"Hm ... masih jam setengah tujuh, ya?" Aku bermonolog sembari menatap layar handphone-ku untuk sekedar melihat jam. Aku mendengus lemah kemudian memasukkan handphone ke dalam tas.
Tungkaiku melangkah memasuki gerbang sekolah. Yuhu ... ini hari pertama masuk sekolah setelah liburan panjang dan yah ... aku sekarang telah menjadi murid kelas 12.
Sekolah dimulai jam 07.15. Aku sudah hafal benar kalau sekolah ini masih cukup sepi, karena anak-anak lebih suka berangkat jam 07.00 dibanding lebih pagi.
XII IPS 1
Ah ... itu dia kelas baruku.
"Sial," umpatku seketika. Aku masih menyimpan amarah terhadap ketentuan sekolah mengenai acakan kelas. Aku sudah terlalu nyaman dengan kelasku yang dulu—XI IPS 2—dan sekarang aku harus berpindah kelas. Ini menyebalkan!
"Orang pertama," gumamku setelah melihat sekeliling kelas yang masih kosong lalu menaruh pantat pada kursi di baris meja kedua.
"Hei!"
Sebuah panggilan membuatku reflek mendongakkan kepala dan menatap sang empunya suara.
"Seokjin?!"
Seorang pria bertubuh tinggi dengan cepat menghampiri mejaku. Dia, Kim Seokjin. Aku mengenalnya. Dia mantan gebetanku saat tahun pertama di sekolah. Wajah tampan dan postur tubuh tinggi, jelas dia tipe idealku. Tapi ... itu dulu. Astaga, apa yang kupikirkan sekarang?
Jadi, aku sekelas dengan dia? Argh, yang benar saja. Aku bisa gila.
"Selamat pagi, Tiara." Seokjin menyungging senyum.
"Pagi ...," balasku semanis mungkin.
"Boleh aku duduk di sini?" tanya Seokjin sambil menatap tempat duduk di sebelahku.
Deg.
Mimpi apa aku semalam? Gak ada angin, gak ada hujan, hari pertama sekolah malah dapet beginian. Mantan gebetan lagi. Panas dari mana ini? Pipi? Kok hangat yah rasanya.
"Ehm. Aku udah janjian mau duduk sama temen aku." Jelas yang aku katakan ini bohong. Tapi, duduk 'cowo-cewe' di hari pertama sekolah adalah ide buruk.
Kurasa ini keputusan yang tepat menolaknya."Kalau begitu ... aku duduk di sini yah?" Seokjin menaruh pantatnya di kursi yang letaknya tepat di belakangku.
Kenapa dia bertanya? Dia bebas duduk di manapun. Toh, sekolah ini bukan punya eyang aku (lol).
"Tentu."
Sunyi.
Beberapa siswa sudah mengisi bangku-bangku kosong ruangan ini. Suasana sangat tenang. Entah kenapa aku justru merasa sangat tak nyaman, dan entah kenapa aku merasa Seokjin—pria yang duduk di belakangku—selalu memperhatikanku? Kepedean banget, kan?
"Isma! Sini!" panggilku pada sahabatku yang baru saja memasuki kelas. Segera ia duduk di sebelahku.
Tanpa sadar aku membalikkan sedikit tubuhku dan tak sengaja menatap Seokjin. Tatapan kami bertemu. Sorot matanya seolah menembus retina, aku membelalakkan mata—terkejut.
'Apa sedari tadi ia melihatku?' batinku.
Sontak aku membalikkan badan dengan cepat. Kya, gerombolan kupu-kupu dari mana ini? Perutku terasa geli sekali.
♦
Bel istirahat sudah berbunyi sekitar 5 menit lalu. Namun, aku tak bergeming dari tempat duduk. Aku masih terlalu bersemangat melanjutkan catatan Geografi. Aku sangat suka belajar peta, ini mengasyikan menurutku, jadi aku tak ingin melewatkannya dengan catatan kosong.
Sepertiga murid masih berada di kelas. Beberapa murid sedang berbincang-bincang. Bahkan, Isma—teman sebangkuku—telah pergi ke kantin untuk mengganjal perut.
Brak~
Tiba-tiba saja seseorang duduk di sebelahku dengan kasar.
"Gak ke kantin?" tanya Seokjin yang ternyata duduk di sebelahku.
"Tidak. Makasih," sahutku cepat sambil menatapnya.
'Apa dia bertambah tampan?' batinku saat melihat wajahnya.
"Ra ...," panggilnya pelan.
"Ya?"
"Apa dulu kau menyukaiku?"
Huwaaa, pertanyaan macam apa itu? Dari mana dia tahu? Mau taruh di mana muka aku sekarang? Pisau. Mana pisau? Oy, bunuh aku di rawa-rawa sekarang. Malu banget, sumpah.
Aku hanya mampu cengar cengir gak jelas sekarang. Aku harus gimana sekarang?
"Ra ...," panggil Seokjin lagi.
"Hm?" Aku benar-benar salah tingkah.
"Aku menyukaimu."
Deg.
Apa lagi ini? Mimpi? Apa ini mimpi? Seseorang tolong bangunkan aku.
"K-Kau pasti sedang mengerjaiku?" tanyaku dengan sebisa mungkin menstabilkan diri sendiri.
"Aku serius," jawabnya cepat dengan tatapan menyakinkan.
Nafasku tercekat, sulit sekali rasanya memenuhi paru-paru dengan oksigen.
"Kau menembakku?"
Pertanyaan bodoh itu lolos dari bibirku.
"Tidak ...." Ia menggelengkan kepala. Detik itu juga, aku bisa bernafas lega. "Sebenarnya ... belum."
Apa katanya?
"Jadi, jika suatu hari nanti aku menembakmu, kau harus menerimaku ...."
"APA?! KYA, KIM SEOKJIN!"
—FIN—
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS Love Story
FanfictionCerita ini hanya fiktif belaka! Apabila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian. Itu bukan kebetulan. [KUMPULAN FF BTS] © 2016