Eye contact is way more intimate
than words can ever be.-K
Sudah bukan hal yang tabu lagi ketika melihat kondisi jalanan Kota Jakarta di malam hari yang masih padat merayap. Terjebak di kemacetan memang mau tidak mau harus dialami oleh setiap warga Jakarta. Dan sialnya, salah satu mobil diantara ratusan mobil yang menunggu di jalanan yang sama itu merupakan mobil yang memuat dua manusia berbeda jenis kelamin yang baru pulang dari restoran di daerah Kemang.
"Ra?"
Andara yang tengah memperhatikan pohon menjulang tinggi di balik jendela lantas memutar pandangannya pada kursi kemudi, dimana Keenan menempati tempat itu, dengan tangan kirinya yang memegang stir. "Kenapa?"
"Soal tadi—"
"Soal Kak Anggia?" potong Andara cepat. Keenan pun mengangguk, membuat Andara mengulas senyum tipis. "Nggak heran sih, kenapa kamu bisa kelihatan sebenci itu sama dia. Begitu pula dengan sebaliknya. Rupanya kalian sodaraan."
Keenan mengerutkan dahi mendengar kalimat Andara. Bukan, bukan karena Andara yang mengungkap fakta secara tersirat kalau dia tidak heran bila ada dua saudara tiri yang saling tak menyukai satu dengan yang lainnya. Atau bagaimana kemampuan Andara yang dengan mudah menebak isi pikirannya. Melainkan, satu kata yang sempat tertangkap oleh telinga Keenan. "Kamu?" ulang cowok itu, "Tumben?"
Andara mengerjap, seolah sadar kalau dia baru saja melepaskan satu kata konyol yang dikiranya Keenan tidak sadar. "Mng—gue ..."
Keenan tersenyum, agak tertawa—membuat Andara menahan ucapannya yang hendak keluar. "Gue suka."
"Maksud ... nya?"
Keenan menatap Andara. Ah, tatapan itu bahkan terlihat penuh arti—yang Andara sendiri tidak bisa tebak. "Gue suka lo manggil kamu. Lagian itu kedengaran lebih bagus daripada lo."
Andara menekan bibirnya menjadi satu garis tipis. Selalu saja Keenan mampu membuat Andara melakukan hal itu diluar kesadaran. "Tapi kan, itu panggilan buat—"
"Orang yang lagi pacaran?" Keenan menyela cepat, sedangkan Andara hanya bisa termangu—tak menjawab. "Memang salah, ya?"
Andara masih bungkam.
Melihat bagaimana Andara sudah seperti kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan, Keenan pun memilih untuk menyerah. Ia menghela napas panjang, lalu kembali menatap jalanan di depan yang sama sekali tak bergerak. "Lo nggak mau milih lagu?"
Andara kembali menatap Keenan, menggeleng. "Gue suka lagu A Rocket To The Moon, kok. Bagus."
"Oh ya?" tanya Keenan, cukup terkejut dengan balasan Andara yang sangat-amat tak terduga. Maksudnya, tentu saja tipikal cewek seperti ini terlihat tidak suka dengan lagu lama. Keenan bahkan sempat menebak kalau Andara ini pecinta lagu girlband atau boyband asal Korea seperti EXO, BTS, atau lagu serupa band dari Inggris yang dikenal sebagai One Direction. Lantas, melihat bagaimana Andara mengangguk dengan antusias, membuat Keenan jadi teringat akan sosok Denira.
Dulu—sewaktu pacaran, ketika Keenan mulai menyetel lagu dari A Rocket To The Moon, atau All Time Low, gadis itu selalu mematikkan tape-nya. Keenan bahkan ingat persis bagaimana Denira memberenggut kesal dan bilang kalau selera musik Keenan terlalu jadul, dan sangat ketinggalan jaman. Ia bahkan pernah bilang kalau lagu dari Justin Bieber, Ariana Grande, serta Selena Gomez jauh lebih bagus dari lagu andalan Keenan. Memang sih, dari gaya Denira saat itu Keenan bisa tahu kalau Denira bukan pecinta musik lama. Tapi setidaknya, Denira harus bisa menerima perbedaan itu. Masalahnya, Keenan sudah sering mengalah—membiarkan perempuan yang beda dua tahun dengannya itu menyetel lagu kesukaannya.
YOU ARE READING
Home Is In Your Eyes (was Let Me Love You)
Teen Fiction(JUDUL CERITA INI YANG PERTAMA LET ME LOVE YOU DAN SUDAH DIGANTI). Bagi Keenan, Andara adalah seorang gadis yang memilik satu daya tarik yang kuat; mata hijaunya yang selalu ia bawa kemana-mana. Bahkan, senyum gadis itu juga ikut memancarkan kesan m...