Part 9

60 12 0
                                    

Berputar melawan arah? Apakah ini berhubungan dengan waktu yang terulang kembali? Dan kecelakaan itu, bukankah itu...

Julian sempat terkejut mendengarnya.

"Dimana Anda mendapatkan benda ini?" Julian lanjut bertanya, atau dia akan mati penasaran.

"Maaf, saya juga tidak ingat," penjual itu menimpali singkat.

"Kenapa tidak kau beli saja? Kau tertarik bukan? Jam itu sangat antik," sahut Liona. Ia membujuk Julian jika dia memang tertarik pada benda itu.

Julian tidak menanggapi. Ia meyakinkan dirinya, benda itu tidak ada hubungannya dengan keanehan ini.

"Ayo, kita pergi saja." Julian melangkah pergi lebih dulu.

Liona tidak segera membututi lelaki itu. Ia masih sibuk memilih dan melihat-lihat di tempat tersebut.

-o0o-

Hari ini Julian sengaja menemani Liona yang sibuk dengan kameranya. Ia baru saja mencetak beberapa lembar foto hasil jepretannya kemarin. Bermaksud memilih gambar yang cocok untuk sampel kompetisinya nanti.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Liona pada Julian. Ia menunjukkan salah satu fotonya kepada Julian.

"Bagus," Julian menanggapinya. "Bagaimana dengan kompetisinya? Kau siap?"

"Masih ada 3 hari lagi. Aku memikirkan benda apa yang bisa kujadikan objek nantinya." jawabnya. "Tenang saja, aku tak perlu bantuanmu lagi. Lusa aku bisa mencarinya sendiri."

"Lusa?" Julian mengingat lagi tanggalnya. "Tanggal 13 Juni. Apa tidak terlalu mendadak?" Julian meyakinkan lagi pernyataan gadis itu. Ia harus membuat gadis itu mengubah keputusannya.

"Tidak. Kupikir itu hari yang tepat untuk hunting."

"Kau yakin?"

"Ju, kau tak perlu mencemaskannya. Aku ini cekatan!" tukasnya tersenyum bersemangat.

Senyum itu mengingatkan Julian pada Liona yang dulu. Segaris senyum yang menciptakan keresahan bagi Julian. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Liona tidak ingin mengubah keputusannya. Kepalanya mendadak pening. Seharusnya tidak begini, seharusnya ia bisa mengubah nasib gadis itu.

Lelaki itu melenggang pergi begitu saja. Ia butuh waktu untuk berpikir sendiri.

Melihat Julian melesat dari ruangan itu, Liona bergegas mengambil sesuatu dari tasnya. Jam saku antik yang dibelinya kemarin. Ia memasukkan benda itu ke saku jaket Julian yang tergeletak di sofa. Liona bermaksud memberikannya sebagai hadiah. Liona pikir Julian tertarik dengan benda itu sejak melihatnya. Namun, tanpa sengaja ia menemukan sesuatu dari sana, dari saku jaket Julian.

"Apa ini?" ia mendapatkan potongan surat kabar yang kucel dari saku jaket itu. Karena terlalu penasaran, Liona membacanya.

Gadis bernama Liona Paramita (21 th) menjadi korban tewas oleh seorang pengendara mabuk, Rabu malam. (13/6)

"Liona, apa yang kau...?" Julian tiba-tiba berdiri di hadapannya. Ia mendapati potongan surat kabar itu di genggaman Liona.

"Seharusnya aku yang bertanya! Apa ini?" ia mengangkat sepotong kertas yang ditemukannya. Julian pasti mengenali benda itu. Entah apa yang membuatnya marah, tetapi namanya tertulis jelas di sana. "Kau mengarang cerita tentang kematianku? Huh?!"

"Tidak! Aku bisa menjelaskannya padamu."

"Menjelaskan apa?!" gadis itu tampak geram. "Jelaskan kalau kau ingin aku mati? Begitukah?!" raut wajah Liona kini berubah. Ia menahan airmatanya. Tapi amarahnya lebih dominan.

"Sebenarnya kau ini siapa? Penguntit? Penculik? Psikopat?"

Julian menatap gadis itu dengan ekspresi bingung. Harus darimana ia berkata-kata. Ia tidak mungkin mengatakan bahwa gadis itu akan mati.

"Keluar! Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi!" teriaknya.

"Liona, aku mohon padamu, biarkan aku menyelamatkanmu." begitu jawabnya. Julian bersikeras untuk menjelaskan, namun percuma.

Liona tersenyum kecut. Tidak ada cara yang bisa dilakukan supaya gadis itu percaya. Menyelamatkan apa? Bahkan yang dia tahu, pria itu menginginkan sebaliknya.

"Bukankah kau ingin aku mati?!"

Tak masuk akal. Semua pembicaraan mereka selama ini berujung pada kematian.

"Tidak! Dengar Liona," Julian menggenggam bahu gadis di hadapannya. Menuntut waktu untuk menjelaskan.

"Kau percaya deja vu? Aku mengalaminya belakangan ini. Aku melihat kematianmu di tanggal 13 Juni." masih dengan posisi yang sama. Meski tak ada respon dari gadis itu. "Jangan pergi! Kumohon, tetaplah di rumah sampai lusa!" pintanya, tangannya beralih megenggam tangan mungil Liona.

Gadis itu masih tak bereaksi, sebelum akhirnya ia melepas paksa genggaman pria itu dengan penuh keputusasaan. Tidak ada yang bisa dipercayainya. Semua omong kosong, dan percuma Julian tidak akan membuat gadis itu luluh.

"Keluar Ju!" seru Liona. "Aku tidak ingin melihatmu." Ia melemparkan jaket itu pada pemiliknya, dan mendorongnya keluar studio.

Julian hanya pasrah meski sempat menolak peringatan dari gadis itu. Ia memang pantas mendapatkannya.

-o0o-

Vomment please, thankiss 💕

RETURN (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang