Part 3

132 15 0
                                    

"Apa... karena...???" Julian tiba-tiba mengingat kejadian sebelum kematian Liona.

Flashback

Pagi itu, Julian berencana membawa Liona ke rumah neneknya. Awalnya ia ragu mengenalkan kekasihnya kepada sang nenek. Tapi kemudian hatinya pun mantap membawa gadis itu kesana dengan harapan neneknya dapat menerima Liona dengan senang hati. Julian sangat dekat dengan neneknya, maka setidaknya ia perlu mempertemukan dua sosok berharga itu dengan baik.

Tibanya di sana, wanita paruh baya yang dijuluki Rum itu sedang sibuk menyulam. Begitu melihat cucunya, ia tersenyum melebarkan dua ujung bibirnya. Bahkan dengan senang hati sosok senja itu menyambut gadis yang datang bersama Julian.

Rum-nenek Julian, ternyata memang pandai memuji. Dia terlihat menyukai Liona sebagai kekasih cucunya. Berkata bagaimana gadis itu tersenyum manis, berhati tulus, dan sangat sempurna bila disandingkan dengan Julian.

Namun sesaat kemudian, suasana berubah seketika saat Rum berkata terus terang di hadapan mereka. Khususnya kepada Liona.

"Liona sayang, sebaiknya kau dengar perkataanku ini. Kau harus bersikap baik dengan cucuku."

Liona yang semula tersipu karena pujian sang nenek, seketika berubah memandangnya serius. Apa yang salah dengannya, pikir Liona. Dia tidak pernah merasa memperlakukan Julian dengan buruk, tidak sama sekali.

"Jagalah dia, dan jangan pernah kau tinggalkan dia untuk pria lain. Sebelumnya, July tak pernah sebahagia ini memiliki gadis secantik dirimu. Beberapa kali dia ditinggal kekasihnya untuk pria lain. Akan tetapi, aku tidak melihat hal itu pada dirimu."

Kini giliran Julian yang mendadak fokus pada pembicaraan nenek. Dia sudah menduga neneknya akan memulainya. Mengatakan hal-hal menyebalkan yang seketika itu bisa merubah mood siapa saja yang mendengarnya, terutama Julian.

"Tapi mungkin saja kau meninggalkan dia dengan cerita yang berbeda," lanjut Rum. Ada makna tersirat dari kalimatnya. Dan terdengar tak mengenakan bagi Julian maupun Liona.

"Habiskan waktumu sekarang dengannya sebelum kau mati," pungkas Rum kemudian.

Keduanya saling menatap. Liona menatap Julian bingung, memutar pikirannya, mencoba menerjemahkan maksud perkataan Rum barusan. Sedangkan Julian berusaha membuang jauh-jauh pikiran buruknya. Itu karena ia tahu betul sang nenek. Seakan apa yang diungkapkannya adalah hal yang menjadi hukum kehidupan berikutnya. Tapi Julian percaya, hanya Tuhan yang mampu bertindak demikian.

"Meninggalkan Julian dengan cerita yang berbeda?" batin Liona bertanya-tanya. "Maksud nenek apa? Aku tidak mengerti," lanjutnya meminta penjelasan.

"Nenek bicara apa sih? Mencemaskan kami saja," sahut Julian tiba-tiba.

"Tidak. Bukan maksud nenek membuat kalian cemas tapi..." kalimatnya terhenti. Untuk pertama kalinya hanya karena satu sentakkan dari Julian.

"Nek! Kumohon hentikan! Jangan membuat kami berpikiran yang tidak-tidak. Aku tidak suka nenek mengada-ada lagi," tukasnya.

Terkadang Julian sering bertindak kasar kepada Rum ketika neneknya itu mulai mengatakan hal-hal yang tidak ia pahami. Ini bukanlah yang pertama bagi Julian. Namun terkadang, apa yang dikatakan Rum memang benar adanya.

Dilihatnya Liona hanya terdiam menundukkan kepala. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Sejujurnya, ungkapan nenek Julian itu mempengaruhi pikirannya dan membuatnya cemas.

"Baiklah. Aku tidak akan bahas itu lagi." Rum akhirnya mereda melihat kedua lawan bicaranya tak lagi tenang.

"Oh iya, ini ada sesuatu untuk calon pengantin cucu nenek." Rum mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Sebuah arloji kuno berwarna keemasan. Jam saku yang tampak sangat antik juga menarik perhatian Julian.

Julian sering melihat barang-barang antik milik Rum di sudut rumah itu. Tetapi kali ini ia tidak menyangka barang itu dengan mudah diberikan kepada orang lain.

"Apa ini, Nek?" tanya Liona penasaran dengan benda itu. Ia sedikit tahu benda itu tampak seperti jam. Namun ia tidak mengenali bagaimana benda itu bekerja dengan semestinya.

"Itu arloji milik kakek Julian waktu muda. Bentuknya memang seperti itu. Kau bisa gunakan itu untuk menyelamatkan nasibmu," jelasnya.

Di akhir kalimatnya, Julian dan Liona kembali saling menatap untuk kedua kalinya. Lalu Julian menantap Rum tajam, bermaksud untuk menegaskan kembali agar Rum tidak lagi membuat mereka cemas.

"Ah, jangan melihatku seperti itu, July. Hadiah ini sebagai tanda kalau nenek mendukung hubungan kalian," terusnya setelah menangkap tatapan penuh ketegasan dari cucunya.

Liona yang mengetahui ketegangan itu pun akhirnya kembali meredakan suasana. Ia tidak ingin Julian dan Rum bertengkar hanya karena dirinya dan hal kecil seperti ini.

"Terima kasih, Nek. Akan kurawat hadiah dari nenek." Liona berusaha tersenyum meski hatinya masih bingung dan ada sedikit kecemasan yang muncul tiba-tiba.

-o0o-

Please vote and comment,
thankiss 💕

RETURN (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang