Part 8

94 16 0
                                    

"Bagaimana kalau lusa kita jalan-jalan lagi? Ada tempat yang ingin kutunjukan."

Julian melirik kalender yang tergantung di dinding kamarnya. Tampak terpampang jelas, 10 Juni. Yang ada di pikirannya, 13 Juni besok hari kematian Liona. Tidak. Julian tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kali ini ia mengerti, apa yang terjadi ini bukanlah kebetulan. Kesempatan yang seharusnya dibayar.

"Aku harus melindungi Liona dari insiden itu," pekiknya. Ia akan membuat akhir yang berbeda, bagaimanapun caranya, ia harus menyelamatkan gadis itu.

Julian bergegas menjemput Liona dan pergi bersama gadis itu.

"Maaf ya, aku sudah banyak merepotkanmu?" Liona memulai pembicaraan, beberapa saat setelah mobil yang dikendarai Julian mulai melaju.

"Kau pernah kesana? dengan.... " Liona bertanya hati-hati. "kekasihmu?"

Julian menoleh sejenak ke arah sumber suara. "Kemana?"

"Pasar barang antik, dekat Museum. Pernah?"

Julian menggeleng singkat. Dia memang belum pernah ke tempat itu sebelumnya. "Tempat itu yang ingin kau tunjukkan padaku?"

"Benar," gadis itu mengangguk cepat. "Aku ingin menjadikan barang antik sebagai objekku. Bagaimana menurutmu?"

Julian sempat terkekeh. Liona tetaplah Liona.

"Kau bertanya padaku? Sudah jelas aku setuju."

"Bagus. Aku tidak sabar ingin segera sampai. Karena kemarin aku sudah melihat kemampuan menyetirmu, jadi aku mengajakmu." jelas Liona dengan sedikit bergurau. "Kau pengendara yang baik. Aku tidak merepotkanmu, kan?"

Julian tertawa ringan sebelum menanggapi. "Sama sekali tidak." Julian tersenyum menjawabnya. Menyenangkan, pikirnya. Memang tujuannya kali ini adalah ingin terus bersama gadis itu.

"Ju, kau ini selalu begitu, ya? Bilang saja kalau benar-benar merepotkan."

Tidak ada yang lebih menyenangkan selain bersama Liona. Ia tentu menyukai semua sisi yang dimiliki gadis bertubuh mungil itu. Tak terkecuali candaan kecil Liona.

"Aku malah senang, gadis secantik dirimu mengajakku kencan," guraunya.

"Tidak! Ini bukan kencan!" tukas Liona keras. Ia berusaha berdalih, tetapi Julian terus mencoba menggodanya.

"Lalu apa kalau bukan kencan? Apa kau sudah punya kekasih?"

Deg! Wajah Liona memerah seketika.

"Hah? Umm... aku... hanya... belum menginginkannya." Liona malu-malu.

"Jadi, gadis secantik dirimu tidak punya kekasih?"

"Kenapa memangnya kalau aku tidak punya?" ujarnya cemberut.

"Ya sudah, anggap saja kau sedang kencan denganku." Julian tersenyum berhasil membuat Liona memerah seperti tomat.


Mereka berdua menghabiskan waktu hampir setengah hari berkeliling tempat itu. Berjalan kesana kemari tak kenal lelah. Julian menurut saja kemana gadis itu pergi.

Lalu keduanya sampai pada tempat aksesoris antik yang terpampang rapi di sebuah etalase toko. Salah satu benda menarik perhatian Julian. Jam saku antik yang mirip sekali dengan milik kakeknya dulu. Ia teringat bagaimana Liona begitu mempercayai neneknya, hingga insiden kecelakaan yang entah bagaimana jadinya, seolah benda itu adalah sumber permasalahannya.

"Anda tepat memilih arloji antik itu," ujar si pemilik toko sesaat setelah memergoki Julian memegang benda itu. "Jam itu sangat langka sekali. Beberapa hari yang lalu saya sempat melihat jam itu berputar berlawanan arah. Saya pikir jam itu rusak, tapi ternyata jam itu baik-baik saja." Jelasnya.

"Apa memang begitu cara kerjanya?" Liona pun ikut tertarik dengan benda itu. Ia penasaran.

Berputar berlawanan arah? Apa ada hubungannya dengan waktu yang terulang kembali? Dan kecelakaan itu...

-o0o-

Vomment, please..
Thankiss 💕

RETURN (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang