Rey menatap keluar jendela, ke arah jalanan di depan penginapan Madame Ariora. Hujan lebat masih belum berhenti juga sejak semalam tadi. Satu jarinya mengetuk-ngetuk jendela itu. Lama dia terdiam seperti itu sampai akhirnya Rey menghela nafas dan berbalik menuju kursi di samping ranjangnya. Di situ tergeletak sebuah buku yang dibalik untuk menandai halamannya. Rey meraih buku itu dan merebahkan tubuhnya di atas kursi. Lalu melanjutkan bacaanya. Tapi meski pandangannya tertuju ke buku, hal yang berada di dalam benaknya adalah mengenai perburuan yang akan segera mereka lakukan.
Hujan ini berada di luar perhitungannya. Hari ini seharusnya mereka sudah harus memulai perburuan. Tapi apa daya? Bertarung dengan makhluk air di dalam elemennya bukanlah situasi yang menguntungkan. Apalagi ditambah dengan hujan seperti ini. Dia tidak mau mengambil resiko. Dalam situasi seperti ini, salah menentukan langkah, dirinya dan teman-temannya bisa terperosok dalam bahaya. Mengingat makhluk itu sudah beberapa kali memakan korban.
Beberapa saat lamanya dia terpekur saja seperti itu. Tapi akhirnya bosan juga dia. Rey melangkah keluar kamar dan melongok ke kamar Dann. Anak itu sedang duduk bersila di tengah lantai, posisinya membelakangi Rey. Di tangan kirinya terpasang sarung tangan milik Neil, dan di tangan satunya terdapat bola bening pemberiannya. Matanya menatap tajam ke arah bola itu. Keringat yang bercucuran di pelipisnya sudah sebesar biji jagung dan membasahi kaus yang dikenakannya. Sesekali terdengar helaan nafasnya yang terengah-engah. Hanya ketika dia melakukan hal-hal yang benar-benar dia sukai, maka Dann akan menjadi serius. Dia sama sekali mengacuhkan Rey. Tapi bagi Rey itu tidak menjadi soal. Dia malah senang melihat sahabatnya itu berusaha keras seperti ini.
Rey hanya tersenyum. Lalu berbalik dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar Dann. Selanjutnya Rey masuk ke kamar Neil dan menemukan bahwa kamar itu telah berubah menjadi semacam gudang senjata. Aneka macam pistol, senapan, granat dan pelontarnya serta peluru berbagai kaliber dan warna bertebaran di kamar itu. Di tengahnya, Neil sedang duduk santai sambil memegang senapan kebanggaannya, Arbalest. Dia sedang asyik membersihkan senapan itu hingga tidak menyadari Rey yang berdiri di ambang pintunya.
“Wah-wah, dengan persenjataan sebanyak ini, mungkin kau bisa memulai sebuah perang, Neil,” kata Rey sambil berdecak.
Neil mengangkat wajahnya dan tersenyum, “Tergantung dengan siapa aku memulai perang itu,”
Rey terkekeh, “Bagaimana persiapanmu?
“95% hampir selesai. Makanya aku sedikit bersantai dan membersihkan Arbalest seperti ini, sekalian aku memperbaikinya sedikit,” jawab Neil.
Alis Rey mengernyit,”Kau tidak akan menggunakannya?”
Neil menggeleng,”Arbalest tidak dirancang khusus untuk berburu hewan air juga karena senapan ini tidak kedap air. Selain itu, aku berencana menggunakan beberapa senjata dengan daya ledak besar untuk menghabisi monster itu, mungkin yang ini,” dia menunjuk sebuah rocket launcher,”Atau mungkin yang itu,” kali ini dia menunjuk sebuah grenade launcher di sampingnya.
“Kau tidak keberatan kan?” tanya Neil.
Rey mendesah,”Misi kita semula memang untuk menangkap monter itu hidup-hidup. Tapi kurasa dalam kasus kali ini, akan ada sedikit pengecualian,”
Neil hanya tersenyum pahit mendengar kata ‘pengecualian’.
Rey memandangi seisi kamar dan menyadari ada sebuah benda panjang yang ditutupi kain tergeletak di atas kasur Neil ,”Apa itu?”tanyanya penasaran.
Neil melirik ke benda yang dimaksud, lalu tersenyum, “Irebellum vat arntum,”. Semua senjata tadi seolah tertelan oleh sebuah lingkaran sihir berwarna kebiruan, yang besarnya nyaris memenuhi kamar itu. Ketika lingkaran itu menghilang, semua senjata tadi juga ikut lenyap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroes of Gaia
FantasyKarena ini bukanlah legenda yang ditulis dengan tinta emas, melainkan dengan darah, airmata, dan cinta. Apa yang disandang oleh bahu mereka bisa membuat seluruh dunia membenci mereka. Bayangan hitam dari masa lalu yang terus menghantui bahkan dal...