lagi

30 3 1
                                    

"Eehhmmm....maaf om tante...saya mau ke kantor polisi dulu. Sepertinya ada hal penting yang ingin mereka sampaikan. Saya tinggal dulu ya..."pamit Abed sopan

"Ada apa bed? Sepertinya kamu terburu buru, lagipula ini sudah mau gelap!"

"Tidak apa apa tante. Nanti saya kabari. Permisi."

Wijaya dan istrinya hanya mengangguk mengikuti arah langkah Abed keluar dari rumah sakit. Langkahnya terburu buru seperti hendak berlari namun kaki sudah terlalu lelah.

"Selamat sore pak, saya Abed. Tadi saya dihubungi oleh salah satu anggota kepolisian."

"Silahkan masuk pak. Jadi, saya mau menunjukkan tempat kejadian perkara terbaru yaitu di kontrakan tempat Tania selama ini tinggal. Apakah Bapak pernah datang ke kontrakan Tania?"

"Tidak pak. Saya tahu Tania mengontrak dekat dengan resort, tapi saya tidak pernah main ke sana. Kebetulan Tania memang orang yang sangat tertutup. Biasa saya hanya bertemu di resort saja. Itupun sewaktu jam kerja. Sebenarnya ada apa pak?"

"Baiklah....bapak ada waktu untuk melihat tempat tersebut?"

Abed menganggukkan kepala. Rasa penasarannya luar biasa. Tapi dibarengi dengan rasa lelahnya tidak sebanding dengan keingintahuannya. Abed segera mengikuti penyidik kepolisian menuju kontrakan Tania dan tak disangka tak diduga. Kontrakannya hanya berada di depan rumah Abed. Selama ini memang Abed mengetahui bahwa ada kontrakan berjajar di depan rumahnya. Tapi Abed bukan tipe orang yang mau tahu keadaan sekitar. Jadi, selama penghuni kontrakan tidak pernah ada yang mengganggunya maka dia tidak akan peduli.

Abed memasuki ruangan 4x5 berdinding warna hitam. Kamar yang paling besar sendiri dibanding kamar lainnya. Keramik berwarna hitam senada dengan cat tembok nya membuat siapa saja yang masuk menjadi merinding. Gelap, pengap dan seperti tidak ada udara yang masuk. Ternyata benar, tidak ada ventilasi di kamar ini. Hanya ada satu spring bed ukuran single berwarna hitam dengan bed cover berwarna, televisi LED 32inch, laptop hitam, dan semau pernak pernik warna hitam menghiasi kamar ini.

Abed bergidik ngeri membayangkan Tania, gadis cantik nan gemulai ternyata memiliki sifat psikopat yang begitu mendalam. Tapi yang paling menarik perhatian Abed adalah di balik dinding kamar Tania, ada foto ukuran besar yang terbuat dari kepingan kepingan foto ukuran kecil dan membentuk wajah tampan Nara. Yah...Abed sangat mengenali wajah itu. Dan hanya di dinding itulah ada warna berbeda. Warna putih bersih mengitari foto ukuran jumbo itu. Tania memang sangat mencintai Nara.

Di sisi lain kamar agak menjorok ke dalam seperti bentuk L, ada ruangan gelap dan sangat pengap. Sepertinya Tania sering ke ruangan itu karena ada banyak jejak kaki yang terselimuti oleh debu. Seperti dilempar bom molotov, Abed membelalakkan matanya. Ada foto Naira, foto dirinya, foto om Wijaya dan istrinya serta foto Mario mantan kekasih Naira yang terkena amnesia retrograde.

Hanya foto Mario yang bertanda silang merah sedangkan foto lainnya belum ada yang bertanda silang merah. Seperti memahami apa yang dipikirkan oleh Abed, AKBP Riandy berkata,"sepertinya foto foto ini adalah target Tania selanjutnya pak. Kami harus banyak mengetahui motif perbuatan tersangka lebih dalam agar hukuman yang diputuskan membuat efek jera pada tersangka".

"Tapi sepertinya Tani agak sedikit mengalami gangguan jiwa pak. Tidak adakah ahli jiwa yang bisa menganalisanya?"

"Penyelidikan sedang dilakukan pak. Tapi maaf...hari ini Tania mencoba bunuh diri dengan menekan nadinya menggunakan garpu makan. Maka hari ini kami membawa Tania langsung ke rumah sakit. Tapi bapak tenang saja, sudah banyak polisi berjaga di rumah sakit itu."

"Rumah sakit?? Dimana pak?"

"Rumah Sakit Aloysius...tempat Naira dirawat..."

"Tidak...aku harus segera memastikan keadaan Naira pak. Saya ke rumah sakit dulu pak. Nanti jika ada perkembangan lebih lanjut tolong kabari saya. Terimakasih atas pemberitahuan tempat ini pak."

Gadis Di Balik SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang