There are all kinds of love in this world, but never the same love twice -Scott Fitzgerald
--
Erina mematut dirinya sekali lagi pada cermin di hadapannya, dress hitam pilihan ibunya juga sudah melekat cantik menutupi tubuh ideal Erina. High heels hitam yang ia kenakan juga tampak sangat cocok dengan penampilannya, memberikan kesan elegan tiada tara.
Erina juga sudah memoles wajah cantiknya dengan sedikit make up tanpa membuatnya terlihat menor. Bedak yang menempel pada kulit wajahnya tak lantas merubah warna kulitnya terlalu drastis, sentuhan maskara membuat bulu matanya tampak lebih lentik dan panjang. Seakan kurang, ia masih mengenakan eyeliner tipis untuk memberi kesan lebar pada matanya bersamaan dengan eyeshadow berwarna pink muda yang terlihat cocok dengan kulit putihnya.
Blush on berwarna pink tipis yang ia aplikasikan juga membuat wajahnya tampak lebih berseri dan cerah, dilengkapi dengan lipstick berwarna pink agak krem yang ia poleskan pada bibir kecilnya.
Tidak bisa dipungkiri, ia benar-benar terlihat menawan malam itu. Walaupun semua atas dasar paksaan dari sang ibu, penampilan yang ia sajikan dengan berat hati kala ini sama sekali tidak mengecewakan untuk dipandang. Sepertinya hal yang perlu ia lakukan hanyalah tersenyum.
Memang benar, sejak pembicaraan bersama keluarganya kemarin lusa ia seakan kehilangan minat hidupnya. Bibirnya tak lagi banyak mengucap kata, matanya tak lagi senantiasa memancarkan sinar kebahagiaan.
Tak ingin berlama-lama lagi, dengan segera ia menyambar tas selempangnya dari atas kasur. Kakinya dengan malas bergerak melangkah keluar kamar kemudian menuruni tangga, menghindari seruan ibunya yang tiada henti memanggil nama Erina.
Erina bisa melihat dengan jelas halaman rumahnya sekarang disesaki dengan mobil hitam mewah yang jelas sekali bukan miliknya. Tentu saja, kondisi keuangan seperti ini tidak lagi memungkinkan mereka untuk membeli mobil di depannya yang ia yakini memiliki harga fantastis.
Setelah pengemudi yang mengendarai mobil itu turun dan menampakan batang hidungnya, Erina seketika mengubah ekspresinya. Ia tampak sangat terkejut dengan pria yang ia lihat menawan itu menjadi seorang supir suruhan.
"Oh my God! Max?!" Spontannya memanggil pria tersebut tidak santai, salah satu tangannya kini telah menutupi mulutnya yang terbuka. Matanya bahkan masih menyiratkan keterkejutan.
"Hai Rin. Nice to see you again" Senyuman Max masih juga menawan, apalagi sekarang ia tampak menumbuhkan beard di sekitar wajahnya. Jangan membayangkan ia adalah sosok pria jelek yang kotor karena hal itu. Pada nyatanya, campuran darah orang Amerika membuat apa yang sekarng tumbuh pada sekitaran wajah bagian bawahnya itu membuatnya tampak sangat menawan.
"Look at you boy! I mean, what's with that beard?"
"Apakah tidak cocok? Padahal kalau aku bercermin, aku merasa sangat percaya diri" Gurau Max seadanya, kenarsisannya seakan benar-benar menimbulkan rindu pada benak Erina.
"Aww, it's not like that. Cocok kok cocok, tenang aja. Tapi susah dipercaya juga ya tampan-tampan jadi supir" Erina terkekeh geli, Max memang tampan sedari dulu. Tidak sedikit perempuan yang mengejar Max menjadi kekasihnya, dan tidak sedikit pula perempuan yang bisa disebut mantanya. Bisa dibilang Max adalah kempar mirip yang kebalikan dari James. Mereka sama-sama tampan, sama-sama populer, sama-sama pintar, dan mereka sahabat. Namun bedanya, Max cenderung suka bermain-main dengan wanita.
Bila kalian tanya siapa diantara mereka yang paling populer, Erina tentu saja akan menjawab tanpa ragu sedikitpun bahwa jawabannya adalah James.
Ia tidak munafik, Max memang tampan dengan rambut blondenya. Namun James lebih menawan dengan rambut hitam legam yang ia miliki. Selain itu James adalah pria yang sopan dan tahu diri, ia tidak suka bermain-main dengan perasaan dan tidak pernah memberi harapan palsu. Tidak hanya itu, James jauh lebih kaya dari pada Max.
Tidak bisa dipungkiri, hal itu merupakan salah satu dari banyak alasan wanita mengejar dirinya. Ia kaya, ia dapat memberikan apapun yang mereka inginkan. Begitulah kehidupan pangeran sekolahnya, seru namun ironis. Hidupnya seakan dipenuhi orang munafik yang tidak pernah tulus berada di dekatnya.
Mungkin Max adalah satu-satunya pria yang benar-benar James hargai. Max tidak pernah berbasa-basi, ia melakukan apa yang menurutnya benar. Berbeda dengan dirinya yang penuh dengan perkiraan dan pemikiran, Max dapat berbuat apapun yang ia sukai tanpa bingung memperhatikan apa yang akan terjadi ke depannya.
Erina bahkan masih ingat bagaimana sorot mata menghargai James ketika berbicara tentang sahabatnya itu. Bahkan hanya dari cara James mengagungkannya, Erina dapat menyimpulkan seberapa ia terinspirasi dengan Max.
"You think so? Maaf mengecewakan putri, tapi aku bukan supir. Aku tangan kanan penerus perusahaan milik mertuamu. Kau tahu, James bahkan tidak mau kau dijemput oleh supirnya yang tidak ia percaya dengan benar." Kekehan geli Max membuat Erina kembali membayangkan masa lalu. Ia ingat dengan benar, James memang orang yang susah percaya dengan sembarang orang. Mungkin karena ia tahu banyak orang yang hanya memanfaatkan kekayaannya semata.
Erina menggeleng kecil, ia kemudian tersenyum manis. "So? Must we go now? Keluargaku bahkan kau biarkan membuka pintu sendiri tadi" Ujarnya bercanda, ia melihat ibu dan ayahnya mulai memandanginya tidak sabar.
"Ah, tenang saja. Kewajibanku hanyalah untuk melayanimu" Perkataan Max membuat Erina melotot geli, ia kemudian mengambil tempat di kursi tengah setelah tadi Max membukakan pintu mobil untuknya.
Ia dapat merasakan mobil mulai bergerak menjauhi pekarangan rumah sederhananya. Pikirannya kembali melayang-layang ke masa lalu selama perjalanan.
Otaknya tanpa henti memutarkan memori demi memori yang pernah ia karang dulu bersama dengan James. Semua terputar dengan jelas, dari awal hingga akhir.
Mulai dari James yang tertarik padanya dan melakukan pendekatan, kemudian berjalan hingga hubungan mereka menjadi lebih baik, lalu terus lanjut ketika James menyatakan perasaannya, hingga hari-hari mereka yang terjalani layaknya pasangan pada umumnya.
Namun satu kenangan yang terputar terakhir benar-benar berhasil membuatnya kembali pada kenyataan yang tersaji di hadapannya. Ketika James memutuskannya karena hal konyol, tanpa memperdulikan bahwa dirinya menorehkan luka berlebih pada hati Erina.
TBC
Fyi, buat kalian yang penasaran nih. Si Max itu semacam pemeran sampingan aja. Dia iti sahabatnya James, di mana jadi sahabat Erina juga karena dulu mereka pacaran. Pemeran utamanya tetep James sama Erina kok :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Married My Ex
RomanceMENIKAH DENGAN MANTAN?! "Percayalah, menikah denganmu tidak berada pada urutan terakhir dalam daftar keinginanku. Karena menikah denganmu, sama sekali tidak berada pada daftar keinginanku" -Erina Alfeeriana Bagaimana bila kamu dinikahkan dengan sese...