BAB 2

45.2K 3.5K 389
                                    

Masa perkenalan mahasiswa baru di kampus UPIL dimulai hari ini. Namanya universitas terdengar sangat menjijikan, tetapi tidak dengan fasilitas kampus yang menjanjikan. Nurman, Samsuri dan Udin mulai masuk ke dalam aula kampus, di sana sudah banyak mahasiswa baru lainnya yang akan mengikuti acara Ospek atau biasanya acara yang selalu di isi dengan pengenalan senior kampus dan juga lingkungan kampus UPIL.

"Baik selamat siang semuanya ... perkenalkan nama saya Adiwijaya Kusuma menjabat sebagai ketua panitia ospek di kampus kita tercinta. Nama singkatan kampus ini sebenarnya UPINA, namun sebagian orang awam bilang kalau nama kampus ini UPIL. Itu salah besar." Sebuah sambutan dari ketua panitia ospek di kampus ini. Seorang cowok tinggi dan tegap tengah berbicara di atas panggung. Cowok itu nampak gagah dengan jas almamater berwarna biru. Dia sedang menjelasan nama Universitas mereka yang jika di singkat terasa menjadi ambigu. Jika nama Universitaas itu memang disingkat UPIL, bisa saja orang-orang mengira Jika Universitas ini memiliki jurusan cara mengupil dengan jempol. Atau mungkin cara menghilangkan Upil dengan satu tarikan napas.

"Namanya jadi makin aneh, nggak sekalian aja jadi UPIN-IPIN dan kawan kawan?" sahut Samsuri saat mendengarkan ketua panitia berpidato.

"Lah nanti Dosen nya, kak Rose. Ayam goyeeeng." Nurman malah memperagakan kembar itu memanggil kakaknya.

"Jijik, Man. Lu kalau manggil kak Rose gitu."

"Kalau menurut gue lebih bagusan UPIL, selain simpel juga mudah diingat," lanjut Nurman kembali ke topik awal.

"Kalau gue sih lebih suka sama itu tuh ... kakak seniornya cantik." Udin malah gagal fokus pada salah satu senior wanita yang sedang berdiri di dekat panggung.

Bermuka standar anak muda, wajah putih dan berkaca mata hitam. Rambut di ikat ke belakang. Dengan almamater kampus kakak senior itu masih terlihat seperti senior yang lainnya.

"Njiiiirrr, iya banget. Itu tipe gue, Din. Cantik, putih, mulus. Wah warbiasa kek kipas angin," gumam Samsuri seakan-akan ceweknya mau berkenalan dengannya. Mungkin akan menjadi sebuah musibah bagi orang yang diajak berkenalan dengan Samsuri.

"Tapi gue yakin, kakak senior itu menghabisan 20kg bedak per tahun, lu bayangin polusi udara dari bedak tabur itu tiap hari gimana?" lanjut Nurman.

"Bodo amat, emang bedak bisa jadi polusi?" sambar Samsuri yang malah jadi bingung sendiri.

"Jangankan bedak tabur, Sam. Wajah kamu yang jelek aja itu tuh bisa menyebabkan polusi dan virus, untung aja gue udah di vaksin temenan sama orang jelek," cibir Nurman sembari cekikikan.

"Sueee lu, Man."

"Sssttt ...." sorang wanita di samping mereka mengingatkan agar tidak berisik, wanita itu meletakan jari telunjuk di bibirnya sebaai kode.

"Apaan sih? Pake berdeis kek ular," jawan Samsuri.

"Iya, gak tahu apa kalau gue takut cacing," balas Nurman.

"Gak ada hubungannya kali."

"Lah kan cacing anak ular," jawab Nurman polos.

"Bodo amat!" teriak Samsuri dan Udin bersamaan, membuat beberapa mahasiswa baru dan senior mengarahkan pandangannya pada mereka.

"Itu di belakang kenapa malah ribut? coba ke depan kalian." Mendengar obrolan mereka yang cukup seru dan bersuara keras, hingga akhirnya teriakan Samsuri dan Udin terdengar beberapa senior dan di laporkan pada ketua panitia yang sedang menjelaskan sejarah Kampus di depan. Adi kemudian Menunjuk ke arah Nurman, Samsuri dan Udin yang duduk di sebelah kanan panggung dekat pintu masuk aula.

"Suee ... elu sih, Sam," gerutu Udin saling menyalahkan.

"Elu kali yang mulai," ketus Samsuri tak mau kalah.

"Kenapa malah diskusi? udah cepetan ke depan kalian!" Dengan nada agak membentak, Adi memaksa tiga manusia ini maju ke depan. Dengan langkah kaki kaku, mereka bertiga pun berjalan ke depan aula dan naik ke atas panggung berukuran kecil. sepanjang perjalanan ke panggung, mereka tak hentinya menjadi sorotan para mahasiswa baru yang tidak habis pikir dengan kelakuan mereka.

Seketika suasana menjadi hening, sebagian mahasiwa lebih memilih diam dan tidak bersuara. Entah mereka takut dengan kakak senior atau sedang radang tenggorokan.

"Kenapa kalian mengobrol?" tanya Adi dengan tatapan yang di buat seram sesaat setelah tiga koplak sampai di atas panggung. Meski wajah Adi terlihat sangar, namun tidak membuat ketiganya ketakutan, jangankan senior kampus. Dimrahin Kepala sekolah pun sudag menjadi makanan mereka sehari-hari semasa sekolah. Jadi apalagi yang perlu mereka takutkan, mungkin meraka akan takut pada sebuah panggilan dan panggilan itu dari Tuhan.

"Karena ada sebuah hal yang perlu kita bahas," ucap Samsuri polos.

Adi mulai berjalan mengelilingi ketiganya, yang lebih sial. Nurman, Samsuri dan Udin menatap Adi kemanapun dia berjalan hingga akhirnya dia sadar dia di tatap oleh tiga koplak secara intens.

"Kenapa lihatin saya?!" bentaknya lagi.

Ini gue prediksi punya darah tinggi, penyakitnya pusing terus kalau makan nggak boleh daging kambing. Bisa tewas nanti. Gumam Nurman dalam hatinya.

"Kamu tahu saya siapa?" tanya Adi sembari menyilang tangannya di dada. Bergaya songong tapi malah kelihatan seperti manekin toko baju.

"Kakak adalah mahasiswa di sini kan?" jawab Nurman.

"Saya ini senior! Senior kalian. Kalau saya ngomong itu hargain!" ketusnya.

"Oh jadi kalau senior bukan mahasiswa ya, kak?" jawab ketiganya polos.

"Mahasiswa senior, garis bawahi. Kalian mahasiswa baru aja udah songong," gerutu Adi.

"Nggak apa-apa, Kak. Daripada pejabat kita, baru di lantik aja udah korupsi," kata Samsuri.

"BOOOOOOOOOMMMMMM." Nurman dan Udin secara bersamaan berteriak dan langsung bergaya thug life.

Satu aula tertawa melihat ekspresi mereka yang bodoh. Adi semakin murka, wajahnya memerah seperti angry bird.

Adi kemudian membalikkan badan nya dan balik menatap semua mahasiswa yang ada di bawah panggung. Dengan seketika mahasiswa yang tertawa renyah menjadi terdiam, ada yang pura-pura tidak melihat dan tak jarang juga yang modus nanyain nama mahasiswi di samping mereka.

"Kalian di lemesin malah ngelunjak ya!" lagi-lagi Adi harus mengeluarkan tenaga lebih dengan ketiga orang ini.

"Kalian kebangetan banget ya, cepat minta maaf! Kalian nggak punya sopan santun banget sama kakak senior!"

"Maaf, kak." Akhirnya dengan terpaksa ketiganya meminta maaf, melihat wajah Adi yang sudah sangat BT dan sudah tidak terkontrol.

"Udah gitu aja? Kalian saya hukum, tapi sebelum di hukum kalian perkenalkan diri dulu. Baru kali ini ada mahasiswa baru songongnya nggak ketulungan." Adi mulai kebakaran jenggot.

Nurman mulai melangkah ke depan untuk perkenalan, "Nama saya Nurman Suherman, umur 18+4 di kurangi 3. Hobi saya makan, minuman favorit teh manis pake kopi. Bakat: bisa makan kerupuk kulit tanpa minum." Nurman sebagai orang pertama memperkenalkan namanya, suasana yang sedang tegang mendadak gaduh dengan perkenalan Nurman yang sangat aneh.

"Kamu berbelit-belit perkenalan juga, sana ... sekarang giliran kamu!" Tunjuk Adi ke arah Samsuri selanjutnya.

"Nama saya Samsuri. Umur saya lebih muda 24 tahun dari umur Bapak saya, hobi: makan jajanan temen. Misi: menguasai dunia, cita-cita: menjadi hokage." Setelah Nurman kini Samsuri yang memperkenalkan diri, namun tak ada bedanya dari Nurman. Samsuri dengan Nurman layaknya semangka di bagi dua.

"Kalian sekolahnya bagaimana sih? Terus kenapa bisa lolos jadi mahasiswa jika perkenalan aja macam orang gila," ketus Adi yang tidak henti marah.

"Karena ketika Tuhan berkehendak semua juga bisa, yang tak mungkin jadi mungkin dan yang mungkin belum tentu terjadi." Seketika Udin bersabda.

"Nah sepertinya kamu agak bener nih diantara bertiga ini. Coba perkenalan."

"Nama saya Udin, belum punya nama panjang karena orangtua sedang sibuk. Umur saya: 22 tahun, kelak 3 tahun kemudian. Hobi: mengaji, cita-cita: menjadi host Mama dedeh."

"Samaaaa ajaa ...."

~BERSAMBUNG~


Mahasiswa KOPLAK [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang