebal, dengan gaya berpakaian kuno?
Intinya... dia jelek. Buruk rupa.
Bagaimana jika dia lebih buruk dari The Ugly Betty?
Aku termenung memikirkan hal itu.
Selama beberapa lama aku terus membayangkan betapa jeleknya dia, Mrs. Gad.
Sesuatu... apa pun untuk membuatku ill-feel.
Setelah beberapa lama mencoba dengan keras, aku mengembuskan nafas panjang. Merasa kalah saat jawaban itu tak berubah.
Seberapa jeleknya Mrs. Gad...
Aku. Tidak. Peduli
Shit.
Aku berjalan kembali memasuki apartemen, TV di dinding tengah menyiarkan sebuah musik video.
Terdiam, seketika mataku fokus pada klip musik yang tertampil di layar kaca. Telingaku konsentrasi mendengar setiap kata yang terlantun dalam lirik lagu penyanyi country, Brett Young.
In Case You Didn't Know.
Itulah judul lagunya.
In case you didn't know... you belong to me... I belong to you.
Uh...
Aneh.
Tapi, pemikiran itu tiba-tiba menjadi sebuah jawaban yang ajaibnya... menenangkan.
Mrs. Gad...
Seperti kalimat yang dilafalkan oleh Brett Young...
You're my everything.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagad #2 Unstoppable Love Series
RomanceWarning: this is teaser version Hidup di dunia fiksi, itu pilihanku. Aku bahagia di dalamnya. Titik. Tak usahlah aku bermimpi menemukan seseorang di kehidupan ini. Bahagia sendiri, itu pilihanku. Aku. Gemintang. Ini adalah kisahku...