PROLOG

62 7 0
                                    


BAB 1

PROLOG

AWAL LINGKARAN

***

Memiliki persamaan hampir di semua sisi. Mungkin itu kata yang tepat untuk dunia sihir yang memiliki begitu banyak misteri.

Sebuah dunia yang indah dengan konsep layaknya sedang berada di abad ke 13.

Tidak ada perubahan sedikitpun dari dunia ini. Lautnya yang sangat luas, gunung-gunung yang menjulang tinggi, hamparan hutan yang cukup lebat, dan tentunya hembusan angin dingin yang seakan begitu 'Nyaman', dirasakan.

Nyaman untuk berpikir, berfokus, melakukan sesuatu dan merebahkan tubuh di kala sedang kelelahan.

Pria itu sejenak terdiam meratapi sesuatu ketika takdir telah memilihnya menjadi salah satu 'yang terpilih', dari tanda lingkaran sihir itu.

Ia memulainya dengan tidak mengakui bahwa 'sihir', itu ada. Sihir yang menurutnya hanya cerita khayalan dongeng yang berlanjut dari masa ke masa menginai kisah lampu dari peradaban kuno Yunani, Mesoponia, bangsa timur, bangsa barat dan erofa timur.

Apakah ini nyata? Dia hanya bertanya.

Apakah ini mimpi? Dia seperti ingin menyangkal sesuatu.

Apakah ini semua bisa aku lakukan ? Dia mencoba bertanya kembali dan ingin menyangkalnya.

Seperti biasa, kejadian yang menimpanya begitu cepat berjalan dan membuatnya harus segera mengambil keputusan. Menghindar dari keraguan yang kapan saja bisa datang, dia membeku, menatapi sesuatu yang ada di depannya.

Sejak saat itu keraguannya mulai menghilang. Menghilang dengan seiringnya waktu dan keyakinannya sendiri.

Layaknya ingin bertanya kembali, ia mulai beranjak dan menatapi langit itu. Langit dari dunia lain yang memiliki persamaan dengan dunianya.

Apakah dunia ini nyata? Dia mulai bertanya kembali.

Pertanyaan itu berasal dari dalam lubuk hatinya, mungkin karna masih ada keraguan di sana. Mungkin?

"Ada yang kau pikirkan?"

Seorang gadis telah berdiri disampingnya, bertanya tanpa menoleh, melurus seakan ingin mendengar. Pria ia mulanya terkejut, mengerut dahinya, ekspresi wajah kini berubah terdiam.

"Sejak kapan?"

Pria itu memberi pertanyaan, mulai melangkah ke depan, meregangkan kedua tangannya, memberi sejenak wajahnya dengan hempasan angin yang lembut. Ketika rasanya sudah, ia menoleh ke arah gadis itu.

"Bisa kau sadari sendiri dari caramu, itu?"

Mendapat jawaban. Pria itu tersenyum, tersenyum puas, meratapi sesuatu yang sudah menjadi jalan takdirnya sendiri.

"Baiklah, akan aku lakukan."

Dengan mengarahkan uluran tangan ke arah gadis itu. Pria yang kini memperlihatkan senyumnya, mulai mengatakan sesuatu. Tapi, perkataannya terlalu kecil untuk di dengar.

(Aku mencintaimu)

Pria yang kini sudah mendapat genggaman tangan dari gadis itu mulai melangkah.

Melangkah dengan tatapan tajam yang menyakinkan, dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. Kini keraguan itu benar-benar menghilang, menghilang tanpa sedikitpun menyisahkan sebuah pertanyaan.

Lambai tangan dari dua orang pria yang telah menunggunya mulai terlihat dari kejauhan. Disisi lain matanya menatapi seorang gadis yang membuatnya jatuh hati. Gadis itu berdiri bersama seorang pria yang hanya memalingkan wajahnya sekali.

"Kejarlah impian seperti kau mempertahankan idealisme tentang jawaban itu. Kelak penyesalan takkan menghampirmu... Dan aku disini hanya sebagai peran yang telah menyimpan terlalu banyak perasaan itu."

Gadis itu perlahan melepaskan genggaman tangan dari pria yang kini menoleh kembali ke arahnya. Tatapan mata dari kedua bertemu, sesaat kemudian air mata mulai menetes.

"Apa kita akan bertemu lagi, Saber?" ucap pria itu yang kini telah berdiri tepat di depan wajahnya.

"I-iya.. Kita pasti akan bertemu lagi.."

Perlahan namun pasti isak tangis itu terdengar lirih, menyatuh dengan hembusan angin yang meniup lembut rambutnya.

"Jaga dirimu bai―"

Tanpa menanyakan terlebih dahulu, pria itu langsung memeluk erat gadis yang kini menangis bercampur terkejut di depannya. Ekspresi tersentak bercampur bahagia kini bercampur menjadi satu.

"Aku yang seharusnya bertanya begitu padamu, Saber?" lanjut pria itu yang perlahan melepas pelukannya.

Tidak ada kata sepatah pun yang di ucapkan oleh pria itu, saat ia memegang kedua pipi gadis yang menatap dalam ke arahnya.

Perasaan senang, jeritan bercampur bahagia menumpuk menjadi satu di dalam dadanya. Rasanya kebahagia itu tidak ingin cepat-cepat berlalu.

Namun hal yang tidak terduga terjadi. Terjadi mungkin karna terbawa oleh suasana itu. Nyaman.. Bahkan lebih nyaman dari tempat apapun yang pernah mereka singgahi.

Membalas kejadian itu dengan air mata yang tiada hentinya mengalir disela-sela kedua pipinya.

Sedangkan gadis yang membuat pria itu jatuh hati padanya, mulanya melihat kejadian itu, lalu memalingkan wajahnya. Kedua pria yang sebelumnya melambaikan tangan, memasang wajah terkejut. Tak berpengaruh sama sekali pada pria yang satunya, yang mulai melangkah menjauh sambil menatapi langit dari dunia itu.

"Mulailah mendewasakan diri untuk menentukan pilihan itu, Zero!"

Akankah perpisahan antara mereka berdua terjadi? Siapa yang harus dipilih oleh pria itu sekarang? Gadis yang ada di depannya atau gadis yang membuatnya jatuh hati? 

INFINITY ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang