Essa sibuk mencari barangnya yang hilang. Sesuatu yang sangat disayanginya. Kini entah ada dimana. Ia sampai memberantakan kardus-kardus. Apa ia melupakannya atau terjatuh?. Dahinya mengerut lebih keras untuk mengingat.
"Kamu mencari sesuatu?" tanya Steven dibelakang hampir saja terpekik kaget.
"Tidak." Ia segera merapihkan kardus itu kembali.
"Apa ada yang lupa dibawa dari kostannmu?"
"Tidak, Steven." Essa bebalik menatapnya. "Tidak ada yang lupa atau hilang." Sudut bibir Steven memiring kecil. Pria itu tahu apa yang di cari istrinya.
"Baiklah, bisa kamu pasangkan dasi?" Essa mengambil dasi dari tangannya. Mood Essa sedang tidak baik. "Apa benda itu sangat berarti untukmu, Essa?" hatinya berkata. Ia memandangi wajah Essa yang tidak bersemangat. "Berapa lama lagi aku harus bersabar. Aku tahu untuk menghapus perasaan itu tidak mudah. Harus ada niat, tapi apakah di hatimu ada niat untuk bersamaku?" lanjutnya dalam hati.
"Beres."
"Terimakasih," hela napas terdengar samar disetiap tarikannya.
"Sama-sama," Essa meningalkannya seorang diri dikamar.
Steven tertawa hambar. Tidak habis pikir, kenapa dirinya membuang foto tersebut. Sedangkan ia tidak bisa membuang pria itu dari hati Essa. Betapa bodoh dirinya. Apalagi yang harus dilakukannya agar Essa tulus mencintainya. Pernikahan ini akankah dibawa kemana?.
"Daddy, mommy kenapa?" tanya Andrew tanpa suara. Steven hanya menaikan bahunya. Pagi ini tidak ada sapaan yang ceria.
"Apa kamu sudah mengambil cuti untuk resepsi kita?"
"Sudah, tapi belum disetujui."
"Kalau begitu berhenti saja."
"Apa???"
"Kamu berhenti bekerja dari rumah sakit. Aku bisa mencukupi keluarga kita."
"Apa kamu mulai mengekangku? Dulu kamu bilang tidak apa-apa aku bekerja dan akan berhenti kalau aku hamil." Essa mencoba mengingatkan ucapan Steven dulu.
"Apa kamu ingin hamil?"
"Tentu saja!" ucapnya dengan nada tinggi tanpa sadar. Baik Steven dan Andrew tercengang. Mulut mereka mengangga lebar. "Maksudku, setiap istri ingin mempunyai anak itu saja." Berarti ia setuju untuk mengandung anak Steven?. Hati Steven berbunga-bunga. Biasanya ucapan yang terlontar tidak sengaja itu berasal dari hati, pikirnya. Wajah Essa memerah, ia salah bicara sepertinya.
"Andrew mau adik, mom!" serunya.
"Daddy juga," timpal Steven. Essa tidak menjawabnya. Jika iya akan memperkeruh suasana saja. Apalagi ayah dan anak sekongkol. Essa mencebikkan bibirnya.
5 hari kemudian acara resepsi pernikahan Steven dan Essa di gelar di Jakarta tepatnya di rumah orangtua mempelai wanita. Teman-teman Steven berdatangan dari keluarga Jhon, Rizky, Andri dan Roland. Mereka bersahabat dari teman ke teman. Entah bagaimana persahabatan mereka terjalin. Waktu yang memberi jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Him (GOOGLE PLAY BOOK)
Ficción GeneralSekuel Love Is Simple Steven iri pada Jhon yang mempunyai istri dan anak banyak. Dia ingin merasakannya juga. Ketika Steven bertemu gadis cantik berhijab bernama Essa Stefani seorang bidan. Jantungnya berdebar-debar. Inikah sebuah harapan untuk diri...