Marwah

22 2 4
                                    

Penulis; intongg

Perlahan ku tapaki setiap jalan ini, entah menuju kemana arahnya nanti. Kehidupan gemilang kah atau justru suram ?.

Entahlah akupun belum tau, namun satu yang pasti yang menentukan cerita hidupku kelak adalah diriku sendiri.

Sekarang aku berada dalam kota asing, yang tak seorangpun ku kenal ataupun mengenalku. Sejenak ku putar pandanganku, ada banyak gedung pencakar langit, entah akan berada di gedung yang mana aku nanti.

Angin berhembus membelai wajahku, udara disini sangat berbeda dengan tanah kelahiranku. Disini akan ku pertaruhkan semuanya demi sebuah nama yang akan ku bawa pulang ke tanah kelahiranku.

Telah ku tinggalkan semuanya hanya untuk menginjakkan kaki di kota ini, yang katanya bisa merubah kehidupan seseorang.

Seperti si Sulastri gadis lugu nan polos yang membawa pulang sekoper uang. Dengan penampilan yang glamour membuatnya tak seperti Sulastri yang ku kenal di tambah dengan pria tua botak yang mengantarnya pulang waktu itu.

Aku berada disini karena iming2 kesuksesan yang selalu Sulastri tawarkan padaku. Hingga keputusan pun ku ambil dan pergi meninggalkan Ibu serta adikku yang mengidap gagal ginjal.

Langkahku terhenti pada sebuah komplek Rusun, ku langkahkan kaki menuju sebuah kamar yang sesuai dengan pesan singkat yang dikirim Sulastri beberapa jam yang lalu. Ketika berada di puncak tangga aku terperanjat dengan sebuah adegan liar dari sepasang kekasih. Sungguh tak tau malu mereka, bercumbu di tempat umum.

Seseorang menarik lenganku "tak usah kaget, itu sudah lumrah disini, nanti kau akan terbiasa dengan adegan seperti itu" ucap Sulastri sambil menggiringku ke dalam sebuah kamar, mungkin kamarnya.

"Berani juga kamu ke ibukota sendiri" ucapnya sambil tersenyum dan duduk tepat disamping ku

Aku hanya tersenyum sambil merebahkan tubuh lelahku di atas kasur yang tak begitu empuk, tak ada bedanya dengan kasur usang di rumahku. Tadinya aku sempat berpikir, harusnya dengan sekoper uang Lastri membeli rumah yang layak atau mengganti kasurnya dengan sebuah springbed mungkin. Di apakan uang sebanyak itu.

"Kamu ngga lapar, biar aku beliin makan di luar"

Aku menatapnya sejenak "kamu ngga masak ?"

"Jaman serba cepat kayak gini, ngga sempat buat masak"

"Halaah kamu ini, mentang2 sudah jadi anak kota. Kamu kerja apa sih sebenarnya ?"

"Ngga susah kok, cuma tidur2an kamu udah dapat segepok uang. Gampang kan"

Otakku kembali memutar saat dimana Ibu menasehati dan memberitahukan aku sebuah cerita yang beredar bahwa Sulastri menjadi perempuan panggilan di ibukota.

Sebenarnya aku sudah tau, aku tidak begitu bodoh jika hanya untuk memikirkan bagaimana bisa seorang gadis polos mampu membawa uang sekoper dalam hitungan yang tak cukup dua bulan, dan prasangka ku semakin kuat dengan perkataannya barusan. Namun aku berusaha menenangkan Ibu saat itu bahwa Sulastri bukan gadis seperti itu.

Malam ini pun Lastri telah berkutat di depan cerminnya, memoles wajahnya dengan bedak lalu menggariskan eyeliner untuk mempertegas matanya serta sapuan maskara hingga nampaklah bulumata lentiknya tak lupa ia memberikan sentuhan lipstick merah menyala pada bibir sintalnya. Kini Lastri menjelma menjadi wanita yang sangat cantik terlebih dia memang memiliki wajah yang ayu, sebenarnya hanya dengan bedak tipis serta lipstick saja dia sudah terlihat cantik. Namun sepertinya itu tak cukup untuk memanjakan puluhan pria hidung belang di tempat kerjanya.

"Yakin kamu ngga mau, disana kerjanya gampang"

"Mmm, nanti aja kalo udah kepepet"

"Mar, cari kerja disini ngga gampang, tapi aku tetap doain ko, biar kamu dapat kerja yang halal, ngga kayak aku"

About LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang