Kawan, mungkin pernah satu atau dua kali kau berpikir betapa hidup ini begitu tak seimbang. Walau sebenarnya selalu ada dua hal yang terlihat saling melengkapi. Siang dan malam, hitam dan putih, hidup dan mati, datang dan pergi. Namun nyatanya semua tak sesederhana itu. Sama sekali tidak.
Aku ingin membicarakan hal yang mungkin tak kau suka kawan. Tentang kehilangan, tentang melepaskan, tentang kenangan, dan bagian yang paling penting. Tentang kerinduan.
Empat hal penting yang nantinya pasti kau rasakan. Begitu hari itu tiba. Kesedihanlah sandingan kata yang sangat kau suka.
Alasan yang paling logis, kehilangan mengajarkanmu arti menghargai kebersamaan. Namun bukankah jika semua menghargai kebersamaan tak perlu ada yang merasa kehilangan?. Bukankah sudah kukatakan ketidakseimbangan itu ada di antara dua hal yang terlihat saling melengkapi. Kebersamaan dan kehilangan, kita harus merasakan keduanya agar dunia kita seimbang dan tidak pincang. Ironi bukan?.
Lalu tentang melepaskan. Agak geli sebenarnya. Namun melepaskan itu bukan keharusan. Tapi hanya itu satu-satunya pilihan. Melepaskan harus menerima jika kita benar-benar kehilangan. Kehilangan semua yang kau anggap paling berarti, melepaska semua kenangan. Kenangan tentang mimpi yang tiap saat kau pikirkan. Namun harus hilang kemudian.
Maaf, harus kututup semua itu dengan kata lebih sakit. Kerinduan. Meski dilain waktu dan dicerita berbeda. Kuharap kau tak berada di kesedihan yang sama.
Untuk seseorang yang mengajarkanku semua itu. Ku tak berharap kau merasakan kesedihanku. Tidak sama sekali. Bukankah sudah kukatakan. Semua ketidakseimbangan terlihat dari dua hal yang tampak saling melengkapi.
Ini bukan tentang kehilangan. Tapi tentang cara kita melepaskan.
Ini tak hanya tentang kenangan. Tapi cara kita melawan kerinduan.
Hari ini dan seterusnya. Hanya rindulah tempatku bersandar.
Dengan damai dan kenangan yang tak akan pudar.Ya, mungkin terlalu cepat untukku menceritakan tentang kehilangan. Tapi kalian tau kan, beberapa cerita memang tak seharusnya ditunda. Beberapa kisah memang sudah seharusnya diungkapkan.
***
Hujan masih turun. Tak lagi lebat waktu itu. Aroma aspal sudah bisa tercium dari simpang jalan tempat kita berhenti. Kita sedang duduk berdua di sebuah warung kecil untuk berteduh. Secangkir teh panas mengepul dan sebuah burger ayam spsesial di depanmu kau acuhkan. Kau sibuk bermain Onet. Sudah level 6.
Lalu aku mencubit lenganmu.
Kau tersenyum jengkel dan berkata "kan sudah kalah, tanggung jawab!!. " Dengan rona warna memerah karna kedinginan. Kau terlihat sangat cantik denga wajah cemberut itu. Suara manja terdengar lembut saat kau membalas cubitanku. Setelahnya, kita memainkan game itu berdua. Hingga level tertinggi namamu menjadi urutan teratas top score.Hingga hujan reda. Ku antarkan kau pulang dengan pakain yang sedikit basah. Ku pakaikan jaket padamu agar kau tak kedinginan. Walau sebenarnya itu tak memberikan dampak apa-apa bagimu. Dan ku tau sebenarnya kau hanya memberiku kesempatan untuk bersikap romantis layaknya seorang laki-laki. Tapi tak apa, aku sangat suka.
Sejak saat itu, hujan selalu mengingatkanku pada wajah cemberutmu. Kadang aku lebih suka kita terjebak hujan agar bisa ku lihat wajahmu yang kedinginan meniup kepulan asap teh hangat yang kau pesan. Agar kita bisa memainkan game yang sama lagi dan lagi.
Namun, beberapa bulan kemudian saat kemesraan itu belum pudar dan masih sangat segar. Kau bilang kau harus pergi dengan alasan yang tak bisa ku mengerti. Di balik suaramu yang terdengar bergetar di ujung kalimat. Aku tau ada yang tertahan pada suara mu. Ada yang tak bisa kau katakan padaku.
Aku merayu, memohon dangan genggaman tangan erat mencoba meyakinkan. Dan dengan beberapa tetes air mata kau menganggukkan kepala. Meski sesaat, aku merasa sangat lega. Namun hatiku tak setenang itu.
Ku seka air matamu hingga kering. Dan kau bersandar di pundakku. Tanpa berkata apa-apa. Aku hanya ingin menghabiskan waktu malam yang panjang saat ini. Tanpa ada cerita berat, tanpa ada tangisanmu. Cukuplah kau bersandar saja di pundak ku.
Kau memejamkan mata, ku sangka kau tertidur. Namun ternyata kau hanya berpikir. Takut dan ragu terbungkus jelas di wajahmu.
Saat itu ku harap hujan akan turun. Agar bisa menyiram kenangan-kenangan yang mulai kering di hatimu. Tapi setetes pun alam tak mengizinkan kita mencium aroma aspal seperti dulu.Jam menunjukkan pukul 23.00. Aku harus pulang. Dengan berat melepas genggaman tanganmu.
Kau menangis lagi!!!.
"Kenapa sayang ?." Aku kembali menyeka matamu yang sembab.
Kau diam.
"Tersenyumlah !. Aku sangat menyukai senyummu ."
Akhirnya kau tersenyum. Senyum yang untuk pertama kalinya tak bisa ku baca. Namun kau tetap cantik waktu itu.Hingga saat ku pulang. Aku berhenti pada jarak pandang bisa ku lihat engkau di depan rumah. Ku perhatikan kau menunduk dalam waktu yang lama. Lalu kembali kau menyeka mata. Hingga saat ini aku masih menunggu jawaban mengapa kau menangis waktu itu.
Di antara celah pintu yang kau tarik. Ku terlihat wajah datar penuh kesedihan itu. Dan itulah senyum terakhir yang ku lihat darimu.
Senyum yang terakhir.23/11/2014. Pekanbaru.

KAMU SEDANG MEMBACA
SUKMA
Cerita PendekBeberapa jiwa diciptakan dengan tujuan untuk sengaja pula dilupakan. Entah siapa yang harus dijadikan kambing hitam ketika kesulitan diangkat dengan berbagai alasan. Tapi, untuk beberapa jiwa yang merasa dilupakan. Aku ingin berbagi kisah tentang h...