Sebenarnya aku tak ingin lagi menuliskan perihal kepergianmu. Sebab aku sudah tak ingin lagi membahas siapa yang lebih sakit diantara kita. Namun ternyata beberapa luka memang hanya bisa disembuhkan oleh rasa sakit itu sendiri.
Kesepahaman yang sudah berbeda telah jadi kambing hitam lalu memecah belah kita. Lantas saling menyalahkan jadi satu-satunya pilihan. Kita bersitegang berdebat tentang untuk apa kita tetap berjuang.
Dan pada titik ini, akhirnya aku paham. Yang membuat cinta itu tak bahagia jika salah satu diantara kita tak lagi memiliki tujuan yang sama.
Layaknya seorang kapten sudah susah payah mengemudikan kapal. Segala macam badai dan ombak sudah dilewati tapi salah satu penumpang melubangi kapal dari dalam. Sederhana sih, tapi bisa membuat kapal tenggelam. Kalau sudah begitu bukan kaptennya yang salah. Penumpangnyalah yang harus diturunkan karna tak mau mengapungkan kapal yang sama.
Aku sempat bertahan, meski kapal yang ku kemudikan berulang kali kau buat hampir tenggelam. Berulang kali kau buat hampir karam.
Karna bukan mudah menurunkanmu di tengah perjalanan panjang yang kita lewati bersama.
Namun saat semuanya tak seimbang. Aku harap ada yang menjemputmu saat ku turunkan kau dari kapal ini. Saat aku memutuskan untuk tak lagi membawamu bersama.
Dan akhirnya, aku memang berlayar dengan kapal yang mengapung sempurna. Tapi kapalku kosong tak berpenumpang.
Aku rindu pada dirimu yang menenggelamkanku. Alangkah bagusnya jika tak bisa mengapung bersama tapi tenggelam bersama pula. Tapi maaf sayang, cintaku tak seperti itu.
Pada orang yang menjemputmu. Kau tau kapal mana yang harus kau apungkan. Dan aku juga belajar, penumpang mana yang pantas menaiki kapalku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUKMA
Historia CortaBeberapa jiwa diciptakan dengan tujuan untuk sengaja pula dilupakan. Entah siapa yang harus dijadikan kambing hitam ketika kesulitan diangkat dengan berbagai alasan. Tapi, untuk beberapa jiwa yang merasa dilupakan. Aku ingin berbagi kisah tentang h...