Part 14

2.1K 480 34
                                    

Acara pernikahan yang sederhana sudah berakhir. Baik Steven dan Essa sudah mengganti pakaiannya. Andrew sangat bahagia karena mempunyai ibu baru. Pernikahan Steven adalah salah satu impiannya. Ia ingin sang ayah merasakan bahagia dan tidak kesepian. Ia mengalah dan tidak mementingkan dirinya sendiri demi Steven.

“Selamat ya daddy,” Andrew memeluk sang ayah. Steven membalas pelukan itu.

Thank you, boy..

“Daddy, kenapa ada di sini?”

“Ya, tentu saja mau tidur,” ucapnya sembari melepaskan pelukan. Dahi Andrew mengerut. Steven dan Essa sudah sah masa iya akan tidur dengannya lagi? “Kenapa?” belum juga putranya sempat menjawab. Suara ketukan pintu mengintrupsi pembicaraan mereka.

Tokk.. tokk.. tokkk..

“Ya?” ucap pria bule itu setelah membuka pintu. Ia hampir terpekik saat melihat orang yang dihadapannya. “Essa..”

“Kata ayah malam ini kamu..” berat rasanya untuk mengucapkannya, “tidur.. di kamarku kata ayah.” Dalam hati ia menggerutu kenapa seolah dirinya yang mengundang?

“Eoh.” Steven menjadi salah tingkah. “Baiklah,” keduanya sama-sama diam mau bicara apa nanti di dalam kamar. Ia berpamitan pada putranya. Steven membuntuti Essa. Saat tangan gadis itu memegang knop pintu kamarnya. Ia menarik napas panjang dan perlahan menghembuskannya. Selama ini tidak pernah ada pria mana pun yang menyambangi kamarnya kecuali sang ayah.

Essa mempersilahkan masuk. Kamarnya begitu sederhana hanya ada ranjang, lemari dan meja belajar. Jantung Essa berdegup kencang ketika tangannya menutup pintu dan tubuhnya meremang. Steven masih berdiri seraya matanya mengedarkan ke sekeliling ruangan yang tidak luas itu.

Steven berbalik membuat Essa terkejut. “Eum, kalau kamu keberatan saya tidur disini. Saya bisa kembali ke kamar tamu.”

“Tidak perlu, tidur disini saja.” Entah bagaimana seketika pipinya memerah.

“Pak Steven bisa tidur di ranjang dan aku..”

“Dibawah begitu maksudmu?” sela Steven. “Essa.. Essa.. lebih baik aku yang tidur di bawah daripada kamu.” Ranjangnya memang tidak terlalu besar. “Saya tidak mau istri saya sakit badan nantinya.” Rasanya untuk menelan saliva saja sulit. Entah, kenapa kata-katanya sangat romantik padahal bukan kata cinta. Dasar wanita! Runtuknya.

“Kita tidur bersama saja kalau begitu. Maksudku, kita tidur diranjang, ya.. hanya tidur..” Ia takut salah bicara. Steven mengulum senyumnya.

“Ya, hanya tidur..” ulangnya. “Di malam pengantin,” sambungnya dalam hati. Essa buru-buru merapihkan ranjangnya. “Essa..” panggilnya.

“Ya?” sahutnya tanpa menoleh.

“Saya minta jangan memanggil saya Pak Steven lagi. Kita sudah menjadi suami-istri. Dan bukan antar bos dan pegawainya. Kamu bisa memanggilku Steven saja.”

“Baiklah, tapi apa kamu juga bisa merubah gaya bahasamu yang terlalu formal. Kata ‘saya’ tolong diganti dengan ‘aku’.”

“Oke, no problem..” keduanya saling melempar senyum. “Kita tidur?”

Tokkk… tokk… tokkk…

“Daddy!!” seru Andrew dibalik pintu kamar Essa.

“Apa” ucap Steven kesal saat membuka pintu. Ia merasa terganggu.

“Ini koper daddy, takutnya daddy butuh pakaian ganti.” Nyengirnya. Steven berdehem malu.

“Terimakasih,”

Remember Him (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang