Chapter 1 [Wedding]

12K 641 19
                                    

Dua orang tampak berdiri ditengah derasnya hujan. Guyuran hujan membuat lelehan air mata wanita di hadapan pria itu mengalir mengikuti deras air yang mengguyur. Tangan mungil gadis itu meraih pergelangan sang pria dengan harap-harap cemas.

"Kumohon. Hanya sampai bayi ini lahir. Dia anakmu. Aku tidak ingin dia lahir tanpa ayah, Jung Kook-ah."

Suara gadis itu melemah. Suara gemuruh hujan mendominasi hingga suara gadis itu terdengar seperti bisikan.

"Kalau begitu gugurkan saja. Mengapa ambil pusing?" Tangan mungil itu dihempas begitu saja membuat tubuh gadis itu bergoyang dan ambruk dengan lutut sebagai tumpuan. Tak lama kakinya melemas dan duduk bersimpuh pada tanah paving yang digenangi air.

***

Nuansa hijau muda dan putih menghiasi seluruh kamar. Segala hiasan kamar untuk pengantin baru tampak lengkap dengan bunga mawar bertabur di atas ranjang besar didekat jendela.

Paras ayu dengan balutan gaun pengantin putih panjang menjuntai menyapu seluruh ruangan. Mata sayu, lelah dan kesedihan terlihat sangat mendominasi. Menatap keindahan kota Seoul dari lantai dua puluh satu Hotel yang disewa sekaligus dijadikan gedung pernikahan. Sebucket bunga yang ia pegang tergeletak tak berdaya di samping ia berdiri.

Tapak kaki seseorang memasuki kamar. Hanya sekedar melepas dasi kupu-kupu yang melekat erat pada leher dan tuxido hitam. Menggantinya dengan jas hitam biasa.

"Kau tidak ingin istirahat?" Suara wanita itu membuat suasana hening menghilang. Langkah kaki penghuni kedua yang akan keluar lagi tadi terhenti sejenak.

"Entahlah. Istirahat saja, aku akan keluar."

Setelah mengatakan itu, sosok pria tadi sudah tak terlihat. Benar-benar pergi.

Tuhan kenapa harus begini. Bersabarlah, 'nak. Ayahmu perlu waktu untuk selalu ada untukmu, batin wanita itu sambil mengelus perutnya yang masih rata. Bulir bening itu senantiasa jatuh membasahi pipi blush cantiknya.

Kemudian melenggang, wanita itu tak ambil pusing. Tak ingin kehamilannya terganggu karena terlalu banyak pikiran. Mungkin membersihkan diri dan mengganti baju pengantin dengan pakaian biasa dan bergegas tidur adalah ide bagus. Namun saat ia memutuskan untuk tidur, wanita itu justru tak dapat tidur hingga pukul satu dini hari. Karena pria yang ia tunggu belum juga pulang. Tapi kantuk benar-benar melanda, mata itu kian menyipit.

***

Seorang pria sedang memijit pelipis menggunakan ibu jari. Agaknya kepala pria itu terasa pening setelah bercinta dengan sang kekasih. Namun sang kekasih seolah tidak peduli dan hanya bergelayut manja pada lengan berotot milik sang pria. "Kook-ah, kau yakin akan tinggal bersamaku setelah menikahinya? Itu tidak adil bukan? Tapi... apa benar itu anakmu?" Cecar tanya itu hanya dibalas dengusan dari sang pria. Menutup mata mencoba menghilangkan pening yang terus menjalar. Rasa lelah memikirkan berbagai masalah yang nanti akan muncul. Bahwa kemungkinan terbesar adalah istri yang baru ia nikahi akan menuntut lebih.

"Aku hanya nyaman bersamamu, Chun Hee-ya. Jangan membuatku terus mengulang kata-kata itu ribuan kali."

Raut wajah gadis itu berubah, menunjukkan ketidaksukaannya pada jawaban sang kekasih, Jeon Jung Kook. Tapi Jung Kook hanya bereaksi sedikit dari sekian banyak spekulasi yang gadis itu pikirkan. Seperti merayu atau sebagainya. Nyatanya, Jeon Jung Kook hanya menepuk puncak kepala gadis itu dengan senyum manis.

Justice - Jeon Jung Kook [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang