Es di bawah roda ban Neil berderak-derak saat mobil itu melintasi jembatan es yang menghubungkan dermaga yang hancur dengan pulau buatan di tengah danau, yang sekarang karena cahaya matahari mulai meredup, terlihat seperti bayangan kapal karam raksasa. Pepohonan yang melingkupinya bagai pagar-pagar besi yang mencegah makhluk apapun mendekat dan menjamah isi pulau itu.
“Wah, tidak pernah mengira, loh, rantai banku akan berguna di musim panas seperti ini,” ujar Neil. Apalagi menyeberangi jembatan es seperti ini.
“Dan aku juga tidak pernah mengira kita akan menggunakan cara seperti ini untuk menyeberangi danau , waow!” tambah Dann. Dia memandangi sekelilingnya dengan takjub. Dari atas, mungkin jembatan es itu terlihat seperti ular raksasa berwarna putih keperakan, kalau tidak mau dibilang membeku. Selain itu, Nuva membuat pasak-pasak es yang mencuat setinggi 2-2,5 meter di sepanjang sisi jembatan es itu, untuk berjaga-jaga kalau-kalau monster itu datang dan menyerang.
“Sudahlah, kita tidak punya pilihan lain bukan, lagipula akan memakan waktu jika kita ingin menggunakan kapal Edward, untung saja kita memiliki… alternative?” Rey menukas. Pandangannya terarah lurus kedepan. Dan seperti biasa, tanpa ekspresi.
“Padahal akan menyenangkan kalau bisa pake kapal itu untuk memancing,” Dann menekuk mukanya.
Neil tiba-tiba terkekeh,” Kalian ingat ekspresi Edward tadi waktu sadar kapalnya sudah tenggelam tadi, harus kuakui dia membuat makian yang cukup mengesankan pada makhluk itu. Kurasa aku akan meminjam beberapa kata-katanya,” Neil mengoper persneling jipnya. Mesin meraung, dan membuat keempat penumpangnya tersentak tiba-tiba.
“Hey!” seru Nuva yang kaget.
“Ups maaf, itu tidak sengaja,” Neil terkekeh, uap putih berhembus dari mulutnya saat dia tertawa.
“Oh, ya, Neil, kau punya sesuatu untuk dimakan, aku agak lapar,” ujar Dann .
“Ambil roti di ranselku. Juga maduku di dalam botol kalau kau mau,percayalah, itu akan membuatmu lebih baik,” kata Neil kalem. Dann mengambil beberapa kepal roti dari ransel Neil. Dia mengoleskan selai madu ke rotinya, lalu mulai makan dalam diam.
Anak itu sudah terlihat lebih baik sekarang. Rona kemerahan di wajahnya sudah kembali dan tangannya juga sudah tidak gemetaran lagi. Tapi tetap saja Neil khawatir melihat beberapa lebam di tubuh Dann. Yang paling besar di daerah dadanya, sebesar kepalan tangan orang dewasa, membuat Dann agak kesulitan bernafas. Mungkin agak membebaninya kalau dia harus berlari. Kalau dia tidak bisa berlari cukup cepat, mungkin, aargh. Tidak, jangan biarkan dia dijadikan umpan, aku harus memikirkan satu cara lain untuk membuatnya tidak terbunuh kali ini.
Beberapa pemikiran menggantung di benak Neil. Cara-cara terbaik menghabisi monster itu, tapi dia tidak menemukan satu rencanapun tanpa melibatkan Dann. Dia tahu, tanpa mereka sadari, mereka terkadang terlalu bergantung pada kemampuan Dann. Neil menatap Rey yang mematung di sebelahnya. Dan sebelum orang ini memberitahu isi kepalanya bagaimana cara menghabisi monster ini, kurasa aku akan ikut dalam rencananya, gumamnya dalam hati. Rasa menggelitik aneh menjalar di lengan kanan Neil yang ditutupi perban. Membuatnya mengerutkan kedua alisnya. Pikiran itu menggoda, tapi Neil telah mengambil keputusan. Aku tidak akan menggunakan ‘itu’, tidak di depan mereka.
******
Edward berjalan tersaruk-saruk memasuki bar Finch. Tanpa mempedulikan tatapan terkejut dari seisi bar itu, dia duduk tepat di depan Finch.
“Berikan aku yang biasa,”
Finch segera meracik minuman pesanan tamunya. Kurang dari 10 detik kemudian, dia menyodorkan segelas minuman berwarna ungu ke depan Edward. “Bisa ceritakan apa yang terjadi, dan kenapa wajahmu begitu suntuk?” Tanya Finch datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroes of Gaia
FantasiKarena ini bukanlah legenda yang ditulis dengan tinta emas, melainkan dengan darah, airmata, dan cinta. Apa yang disandang oleh bahu mereka bisa membuat seluruh dunia membenci mereka. Bayangan hitam dari masa lalu yang terus menghantui bahkan dal...