Rumah Sakit

7.3K 1.3K 89
                                    

Gemintang

HP Pak Jagad dan Pak Sam berdering berbarengan. Keduanya menatap telepon genggam masing-masing yang tergeletak di atas meja.

Semua pembicaraan di meja ini mendadak terhenti.

"Halo, Raya?" kata Pak Jagad menjawab panggilan telepon.

"Mas Asa, asa apa?" kata Pak Sam saat bertelepon.

Kening mereka berkerut lalu mereka saling memandang sambil terus berbicara dengan lawan bicara masing-masing.

"Apa?"

"Iya... iya..."

"Otw... ASAP."

Kata mereka hampir bersamaan. Kemudian sambungan telepon ditutup.

"Cinta?" tanya Pak Sam pada kakaknya.

Pak Jagad mengangguk lalu berdiri.

"Yuk, buruan!"

Pak Sam mengangguk lalu berdiri.

"Kalian minuman dan kuenya di take away yah, kita harus siap-siap ke rumah sakit," ujar Pak Sam padaku dan Pelangi.

"Rumah sakit?" tanyaku berbarengan dengan Angi.

"Iya, rumah sakit. Cinta mendadak demam, mimisan dan muntah-muntah. Ayo, Gemi, kamu ikut mobil saya," ucap Pak Jagad dengan nada serius.

Hah?

Kenapa?

"Umm... saya nebeng Angi aja deh, Pak. Naik motor. Angi, tadi ke sini pake motor kan?" tanyaku pada Angi.

Pelangi mengangguk.

"Enggak, enggak. Angi, kamu ikut mobil saya," perintah Pak Sam.

"Hah? Kenapa?" tanya Angi, bingung.

Pak Sam menggelengkan kepalanya.

"Udah-udah jangan bantah. Lagi genting ini. Raya dah otw ke Dharmais ngurusin segala sesuatunya. Bang Badai, Kak Bulan dan Cinta lagi buru-buru juga menuju Dharmais dari arah Puncak, mudah-mudahan gak macet. Yang nyetir, Mas Asa. Mas Asa gak kasih Bang Badai nyetir, takut kenapa-napa..."

"Terus Bunda Indah dan Nana?" tanyaku memotong kalimat Pak Sam.

"Mereka naik Uber pulang ke rumah Mas Asa. Kamu tahu kan Bunda juga sakit, gak boleh capek, Nana lagi hamil muda... jadi mereka diputuskan pulang dan nunggu di rumah," terang Pak Jagad sambil terus menatapku.

Aku mengangguk.

"Umm, mungkin sebaiknya saya ke rumah Pak Asa aja, jagain Bunda Indah dan Nana," saranku.

Setiap akhir pekan aku libur. Bunda Indah bila memerlukan jasa perawat, bisa menelepon ke agensi. Pihak agensi, akan mengirim perawat pengganti.

Kemarin setahuku, menurut Nana, suaminya menelepon agensi  meminta dikirim seorang perawat untuk ikut mendapingi Bunda Indah ke puncak. Meski demikian, aku tidak keberatan ikut membantu.

"Enggak-enggak... Gemi, kamu ikut aku ke Dharmais, titik," kata Pak Jagad dengan nada tegas.

"Kamu juga Angi, ikut aku. Jangan bantah," tegas Pak Sam pada Pelangi.

Ihh, aku kok jadi bingung.

Kalau Pak Sam bersikeras minta Pelangi pergi bersamanya, aku bisa maklum. Beliau itu kan lagi pendekatan pada Angi.

Nah, kenapa Pak Jagad ikut-ikutan keukeuh aku harus pergi ke rumah sakit bareng dia? Aku ini kan bukan siapa-siapanya Pak Jagad. Lagian, kok keposesifan Pak Jagad ke aku, sama dengan Pak Sam ke Angi. Ihh, kan Pak Jagad udah punya pacar. Tadi ngakunya gitu.

Lagi pula...

Aku melihat ke sekeliling ruangan.

Ihh, mana sih J.A. Gad?

Tambatan hatiku itu bener gak sih mau jauh-jauh datang dari New York ke sini?

"Gimana udah beres?" Aku mendengar Pak Sam bertanya pada stafnya yang ditugasi membungkusi makanan dan minuman kami untuk dibawa ke rumah sakit.

"Beres, Pak."

"Sam, sekalian bawa roti-roti ama kopi ke rumah sakit buat yang lainnya," ujar Pak Jagad pada adiknya yang saat ini sedang berdiri di dekat counter makanan.

"Sip, bro. Angi, ayo siap-siap," teriaknya pada Pelangi yang masih duduk di sebelahku.

Pelangi menatapku dengan tatapan bingung.

"Kamu, gimana jadinya?" tanyanya kepadaku.

Sebelum aku menjawab, Pak Jagad sudah meraih salah satu lengan atasku, lalu ditariknya aku hingga pada posisi berdiri di sebelahnya.

"Gemi, ikut saya," tegasnya pada Angi, sambil merangkul tubuhku hingga merapat ke tubuhnya.

Duhh, kok jadi begini?

Sungguh membingungkan.

Jagad #2 Unstoppable Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang