04 : Bekerja di hari libur

2.3K 125 5
                                    

preview <<

Setelah menghela nafas lelah, Erina memutuskan mengalah. Ia hanya ingin pulang secepat mungkin sekarang, untuk segera menempelkan kepalanya pada bantal dan melemparkan tubuhnya ke kasur.

"Baiklah, terserah saja. Tapi aku tidak mau kalau waktunya 2 bulan. Jadikan 3 bulan, atau kita batalkan saja. Aku tidak sedang ingin berdebat. Kalau kamu tidak setuju dengan 3 bulan dan ingin kurang dari itu, lebih baik pernikahan tidak dilaksanakan. Aku tidak keberatan untuk menjadi tulang punggung keluarga kok." Jelas dan lugas. Semuanya telah Erina sampaikan dengan sangat tegas di hadapan James. Ia tidak lagi memperdulikan tatapan membunuh ayah maupun ibunya sekarang, karena apa yang ia butuhkan sekarang hanyalah beristirahat.

"Baiklah kalau begitu, 3 bulan." Putus ayah James dengan mantap setelah mendengar keputusan mutlak Erina.

--

Jam pada ponselnya masih menunjukan angka 6. Bila biasanya, pada jam 6 di hari libur seperti ini ia akan masih terbaring lelap di atas kasur. Namun sehubung kemarin ia mendapat panggilan pekerjaan, ia sudah harus bangun pukul 5 dan segera bersiap diri untuk pergi ke tempat yang telah ditentukan.

Sekali lagi ia mematut dirinya di cermin, polesan makeupnya tidak terlalu kentara, namun juga tak lantas membuatnya tampak jelek.

Sejak semula, pori-pori wajahnya yang kecil sangat menguntungkan baginya. Hal itu membuatnya dapat menghemat waktu ketika memoles wajah karena apa yang ia perlukan hanyalah bedak tabur untuk formalitas, tidak lagi penting baginya untuk menggunakan foundation maupun bb cushion bila bukan untuk pemotretan atau acara besar lainnya.

Alisnya juga sangat rapi dan entah kenapa bisa sama antara kanan dan kiri, itu juga cukup memudahkan bagi siapapun untuk menggambar alis miliknya. Liptint warna rose pink yang telah menempel di bibirnya sekarang juga tampak sangat cocok dengan warna kulit wajah Erina.

Terakhir, Erina mengambil outer dengan warna dominan abu-abu bermotif garis tipis yang saling menyambung hingga berbentuk kotak-kotak berwarna coklat kalem. Ia mengenakannya dengan anggun, lengan panjang outer itu menutupi kulit putih mulus yang Erina miliki dan melapisi pakaian berwarna putih yang ia kenakan pertama kali tadi. Hampir satu perempat celana coklatnya juga menyentuh outernya itu.

Pakaian yang ia pilih pagi itu terlihat formal, namun tetap classy. Belum lagi di tambah dengan kalung berwarna kuning keemasan yang menggantung cukup panjang hingga tampak kontras dengan bajunya yang berwarna putih.

Erina dengan sigap turun dari tangga, mengambil kunci mobilnya dan bergegas pergi setelah meninggalkan catatan untuk keluarganya yang belum bangun. Kepalanya yang sejak kemarin berdenyut juga masih belum membaik, bahkan cenderung terasa semakin menjadi. Hanya saja ia tidak ingin mengecewakan orang-orang di agensinya yang telah memercayakan hal ini padanya, jadi ia tetap memaksakan dirinya dan berencana langsung pulang untuk istirahat setelah pemotretan selesai.

Setelah sampai di gedung tempat ia akan mengambil beberapa foto, ia langsung di sambut hangat oleh pengarah gaya yang akan membimbing sepanjang pemotretan nanti. Manajernya sudah datang, dan menyuruh Erina untuk segera bersiap-siap makeup di studio dan berganti pakaian.

Meskipun sedang sakit, Erina tetap bergerak lihai dengan mempertahankan ekspresinya tanpa menunjukan rasa sakitnya. Sifatnya yang profesional dalam bekerja inilah yang menjadi salah satu alasan tidak ada orang yang mengetahui bahwa ia sedang tidak enak badan.

Married My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang